Narativisme Sejarah Menurut Tiar Anwar Bachtiar


Salah satu model penulisan yang digunakan dalam karya-karya sejarah adalah model naratif, yang berarti cerita. Maksudnya, pada dasarnya sejarah merupakan rangkaian cerita; dari satu peristiwa kemudian menjadi peristiwa lainnya. Peristiwa-peristiwa yang berurut secara kronik itu kemudian dirangkai melalui interpretasi sejarawan hingga menjadi jalinan kisah (narasi) sejarah. Namun, narativisme dalam penulisan sejarah tidak hanya melulu berfokus pada peristiwa-peristiwa dan intensitas aktor pada peristiwa-peristiwa tersebut tanpa mempertimbangkan struktur apa pun.
Dalam hal ini, narativisme baru tetap mempertimbangkan adanya struktur seperti institusi organisasi, model pemikiran, dan semisalnya yang memang nyata tertangkap di dalam data-data yang diperoleh sehingga terlihat ada hubungan antara struktur-struktur dengan peristiwa. Pada dasarnya pendekatan narativisme ini berakar pada pandangan realisme atas sejarah sehingga perhatian dalam narativisme semuanya diarahkan pada kenyataan yang wujudnya adalah peristiwa-peristiwa. Oleh karena itu, pendekatan naratif ini juga sering disebut sebagai sejarah peristiwa. Pendekatan naratif ini berbeda dengan kronik dan dengan model pendekatan hermeneutika yang terlihat sekilas memiliki kemiripan.
Perbedaan pendekatan naratif dengan kronik adalah bahwa kronik memberikan jawaban terhadap pertanyaan “apa yang terjadi”, sedangkan penulisan sejarah dengan model naratif menjawab pertanyaan “mengapa itu terjadi” atau “apa arti kejadian itu”. Karena perbedaan mendasar itu, maka dalam kronik tidak ada konsep-konsep historis yang digunakan, sementara narasi tetap menggunakan konsep-konsep historis tertentu yang merupakan produk dari penafsiran atas peristiwa-peristiwa.
Sementara itu, perbedaan model naratif dengan hermeneutika adalah pada cara menafsirkan peristiwa atau data-data sejarah yang terekam. Hermeneutika tidak sekadar beroperasi pada wilayah penafsiran atas teks (peristiwa sejarah) yang diamati, tetapi ada usaha untuk menjembatani jurang yang tak dipahami antara teks dengan audiens karena tidak tampak hubungannya secara nyata dalam data. Hal yang berperan sebagai jembatan itu adalah hermeneut-nya sendiri, dengan menyelami pengalaman yang dialaminya sendiri kemudian dibawa kepada teks, lalu dihadirkan kepada audiens agar teks dapat dimengerti mengapa ia ada walaupun tidak ada data langsung yang terekam yang menjelaskan hal itu.
Cara seperti ini menunjukkan bahwa hermeneutika secara metodologis bekerja masuk ke “bagian dalam” peristiwa yang sama sekali tidak terungkap dengan menggunakan pemahaman hermeneut atas pengalamannya sendiri untuk kemudian digunakan mengungkap “bagian dalam” teks yang tidak terungkap itu. Pada titik metodologis inilah hermeneutika tidak bertemu dengan pendekatan naratif. Pendekatan naratif hanya melakukan penafsiran berdasarkan hubungan satu peristiwa dengan peristiwa lain, sebelum atau sesudahnya, yang terlihat secara riil, bukan berhubungan pada aspek “dalaman” yang tidak terungkap dalam data. Oleh karena itu, penafsiran (interpretasi) dalam narativisme berbeda dengan verstehen dalam hermeneutika.
Pendekatan naratif ini juga jelas berbeda dengan pendekatan strukturalisme yang sama-sama seperti hermeneutika mencoba menggali aspek “dalaman” yang tidak tampak dalam data-data sebagai faktor penggerak sejarah. Hanya perbedaannya, pendekatan struktural meminjam teori dan pendekatan ilmu-ilmu sosial yang bersifat sinkronis. Teori-teori sinkronis dalam ilmu-ilmu sosial itu dianggap sebagai suatu hal umum yang juga bisa berlaku dalam peristiwa-peristiwa sejarah yang dianggap relevan. Karena kekuatan pendekatan naratif bertumpu pada “peristiwa-peristiwa” yang faktual dan terekam dalam data, pendekatan ini akan efektif dan bisa menjadi pilihan lebih baik manakala tersedia melimpah data yang dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dapat ditemukan perhubungannya antara satu dengan yang lain dalam data yang terekam itu sendiri.

Referensi
Tiar Anwar Bachtiar. (2017). Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia: Kritik-kritik Terhadap Islam Liberal dari HM. Rasjidi Sampai INSIST. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Pola Perubahan dalam Siklus Sejarah Menurut Model Panarchy: Tinjauan Ringkas