Menantikan Pahlawan Sepak Bola Nasional
Tulisan ini dimuat di selasar.com dengan link
https://www.selasar.com/gaya-hidup/menantikan-pahlawan-sepak-bola-nasional
Tanggal 10 November adalah Hari Pahlawan. Momentum pertempuran 10 November di Surabaya merupakan latar belakang diperingatinya tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan. Istimewanya, pada tahun 2016 ini, peringatan Hari Pahlawan bertepatan dengan hari diselenggarakannya Kongres PSSI.
Sejarah mulai menuliskan lontar-lontar barunya, dan terpilihlah Ketua Umum PSSI yang baru. Pertanyaannya, setelah sempat beku, disanksi FIFA, dan masih begitu carut-marutnya permasalahan yang ada, bisakah Ketua Umum terpilih PSSI menjadi pahlawan bagi persepakbolaan Indonesia?
Suara Dominan Ketum Terpilih PSSI
Kongres PSSI telah menghasilkan ketua umum baru untuk periode 2016-2020. Letjen Edy Rahmayadi terpilih mengalahkan lima kandidat lain. Mereka adalah Moeldoko, Kurniawan Dwi Yulianto, Sarman El Hakim, Eddy Rumpoko, dan Bernhard Limbong. Sementara Erwin Aksa dan Tony Aprilani telah mundur sedangkan Djohar Arifin tidak bisa melanjutkan karena status terhukumnya tidak dikabulkan.
Dalam proses voting oleh 107 voter yang dilaksanakan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Edy Rahmayadi mendapatkan 76 suara mengalahkan Moeldoko (23 suara) dan Eddy Rumpoko (1 suara) sementara tujuh suara lainnya dinyatakan tidak sah. Perolehan suara Edy terbilang hampir bulat.
Bulatnya perolehan suara kandidat terpilih cukup wajar jika membandingkan dirinya dengan para kandidat lain. Setiap kandidat memiliki keunggulan masing-masing. Kurniawan Dwi Julianto, misalnya, memiliki keunggulan berupa pemahaman akan sepak bola pada akar rumput dan cara membangun sepak bola dari unit paling kecil karena berpengalaman sebagai mantan pemain.
Begitu pula dengan kandidat-kandidat lain yang memiliki jabatan atau bisnis strategis yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan PSSI, terutama dalam hal pendanaan.
Letjen Edy sendiri sebagai sosok militer dipandang memiliki ketegasan serta jiwa yang lurus dan ksatria dalam menjalankan tugas, memiliki banyak jaringan, selain juga dipandang memiliki pemahaman dan pengalaman yang kuat dalam alur komando. Karakter seperti itu tentu diperlukan dalam menghadapi berbagai persoalan persepakbolaan nasional.
Bukan Jaminan
Meski demikian, terpilihnya Bapak Edy dengan suara voter yang dominan itu bukan merupakan jaminan bahwa ke depannya masa kepemimpinan beliau di PSSI akan berjalan mulus. Sudah jadi rahasia umum bahwa kepengurusan PSSI kerap diwarnai gonjang-ganjing yang menghambat jalannya perbaikan persepakbolaan nasional.
Mulai dari dualism kepengurusan, konflik internal, konflik dengan klub, konflik dengan supporter, hingga konflik PSSI dengan Menpora dan komponen pemerintahan. Belum lagi keberadaan mafia dalam sepak bola Indonesia hingga penyusupan kepentingan-kepentingan politik ke dalam persepakbolaan. Semua itu merupakan tantangan bagi kepengurusan PSSI ke depan.
Percepatan
Sejumlah besar pekerjaan rumah telah menanti bagi Ketua Umum PSSI terpilih dan jajaran kepengurusannya. Saking menumpuknya pekerjaan yang menunggu, percepatan dan penguatan upaya harus dilakukan. Sekarang ini sudah zaman edan, jika kecepatan masih normal, tentu akan semakin tertinggal.
Cita-Cita Konkret Bersama Sepak Bola Nasional
PSSI perlu mengajak setiap pihak merumuskan cita-cita konkret sepak bola nasional. Contohlah federasi sepak bola negara-negara tertentu yang melakukan itu. Jepang misalnya, merumuskan tujuan menjuarai Piala Dunia dalam waktu 100 tahun (yaitu tahun 2029) lalu melakukan break downtujuan besar tersebut menjadi langkah-langkah yang lebih kecil yang diperlukan dalam tempo 10 tahunan, 5 tahunan, dan 1 tahunan.
PSSI perlu melakukan itu, misalkan dengan memulai dari scoop yang lebih kecil dengan target juara Piala AFF, medali emas ASEAN Games cabor sepak bola, Juara Pala Asia, hingga Juara Piala Dunia dalam waktu yang konkret dan langkah yang dirumuskan secara konkret dan detil pula.
Konsolidasi Internal
Tidak solidnya kepengurusan PSSI dalam beberapa periode terakhir yang bahkan sampai memunculkan dualism kepengurusan menggambarkan bahwa konsolidasi internal PSSI begitu penting untuk dilakukan Ketua Umum beserta jajarannya.
Apalagi, dalam pemilihan Ketua Umum PSSI terakhir ini saja masih terdapat banyak ribut-ribut. Ditolaknhya sejumlah nama pada kongres kemarin tentunya memunculkan tensi yang tinggi. Apalagi dengan adanya kelompok supporter yang ditolak masuk ke siding padahal telah mendapatkan janji untuk dapat mengikuti jalannya sidang, tentunya akan semakin memperpanas keadaan.
Belum lagi memanasnya kondisi politik secara keseluruhan di Indonesia menjelang Pilkada yang akan terjadi di sejumlah besar daerah tentunya dapat mencipratkan efeknya hingga membasahi lembaran kepengurusan PSSI.
Konflik-konflik yang tidak perlu dapat kembali terpercik di dalam tubuh PSSI yang pada akhirnya hanya akan menghancurkan semua upaya perbaikan sepak bola nasional.
Seharusnya, Letjen Edy yang berasal dari kalangan militer sudah mafhum tentang hal-hal seperti itu dan menyiapkan strategi untuk pencegahan dan penanggulangan apabila terjadi konflik internal yang memunculkan separasi.
Penyelarasan Visi-Misi
Potensi insoliditas internal tidak hanya timbul akibat konflik kepentingan, tetapi juga ketidaksamaan visi dan misi antara ketua, jajaran pengurus, hingga ke akar rumput. Akan sangat percuma jika Ketua Umum PSSI telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan jiwanya siang dan malam untuk kebangkitan sepak bola Indonesia.
Jika jajaran pengurusnya hingga akar rumput tidak memiliki idealisme yang sama, malas untuk bergerak cepat, dan bersikap acuh tak acuh hanya mementingkan penghidupannya saja dari sepak bola, bukan menghidupi sepak bola Indonesia.
Letjen Edy beserta thinker team harus mampu mengobarkan semangat, visi-misi, dedikasi, integritas, dan komitmen yang ekstra tinggi kepada segenap insane persepakbolaan nasional, karena hanya dengan begitu sepak bola Indonesia akan keluar secara perlahan, tetapi pasti dari keterpurukan.
Paling tidak, jika setiap insan sepak bola telah memiliki visi-misi yang jelas dan bergerak secara sesuai, publik tidak akan lagi mengatai dan membuli PSSI.
Memberantas Mafia
Visi-misi yang tidak selaras di antara pengurus persepakbolaan dari level pucuk Monas sampai level akar rumput berpotensi besar memunculkan mafia-mafia persepakbolaan. Rantai idealisme yang hilang dalam salah satu jenjang organisasi sudah dimafhumi dapat menimbulkan penyelewengan jabatan.
Pengaturan skor, pengaturan kartu kuning, ketidaknegtralan ofisial pertandingan, dan berbagai problem lain akan tetap menjadi hantu yang pekat bagi sepak bola Indonesia integritas dan dedikasi yang murni tidak lagi bersambung dari hulu ke hilir kepengurusan sepak bola Indonesia.
Sebenarnya hal tersebut tidak hanya dibebankan kepada PSSI, tetapi juga seluruh instansi dan institusi terkait persepakbolaan, seperti Kemenpora, Komisi X DPR, kepolisian, pihak sponsor, ofisial dan wasit, serta berbagai pihak lain.
Memang ada kepentingan yang berbeda dari masing-masing, misalkan pihak sponsor tentunya lebih berat di kepentingan penyiaran dan finansial, tetapi perlu dipahami bahwa kepentingan perbaikan sepak bola nasional tidak boleh terganggu dengan kepentingan-kepentingan lain sehingga harmoni harus dijaga.
Masalah Supporter
Persepakbolaan Indonesia juga masih dibayangi peroalan klasik, yaitu masalah supporter. Kericuhan supporter selama pertandingan, bentrok antarkelompok supporter, dan berbagai masalah terkait tentunya akan menurunkan kualitas liga-liga sepak bola di Indonesia.
Meskipun masalah-masalah terkait suporter tersebut pada dasarnya berada di bawah domain klub, PSSI harus lebih peduli karena suporter adalah bagian dari sepak bola Apalagi tidak semua klub memiliki kepedulian atau kesanggupan untuk mengurusi problem supporternya.
PSSI bersama pemerintah, kepolisian, dan berbagai pihak terkait wajib memberikan pembinaan dan bantuan kepada klub dalam rangka mengondusifkan kondisi suporter.
PSSI perlu menggarisbawahi secara tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh suporter dan klubnya melalui musyawarah dengan keduanya sehingga ke depannya tidak ada lagi ulah negatif dari suporter maupun hak suporter yang tidak diberikan atau difasilitasi dengan baik.
Cara lainnya dapat dilakukan dengan pencerdasan suporter seperti dengan pembelajaran investasi suporter pada keuangan klubnya. Dengan suporter dapat memiliki saham klubnya, diharapkan sense of belonging supporter terhadap klub meningkat dan tidak lagi bertindak anarkis yang dapat merugikan klub juga.
Memang investasi oleh publik seperti itu memiliki kemampuan jumlah finansial yang lebih minim daripada investasi konglomerat, tetapi ini merupakan pembelajaran yang baik bagi supporter dalam tata kelola dan profesionalisme sepak bola, seperti berbagai kelompok buruh di luar negeri yang berjuang dengan jalan iuran investasi saham dengan keuntungan dibagi kepada anggotanya, yang tentunya lebih bermanfaat daripada sekedar demo dan rusuh terus di jalanan.
Selain itu, pihak klub juga mendapatkan keuntungan berupa berupa dana tambahan yang dibutuhkan untuk pengembangan fasilitas klub dan pengembangan pemain-pemain muda hingga keperluan branding klub secara lebih luas yang selama ini, masih banyak klub di Indonesia yang kekurangan dana, kadang sampai saking parahnya untuk membeli tiket dan akomodasi pertandingan tandang di luar pulau saja susah.
Perbaikan Organisasi dan Keuangan Klub
PSSI juga perlu lebih peduli pada aspek profesionalisme organisasi dan finasial klub. Ketersendatan, separasi internal, hingga pembubaran sejumlah klub akibat masalah finansial dan organisasi yang semrawut masih menodai catatan sepak bola Indonesia.
PSSI perlu mengatur regulasi klub sepak bola yang lebih baik dan menegakkan aturan tersebut secara total. Hal ini tentunya penting mengingat untuk mencapai mimpi bersama sepak bola Indonesia, dibutuhkan sustainabilitas dan progresivitas.
PSSI perlu mencontoh perserikatan sepak bola negara-negara lain yang telah establish, seperti Jepang yang persyaratan masuk liga professional bagi tim amatir yang lebih dulu dibentuk begitu baik dan menunjang keberjalanan klub dan kepentingan tim nasional ke depan.
Pembinaan Usia Muda
Terkait dengan kepentingan tim nasional secara khusus dan sepak bola nasional umumnya, PSSI perlu memberikan perhatian lebih kepada pembinaan usia muda. Sejauh ini, cukup banyak perusahaan dan media yang peduli dengan pembinaan usia muda dengan mengadakan liga masing-masing.
Tentunya hal itu dapat dikonsolidasikan dan dimusyawarahkan oleh PSSI menghasilkan suatu rancangan umum liga usia muda yang holistik dan terintegrasi yang menjangkau setiap tempat di Indonesia.
Sejauh ini PSSI dianggap belum terlalu perhatian dengan aspek ini, padahal potensi yang terpendam begitu besar, contohnya juara dunia U15 pun dapat diraih di Gothia meski tanpa PSSI. PSSI paling tidak harus melaksanakan ketentuan-ketentuan FIFA Club Licensing Regulationtentang usia dini.
Penyediaan Infrastruktur
Pembinaan usia dini dan pengembangan klub serta tim nasional tidak dapat terwujud jika tidak tersedia infrastruktur yang memadai. PSSI perlu memperhatikan, menerbitkan, dan memastikan kekonkretan lapangan tentang infrastruktur minimal yang harus dimiliki oleh klub maupun timnas.
Sebenarnya ranah ini merupakan domain berbagai pihak, meliputi PSSI, pemerintah baik pusat maupun daerah, klub, pemilik saham, dan investor. PSSI di sini bertugas menjembatani antara klub dengan pemerintah sehingga pemerintah dan klub dapat menarik investor untuk perwujudan infrastruktur klub dan tim nasional.
Selain itu, PSSI berwenang dan berkewajiban dalam ranah regulasi infrastruktur klub. Di Jerman misalnya, pola peminjaman dana pembangunan infrastruktur dan pembinaan usia muda dari satu klub kaya ke klub lain yang lebih membutuhkan saja umum terjadi dengan dijembatani dan diregulasi oleh federasi sepak bola dan institusi pemerintah terkait.
Hubungan yang Baik dengan Pemerintah
Kesemua pekerjaan di atas tidak akan berjalan baik tanpa adanya hubungan yang baik dengan berbagai pihak, salah satunya adalah perintah, yang diwakili oleh Kemenpora dan juga Komisi X DPR. Contoh yang jelas saja bagaimana hanya sekedar menentukan tempat kongres saja PSSI dan Menpora berdebat.
Begitupun dengan pembekuan PSSI oleh pemerintah beberapa waktu lalu. Hubungan tidak harmonis seperti itu harus dikurangi. Setiap pihak wajib menahan ego demi cita-cita bersama sepak bola Indonesia.
Akuntabilitas Keuangan
Selain itu, akuntabilitas keuangan PSSI harus baik. Bagaimana mungkin kerja sama dengan berbagai pihak dapat terjalin jika akuntabilitas keuangan saja tidak baik, baik laporan finansialnya maupun distribusinya yang diperoleh dari FIFA, sponsor, hak siar, maupun pemerintah, dan sumber lain kepada klub.
Semuanya harus dibuat go public dengan portal data yang bisa diakses secara life time. Hal ini untuk meminimalisir gugatan seperti gugatan suaru LSM via KIP beberapa waktu lalu yang membuat PSSI keberatan. Bantuan peningkatan profesionlisme keuangan diperlukan dari badan-badan pemerintah terkait maupun LSM dan pengamat.
Pemanfaatan Media Sosial
PSSI perlu lebih go public dengan memanfaatkan media sosial untuk menghimpun aspirasi dan membangun opini positif di semua kalangan sepak bola Indonesia sehingga upaya perbaikan yang dilakukan PSSI dapat lebih menyeluruh dan akomodatif terhadap cita-cita insan sepak bola tanah air.
Bantuan Semua Komponen
Akhir kata, semua ulasan di atas memang mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Setiap bagian persepakbolaaan tanah air, termasuk masyarakat, tidak boleh hanya mengkritik PSSI saja, tetapi usulan, saran, sumbangan, dan berbagai bentuk dukungan moril maupun materiil wajib diberikan.
Karena membangun persepakbolaan di negeri ini bukan hanya tugas PSSI, tapi juga tugas semua orang dan institusi yang berhubungan dengan sepak bola. Letjen Edy tidak boleh dibebani tanggung jawab sebagai pahlawan tunggal, karena di masa ini, pahlawan adalah tugas berjamaah.
Karena itu, kita tidak boleh hanya menunggu datangnya pahlawan persepakbolaan nasional, tetapi kita sendiri yang harus memunculkan.
Sekarang yang harusnya berperan adalah kita, sebab memang tak ada lagi yang lain.
*Ungkapan pikiran, pendukung Persibo, tetapi juga jatuh hati pada PSIS Semarang.
Comments
Post a Comment