Pergilah Setan Setan Masa Lalu

September ini harusnya menjadi bulan inisiatif, tapi nyatanya masih banyak lubang yang perlu diisi dalam perjalanan yang ada. Setiap acara, setiap materi, setiap apapun yang terjadi telah mengingatkan akan adanya hal-hal yang harus diperbaiki. Nyatanya, belum setiap pengingat tersebut disambut dengan langkah yang pasti. Memang terdapat sejumlah perkembangan yang positif, tapi masih banyak pula kekurangan yang harus dibenahi. Mulai dari pertemuan dengan alumni yang mengingatkan tentang pentingnya mengatur diri sendiri, mengatur internal, sebelum berkegiatan di luar. Banyak sekali hal yang harus dibenahi di sisi ini. Sempat ada pergerakan menyambutnya, tapi kontiunitasnya belum terjaga. Begitupun dengan momen Qurban, terasa sekali bagaimana semangat belum terjalin secara berkelanjutan. Dan hal ini berlanjut sampai acara bedah buku yang hanya tinggal beberapa hari lagi. Entah setan dari mana yang ada di dalam diri ini. Semua bahan bakar yang ada seperti tidak bisa tersulut api. Tidak bisa menyala. Hampir semuanya seperti terjun bebas. Berantakan. Tidak ada dorongan. Memang ada sejumlah perkembangan. Ujian kenaikan tingkat tae kwon do dilaksanakan. Tapi sepertinya setan-setan semester lalu masih belum beranjak pergi dari perputaran roda ini. Acara pertemuan dengan supervisor angkatan VI mengingatkan kembali, bahwa di sini adalah tempat pembinaan, maka nikmati semua yang ada di dalamnya, termasuk naik-turunnya semangat dan dorongan untuk mengarungi jalan yang terbentang. Telan semuanya. Telan semua naik-turun dan lika-liku hidup ini. Telan semua rasa senang dan sakitnya. Dan kajian dengan ustaz Musholli mengingatkan kembali tentang misi sebenarnya dari hidup ini, dari kepercayaan ini, dari ideologi ini, dari dien ini. Tentang betapa berat masalah yang dihadapi umat dan bangsa ini yang semuanya lebih penting daripada tetek-bengek urusan pribadi. Harusnya setan-setan seperti yang ada di masa lalu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kepentingan ini. Lalu kenapa masih begini? Apakah setan yang satu ini terlalu berat untuk disingkirkan? Terlalu kuat untuk dikalahkan? Atau diri ini terlalu lemah untuk menyingkirkan?

Tuhanku, aku mengadukan kepadaMu betapa lemahnya diri ini, betapa bodohnya hati ini, betapa tidak sempurnanya keimanan ini. Aku menyadari bahwa jika aku hanya mengandalkan diriku tanpa pertolongan dariMu, aku bukanlah siapa-siapa. Aku mengadukan kepadaMu betapa beratnya menyingkirkan setan-setan masa lalu. Betapa tidak konsistennya langkah kakiku. Tuhanku berilah aku kekuatan untuk memperbaiki semuanya. Aku telah berbuat banyak dosa dan kesalahan. Aku memohohon petunjuk untuk kembali ke janlanMu. Aku memohon kekuatan dariMu untuk memperbaikinya dan melanggengkan perbaikannya. Aku berlindung kepadaMu dari kebodohan yang tak pernah berujung. Dari ilmu yang tak pernah bermanfaat. Dari pikiran yang tak pernah bersyukur. Dari hati yang tak pernah tenang. Dari jiwa yang tak pernah ikhlas. Dari kebencian yang tak pernah padam. Dari kedengkian yang tak pernah reda. Dari kesedihan yang tak pernah usai. Dari rasa sakit yang tak pernah terobati. Dari rasa malas yang tak pernah pergi. Dari usaha yang tak pernah berjalan. Dari keinginan yang tak pernah menyadari diri. Dan dari harapan yang tak pernah terkabul.

“Sekarang ini saatnya berperang! Kenapa kau masih saja berpeluk lutut?”
Tokoh Nikolai Weshoftjikov

Maxim Gorki, Ibunda

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Mewariskan Nilai, Merawat Harapan