SAPI GILA
Di akhir Ramadhan yang hening, penduduk desa dikejutkan oleh teriakan-teriakan sapi-sapi mereka yang tak henti-henti. Awalnya, teriakan itu mereka anggap biasa. Akan tetapi, seiring bertambah panjang dan lamanya sapi-sapi itu melolong-lolong sepanjang malam sampai siang bolong, para penduduk desa mulai disergap kekhawatiran. Mereka pada suatu pagi yang langitnya dikerikiti awan-awan kelabu, berkerumun di balai desa seperti kawanan lebah yang mendengung-dengung lesu. “Desa kita sudah terjamah virus sapi gila!” dengus seorang warga desa yang mukanya penuh guratan masa senja. “Mana mungkin ini wabah sapi gila! Sapi-sapi milikku masih makan dengan lahapnya. Mereka hanya melenguh-lenguh saja, mungkin karena sakit korengan.” Ujar yang lain dengan suara mirip celeng. “Sapi-sapi pasti itu kena sihir yang ditiupkan pada tali-temali oleh kelelawar-kelelawar jadi-jadian yang terbang di pekat malam.” Teriak yang lain. “Tidak mungkin!” timpal yang lain. “Itu mungkin saja. Kemarin, aku...