Model Gelombang George Modelski dalam Siklus Sejarah dan Fase Transisi Abad ke-21
“Teori gelombang panjang Geroge Modelski mengusulkan suatu perspektif evolusioner terhadap sistem global, yang secara siklis ditandai melalui transisi sistemis. Menurut Modelski, sistem global telah dan sedang menyaksikan lima gelombang panjang: 1494-1580; 1580-1688; 1688-1792; 1792-1914; dan 1914-2030, di mana Portugal, Belanda, Britania (2x siklus), dan Amerika Serikat secara bergantian menjadi pemimpin hegemonik global. Saat ini, kita tengah berada dalam suatu masa transisi dalam gelombang sejarah, di mana AS sebagai kekuatan hegemoni lama menghadapi Tiongkok sebagai penantang. Penting bagi kita untuk memahami kaidah perputaran siklus sejarah.” [Rosecrance, 1987:283-301 dan Pop, 2018: 1-6]
“Itulah hari-hari (kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran, kejayaan dan kehancuran, kebangkitan dan keruntuhan), Kami pergilirkan di antara manusia ... Telah berlalu sebelum kalian sunan-sunan (jalan, kaidah, metode bergulirnya sejarah). Maka berjalanlah kamu di muka bumi (ambillah pandangan dalam perspektif ruang) dan lihatlah akibat perbuatan orang-orang terdahulu atau orang-orang yang mendustakan (lakukanlah rasionalisasi-observasi-empiris dalam perspektif waktu).” [Q.S.3: 137-140]
Teori gelombang panjang Geroge Modelski mengusulkan suatu
perspektif evolusioner terhadap sistem global, yang secara siklis ditandai
melalui transisi sistemis. Teori ini dapat dianggap sebagai gelombang kedua
reinterpretasi teori transisi kekuasaan, bersama dengan kontribusi William R.
Thomson dan Joshua S. Goldstein. Selain itu, ia merupakan representatif bagi
mazhab siklus kepemimpinan hegemonik yang berorientasi perdamaian.
Modelski mulai dari premis bahwa suatu siklus hegemoni berlangsung
antara 100-120 tahun. Siklus yang demikian mewakili suatu periode transformasi
sosial yang dan perkembangan ekonomi yang ekstensif. Siklus tersebut dibagi ke
dalam empat fase utama, yang masing-masingnya berkisar 25-30 tahun. Fase-fase
tersebut ialah: (1) Perang Global (The Global War) – interval waktu yang
menandai transisi dari satu siklus ke siklus yang lain, yang dalam banyak
kasus, dicapai melalui peperangan; (2) Kuasa Dunia (World Power) – suatu
periode waktu saat suatu kekuatan hegemonik diakui sebagai kuasa global dan mampu
memaksakan perannya dalam pengaturan sistem global; (3) Delegitimasi – suatu
periode saat erosi legitimasi pemimpin global tersebut serta perkembangan
ekonomi dan sosial baru terjadi; dan (4) Dekonsentrasi – suatu periode saat
kekuatan kuasa global itu mencapai titik terendahnya, kekuatan baru yang dapat
membahayakan status sang pemimpin global muncul, dan terbentuknya
aliansi-aliansi baru. Dilihat dari sudut
pandang kekuatan penantang, fase Delegitimasi bertepatan degan fase Klarifikasi
dari bangkitnya kekuatan dominan baru. Begitu pula, fase Dekonsentrasi kuasa
dominan beririsan dengan fase Koalisi dari sang penantang.
Teori siklus panjang Modelski berupaya menjelaskan konflik-konflik
internasional dan pola-pola kepemimpinan hegemonik sejak 1494. Menurut
Modelski, sistem global telah dan sedang menyaksikan lima gelombang panjang:
1494-1580; 1580-1688; 1688-1792; 1792-1914; dan 1914-2030. Portugal mendominasi
mayoritas abad ke-16 (1516-1560), the United Provinces (Belanda) di mayoritas
abad ke-17 (1609-1660), United Kingdom (UK) pada kebanyakan abad ke-18 (1714-1763)
juga mayoritas abad ke-19 (1815-1873) dalam dua siklus berurutan, dan Amerika
Serikat (AS) menguasai era setelah Perang Dunia (PD) hingga akhir abad ke-20
(1945-2000).
Periode: 1494-1580
Perang Global: 1494-1516; Prancis merupakan penantang selama perang
Italia dan Laut India
Kuasa Dunia: 1516-1540; Portugal menjadi pemimpin hegemoni
Delegitimasi & Dekonstruksi: 1540-1580
Periode: 1580-1688
Perang Global: 1580-1609; Spanyol merupakan penantang selama
perang Spanyol-Belanda
Kuasa Dunia: 1609-1640; Belanda merupakan pemimpin
hegemoni
Delegitimasi & Dekonstruksi: 1640-1688
Periode: 1688-1792
Perang Global: 1688-1713; Prancis menjadi menantang selama
perang Louis XIV
Kuasa Dunia: 1714-1740; Britania menjadi pemimpin hegemoni
Delegitimasi & Dekonstruksi: 1740-1792
Periode:1792-1914
Perang Global: 1792-1815; Prancis menjadi penantang lagi
selama perang Revolusioner dan Napoleon
Kuasa Dunia: 1815-1850; Britania menjadi pemimpin lagi
Delegitimasi & Dekonstruksi: 1850-1914
Periode: 1914-1973
Perang Global: 1914-1945; Jerman menantang selama Perang
Dunia
Kuasa Dunia: 1945-1978; AS menjadi pemimpin hegemoni
Delegitimasi & Dekonstruksi: 1978-2008 & 2008-?
Pada jeda-jeda kritis, semua negara-bangsa tersebut telah mencapai suatu titik di mana kekuatan mereka telah mengalami penurunan relatif, akibat bangkitnya penantang baru, yaitu kekuatan besar yang tengah mencoba menjadi pemimpin dunia. Tidak seperti para pengusung teori gelombang panjang lain, yang melihat nilai teori gelombang itu hanya sebagai suatu pemahaman yang lebih baik terhadap dinamika sistem internasional, Modelski memahami betul nilai prediktifnya dan mengekstrapolasi pola siklus panjang tersebut ke masa depan. Selain itu, ia melihat siklus-siklus suksesif tersebut sebagai “suatu proses pembelajaran progresif”, yang membuka prospek penempaan susunan-susunan sebelumnya pada level sistem global. Dengan demikian, sebagaimana teori itu dapat digunakan sebagai dasar antisipasi pola historis tertentu yang berulang dan kemungkinan evolusi baru, model Modelski terlihat lebih baik cocok untuk mengantisipasi jalan ke depan dari sistem global.
Dalam hubungan dengan siklus saat ini, riset-riset sebelumnya telah
menguji model Modelski terhadap kejadian-kejadian dan tonggak sejarah mayor
selama periode yang umum dikenal sebagai “abad Amerika”. Secara keseluruhan, kronologi
Modelski untuk dua fase pertama telah terkonfirmasi, dengan fase Perang Global
dibentangkan pada masa dua Perang Dunia (PD) dan fase Kuasa Dunia mencakup
periode antara akhir PD II dan pertengahan 1970-an. Sebaliknya, sejak 1987,
ekstrapolasi dan ekspektasinya untuk dua fase berikutnya terbukti kurang
akurat. Seperti kebanyakan ilmuwan politik dan ahli teori dunia, dia gagal
mengantisipasi runtuhnya USSR, mengasumsikan secara salah bahwa Uni Soviet akan
terus menjadi penantang utama AS selama hingga dekade pertama abad ke-21.
Faktanya, ia malah lupa menerapkan salah satu prinsip analisisnya sendiri,
bahwa kekuatan global baru tidak mesti menjadi penantang yang kontinu terhadap
kekuatan dominan dunia, demikian juga aliansi lamanya, seperti kasus Cina, yang
selama Perang Dingin merupakan aliansi lalu beralih menjadi penantang bagi
USSR, dan setelah pembelahan Sino-Soviet, menjadi semacam aliansi de facto bagi
AS. Dengan demikian, fakta bahwa Cina terlihat menjadi penantang utama bagi AS,
dengan Rusia sebagai penantang junior, dapat dirasionalisasi dalam konteks kerangka
teoretis Modelski.
Dengan mempertimbangkan perkembangan politik terkini dalam hubungan
AS-Cina, AS-Rusia, dan AS-Uni Eropa (UE), kronologi Modelski untuk dua fase
terakhir perlu ditinjau ulang, dengan fase Delegitimasi / Klarifikasi
membentang antara 1978-2008/2009, alih-alih 1973-2000; dan fase Dekonsentrasi
mencakup 2008/2009-2038/2039, alih-alih 2000-2030.
Selain itu, perkembangan terbaru dalam hubungan AS-Cina telah
menunjukkan dua tendensi divergensi besar, yang membawa ide tentang masa depan
yang bercabang. Di satu sisi, terdapat kecenderungan menuju kolaborasi kontingen,
yang dihasilkan oleh tiga faktor penting: interdependensi antara dua kekuatan kompetitif
besar; rekognisi parsial oleh kekuatan-kekuatan Barat terhadap peran ekonomi
berkembang secara umum dan Cina secara khusus dalam rantai produksi dunia,
khususnya dalam pengaturan ekonomi global; dan komitmen Cina untuk memainkan
peran yang lebih substansial dalam proses globalisasi melalui proyek-proyek
berskala global dan regional semacam Belt and Road Initiative (BRI) atau Asian
Infrastructure Investment Bank (AIIB). Di sisi lain, terdapat tendensi menuju
konfrontasi yang dihasilkan oleh dua faktor penting: godaan perang dagang; dan
kemungkinan eskalasi ketegangan terkait status Hongkong dan Taiwan serta kisruh
teritorial di Laut Cina Selatan dan kepulauan Senkaku / Diaoyu, baik secara
langsung maupun lewat proksi. Belum lagi terdapat faktor pandemi akibat
Covid-19 yang berawal di Wuhan, Cina. Selain itu, proyek BRI atau OBOR (One
Belt One Road) juga menunjukkan suatu pertentangan antara model perdagangan
dunia lama dengan dunia baru, yaitu jalur sutra darat di Eurasia dengan Cina
menjadi salah satu pusatnya, melawan jalur pelayaran laut yang menjadi bagian
integral sejarah Amerika dan kejayaan Eropa sejak dulu, yang di era modern
diterjemahkan sebagai kelompok Trans-Atlantik. [Perlu tulisan tersendiri untuk
membahas keduanya]
Penting untuk dicatat bahwa Modelski mempercayai bahwa kekuatan
dunia selalu merupakan kekuatan angkatan laut dominan, bahkan jika mereka
bukanlah negara militer terkuat. Perang global merupakan perang di mana semua
kekuatan besar berpartisipasi. Dengan demikian, Modelski mengabaikan sejumlah
perjuangan berdarah. Sebagai contoh, Perang Tiga Puluh Tahun (1618-48)
dikeluarkan dari konsepnya karena Belanda (yang bermaksud untuk mendapatkan
kemerdekaan penuh yang diakui dari Spanyol) dan Inggris (waktu itu sedang dalam
perang sipil) hanya terlibat secara sepotong-sepotong atau sekadar partisipan
marginal dalam konflik tersebut. Modelski tidak menganggap Spanyol sebagai
kekuatan dunia – meskipun ia merupakan negara terkuat di pertengahan kedua abad
ke-16 – karena kekuatan lautnya tidak mengimbangi Portugal (setidaknya di
pertengahan pertama abad tersebut), dan juga karena Spanyol hanya mencari hegemoni
di benua Eropa dan tidak berkonsentrasi membangun monopoli perdagangan di jalur
pelayaran global. (Poin kedua sebenarnya dapat diperdebatkan). Transfer
kepemimpinan tidak, seperti yang diklaim dalam teori-teori lain, dihasilkan dari
kekalahan pemimpin hegemoni oleh penantang utama. Penantang itu tak pernah
menang melawan pemimpin hegemoni lama. Tonggak hegemoni berpindah secara damai,
meskipun sebagai suatu konsekuensi dari perang global. Britania sebagai
pemenang baru sebelumnya merupakan aliansi pemimpin lama, Belanda, pada abad
ke-17; AS sebelumnya merupakan rekan pemimpin hegemoni sebelumnya, Britania,
pada abad ke-19 dan 20.
Konsepsi kepemimpinan global Modelski juga bergantung pada inovasi
dari kekuatan dunia, yang mesti membawa teori, metode, dan mode perilaku baru
ke sistem internasional. Portugal memelopori dalam penjelajahan pelayaran dan
navigasi. Belanda memimpin gerakan Calvinis internasional melawan Spanyol dan Prancis.
Britania membawa Revolusi Industri. AS berinovasi dalam sains, penemuan
teknologi, dan pendidikan massa. Sebagai tambahan, semua kekuatan dunia telah
mahir dalam membuat koalisi-koalisi. Mereka merekrut negara-negara baru untuk
tujuan mereka dan menemukan asisten untuk membantu menjalankan sistem
internasional. Dengan Portugal sebagai pengecualian yang mungkin, semua
kekuatan tersebut memiliki sistem domestik yang terdiri atas dua partai atau
dua faksi yang memaksa mereka untuk belajar menerima politik kompromi dan
bagaimana menerapkannya secara internasional. Akhirnya, secara parsial
mendasarkan argumennya pada variabel pola Parsonian, Modelski berpendapat bahwa
siklus tersebut tidak secara ketat berulang. Pembelajaran berlangsung sebagai fase
progres dan besarnya kompleksitas dalam sistem meningkat dari satu siklus ke
siklus berikutnya. Populasi bertumbuh, teknologi membawa interdependensi yang
lebih besar, dan permintaan terhadap keteraturan bertambah. Dengan demikian,
integrasi Parsonian tetap menjadi suatu objektif akhir yang tak terealisasi
dari sistem internasional. Dalam setiap siklus terdapat empat fase dengan
karakteristik berikut.
Fase Preferensi
order Ketersediaan
order
1 War Tinggi Rendah
2 Kuasa Dunia Tinggi; Tinggi
3 Delegitimasi Rendah Tinggi
4 Dekonsentrasi Rendah; Rendah
Modelski tidak mengklaim bahwa suatu pemimpin tunggal mesti memegang otoritas untuk memulai fase “perang dunia” yang moderat. Meskipun di masa lalu telah ada kepemimpinan tunggal, ini mungkin tidak benar di masa depan. Dengan generalisasi dari episode masa lalu, dia berargumen bahwa suatu pemimpin tunggal membutuhkan: suatu situasi geografi yang mengamankan keuntungan stabilitas internal; masyarakat berkoalisi yang kohesif tapi terbuka; ekonomi yang maju; dan suatu organisasi strategis militer dengan jangkauan global yang hebat, meskipun tidak perlu untuk memiliki kekuatan militer terbesar. (Portugal dan Belanda bukanlah kekuatan militer dunia terbesar pada masanya, tapi mereka memiliki angkatan laut terkuat). Tak satu pun negara yang dapat memenuhi persyaratan ini saat kepemimpinan AS sedang akan mencapai titik nadir pada awal-awal abad ke-21. Dalam halaman-halaman terakhir karyanya, Modelski berspekulasi bahwa masa depan kepemimpinan hegemoni bisa jadi mesti didiferensiasikan dan dilakukan oleh lebih dari satu negara dalam area-area fungsional yang beragam. Suatu koalisi mungkin diasumsikan sebagai kepemimpinan hegemoni.
Modelski juga berspekulasi tentang kemungkinan “perputaran dependensi”
sebagai progres siklusnya. Tentu saja, fase terakhir dan keempat dari siklusnya
mewakili suatu dekonsentrasi dan devolusi dari kekuatan yang sebelumnya
memegang kendali hegemoni, secara sebagian ke negara-bangsa lain. Dengan demikian,
perputaran dan pembalikan posisi ekonomi dan kekuasaan terletak di pusat dari
analisisnya. Namun, tren yang demikian tidak mencegah suatu re-konsentrasi setelahnya,
atau dalam konjungsi dengan, perang global saat perang global merebak. Namun,
mungkin bahwa dengan akhir dari fase internasional dari pembangunan nasional ini,
pergeseran berikutnya tidak akan terjadi sedrastis re-konsentrasi yang terjadi
di masa lalu. Natur transformasi juga mempengaruhi hasilnya. Transformasi historis
Modelski dalam kepemimpinan hegemoni semua terjadi terkait dengan konflik
global. Suatu repetisi di akhir abad ke-20, dalam bentuk perang nuklir global, tampaknya
tidak akan mengantarkan struktur kekuatan hegemonik yang rapi dan teratur. Bahkan
dalam suatu transisi yang damai, tampaknya tidak mungkin bahwa fase
dekonsentrasi saat ini akan membawa re-konsentrasi baru yang kuar pada dekade-dekade
pertama abad ke-21. Perputaran dependensi, dengan demikian, merupakan fenomena
yang lebih besar dan permanen daripada sebelumnya.
Akhirnya, berdasar pada preseden historis, Modelski mengusulkan
bahwa suatu perang global baru mungkin saja muncul dalam perebutan kekuasaan
pada siklus keenam. Dia tidak memprediksinya, tapi karena pemahaman baru tentang
isu-isu internasional yang dominan selama fase dekonsentrasi dari siklus yang
dapat, setidaknya dalam teori, menuntun pada transisi damai kepada siklus
keenam, bukan berarti bahwa konflik tidak dapat menajam seperti perkembangan
akhir-akhir ini terutama setelah pidato Mike Pompeo di Nixon Presidential
Library.
Modelski tampaknya menganggap siklus kuasa dunia independen
terhadap siklus ekonomi, tapi tetap secara kuat mempengaruhi ekonomi. Untuk
itu, kita perlu melakukan perbandingan model Modelski dengan gelombang
Kondratiev juga model Goldstein, yang tidak dapat dimuat seluruhnya dalam
tulisan ini mengingat keterbatasan yang ada. Insya-Allah hal itu akan kita
akomodasi dalam tulisan-tulisan berikutnya. Begitu juga dengan segala
keterbatasan dan kelemahan model ini serta upaya-upaya yang perlu dilakukan
untuk memperbaiki kemampuan prediktifnya, memerlukan suatu ruang tersendiri
dalam tulisan lain, insya-Allah.
Model Modelski masih dapat berguna bagi para peneliti dan praktisi
hubungan internasional, tidak hanya secara retrospektif, tetapi juga sebagai
alat baca prospektif. Kegunaan prospektifnya tidak hanya mengindikasikan tren
dan pola evolusi dari fase siklus kekuasaan saat ini dan vektor-vektor yang
mempengaruhinya, tapi juga memberikan antisipasi terhadap momen-momen mulai
berlakunya siklus baru dan konfigurasinya. Namun, guna mengatasi keterbatasan
bawaannya dan meningkatkan kemampuan prediktifnya, mesti diterapkan metode prakiraan
yang tepat, termasuk Trend Impact Analysis dan Scenario Building,
yang mana di luar cakupan tulisan ini. Berdasarkan prasyarat tersebut, studi
berikutnya perlu ditujukan untuk berkontribusi terhadap debat tentang masa
depan hubungan AS-Cina, mencoba memberikan jawaban yang mungkin untuk mengikuti
dilema yang ada, yaitu akankah kita mesti bersinggungan dengan suatu suksesi
hegemoni tipikal, yang disertai dengan perang global, menurut pola dari
abad-abad sebelumnya? Atau alih-alih, sistem global malah akan menuju tren
multipolar dan interdependensi kompleks antara kekuatan dominan saat ini dan
masa depan, akankah kita menyaksikan suatu transisi kuasa baru yang damai,
mirip dengan transisi dari siklus Britania kedua dan siklus kuasa Amerika saat
ini? Itu semua mesti dijawab pada tulisan-tulisan berikutnya, insya-Allah.
Wallahu aʿlam.
Sumber
Richard Rosecrance (1987). Long cycle theory and international
relations. International Organization, 41, pp 283-301
doi:10.1017/S0020818300027478
Adrian Pop, Razvan Grigoras (2018, 4-5 Juni). Long Cycles: A Bridge
between Past and Futures; 6th International Conference on Future-Oriented
Technology Analysis (FTA) – Future in the Making Brussels
Comments
Post a Comment