Posisi Transportasi dalam Sains Kontemporer
Sulit untuk menentukan posisi
studi transportasi dalam struktur sains kontemporer, mengingat sifatnya yang interdisipliner
dengan komponen, hubungan, dan kompleksitas yang banyak, besar dan beragam. Sains
transportasi memiliki irisan dengan studi teknik, perencanaan kota, ekonomi,
manajemen, administrasi publik, geografi, dan lain-lain. Selain itu, sains
transportasi termasuk disiplin ilmu yang relatif muda, sehingga beraneka rupa
masalah baru dapat dengan cepat bermunculan. Dalam perkembangan sejarahnya,
sains transportasi umumnya dikristalkan ke dalam studi teknik atau rekayasa
transportasi yang menjadi cabang dari teknik sipil.[1]
Dalam pelembagaannya, studi transportasi
dapat berdiri sendiri sebagai suatu cabang sains atau terintegrasi ke dalam
cabang sains lain. Sebagai suatu cabang sains yang berdiri sendiri, studi
transportasi dapat dilembagakan ke dalam institut, sekolah, fakultas, atau program
studi (prodi) yang khusus, baik dalam jenjang sarjana maupun pascasarjana.
Sementara itu, sains transportasi yang menjadi cabang keilmuan lain dapat maujud
ke dalam suatu mata kuliah, sub bidang studi, sub jurusan, atau kelompok
keahlian tertentu. Nomenklatur yang digunakan pada keduanya dapat beragam.
Sains transportasi yang berdiri
sendiri umumnya berada dalam naungan sekolah atau institut transportasi dan
logistik yang mempelajari aspek manajemen sistemis dan teknik sistemis
transportasi yang berkaitan dengan alur logistik (supply-chain). Contoh
institut semacam itu adalah Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Yayasan
Trisakti di Jakarta; Institute of Transport and Logistics Studies di University
of Sydney, Australia; serta The Chartered Institute of Logistics and Transport di
Northamptonshire, Inggris dan di Ottawa, Ontario, Canada.
Selain itu, juga terdapat
institut atau prodi dengan orientasi studi yang lebih spesifik, seperti Sekolah
Tinggi Transportasi Darat (STTD) di Bekasi, Akademi Perkeretaapian Madiun, Prodi
Teknik Perkeretaapian Politeknik Negeri Madiun (PNM), Prodi Teknik Perkeretaapian
Institut Teknologi Sumatra (Itera), Prodi Manajemen Transportasi Udara di
Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD) Yogyakarta, Departemen Teknik
Transportasi Laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan lain-lain.
Sementara itu, sains transportasi
yang menjadi cabang ilmu lain dapat memiliki keilmuan induk yang beragam, dari
bidang teknik hingga managemen. Kelompok keahlian Rekayasa Transportasi di
Institut Teknologi Bandung (ITB) misalnya, dinaungi oleh Fakultas Teknik Sipil
dan Lingkungan.[2]
Kelompok keahlian Manajemen dan Rekayasa Transportasi di ITS juga termasuk
dalam cakupan Teknik Sipil.[3] Sementara
itu, kelompok keahlian Desain, Operasi, dan Perawatan Pesawat Terbang (DOPPT),
Prodi Teknik Dirgantara, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB
mencakup topik studi rekayasa dan operasi transportasi udara serta pemodelan
dan analisis transportasi udara.[4]
Sementara itu, dalam Lampiran I
Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Nomor 257/M/KPT/2017 tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tionggi,
nomenklatur kelompok keahlian dan program studi terkait transportasi mencakup Teknik
atau Rekayasa Transportasi dalam Prodi Teknik atau Rekayasa Sipil, Teknik atau
Rekayasa Transportasi Laut dalam Prodi Teknik atau Rekayasa Kelautan, serta
Prodi Transportasi dan Manajemen Logistik yang berdiri sendiri.
Berdasarkan cakupan aspeknya, umumnya
terdapat tiga pendekatan studi sains transportasi, yaitu pendekatan manajemen
dan ekonomi, pendekatan teknik, dan pendekatan sistem. ITL Trisakti misalnya
memiliki Fakultas Manajemen dan Bisnis Transportasi dengan konsentrasi
manajemen pada tiga matra (Udara, Darat, dan Laut) serta Manajemen Logistik dan
Material; Fakultas Sistem Transportasi dan Logistik yang mencakup Prodi
Logistik dan Prodi Transportasi; dan Fakultas Teknik Transportasi dan Logistik yang
mencakup Prodi Teknik Dirgantara dengan konsentrasi Kebandarudaraan, Prodi
Teknik Kelautan dengan konsentrasi Kepelabuhan, dan Prodi Rekayasa
Infrastruktur dengan konsentrasi Perkeretaapian.[5]
Berdasarkan tahapan implementasinya,
topik-topik sains transportasi dapat dibagi dalam kelompok studi perencanaan,
perancangan, pengoperasian, pemeliharaan, pemantauan, dan pengendalian
transportasi.[6]
Kelompok keahlian Rekayasa Transportasi di FTSL ITB misalnya, membagi kegiatan
penelitiannya ke dalam empat sub yang meliputi Perencanaan Transportasi yang
meliputi Perencanaan dan Kebijakan Transportasi, Pemodelan Transportasi,
Ekonomi Transportasi, dan Transportasi Publik; Perancangan Transportasi yang memuat
Rekayasa Lalu Lintas, Rekayasa Infrastruktur Transportasi, dan Pemodelan
Perkerasan; Pengoperasian dan Pemeliharaan Transportasi yang mencakup
Pengelolaan dan Pengoperasian Lalu Lintas, Pengelolaan Transportasi Publik,
Keselamatan Lalu Lintas, dan Pengelolaan Infrastruktur Transportasi; hingga
Pemantauan dan Penelitian Transportasi yang mewadahi Studi Dampak Transportasi
dan Audit Pengelolaan Kualitas Konstruksi Jalan.[7]
Berdasarkan matra operasionalnya,
sains transportasi dapat mencakup studi transportasi darat, laut, udara, dan
perkeretaapian. Studi transportasi matra darat umumnya dicakup dalam Rekayasa
Transportasi yang merupakan cabang dari Teknik Sipil karena berkaitan erat
dengan objek keilmuan Teknik Sipil, seperti dirinci di atas. Selain itu, transportasi
berbasis jalan dan transportasi berbasis rel (kereta api) dapat dipisahkan,
seperti pada STTD yang memiliki jurusan Transportasi Darat, Manajemen
Transportasi Jalan, dan Manajemen Transportasi Perkeretaapian.[8]
Program studi perkeretaapian juga dapat berdiri sendiri, seperti di Itera[9]
atau PNM.[10]
Sementara itu, studi transportasi
matra laut dan udara umumnya menjadi cabang keilmuan dari Teknik Kelautan
(Transportasi Laut) atau Perkapalan dan Teknik Penerbangan atau Dirgantara.
Penekanan studinya dapat dibagi ke dalam orientasi produk serta orientasi
fungsi dan permintaan (jasa). Orientasi studi produknya berpusat pada keilmuan
teknis tentang kapal, pesawat, pelabuhan, dan bandara. Sementara itu, orientasi
fungsinya berpusat pada pendekatan sistemis dari turunan kebutuhan pengguna
jasa transportasi masing-masing matra, baik pada level makro maupun mikro.
Dengan begitu, konsep rute (route)
dan armada (fleet) pada keduanya setara dengan konsep jalan (road)
dan mode (moda) pada matra darat, yaitu memerikan juga cakupan manajemen
dan sistemis, walaupun berada dalam lingkup keilmuan yang lebih teknis.
Pembagian keahliannya pun menyesuaikan aspek produk dan fungsi itu, seperti
Perencanaan dan Manajemen Pelayaran, Perencanaan dan Manajemen Pelabuhan, dan
Transportasi Multimoda dan Logistik pada Teknik Transportasi Laut;[11]
serta Rekayasa dan Operasi Transportasi Udara, Pemodelan dan Analisis Transportasi
udara, Keandalan Maskapai Penerbangan dan Rekayasa Program Perawatan, Analisis
Keselamatan Penerbangan, dan Analisis Sistem Bandara pada Teknik Dirgantara.[12]
Selain itu, studi transportasi
yang dilakukan lebih dengan pendekatan ekonomi dan manajemen sistemis daripada
teknik sistemis, umumnya dimasukkan ke dalam cakupan keilmuan manajemen dan
bisnis. ITL Trisakti misalnya, memisahkan antara Fakultas Manajemen dan Bisnis
Transportasi, Fakultas Sistem Transportasi dan Logistik, serta Fakultas Teknik
Transportasi dan Logistik.[13]
Pemisahan kelompok studi Manajemen Transportasi Udara dari Teknik Dirgantara
juga dilakukan oleh STTKD Yogyakarta.[14]
Institute of Transport and Logistics Studies di University of Sydney juga
termasuk dalam kelompok Business School.[15]
Meskipun terdapat spesialisasi
semacam itu, Rekayasa atau Teknik Transportasi yang menjadi cabang Teknik Sipil
– atau Fakultas Sistem Transportasi seperti di ITL Trisakti – tetaplah dapat
dirujuk sebagai representasi umum studi transportasi, karena objek keilmuan
utamanya memanglah berkenaan dengan transportasi, bukan turunan yang timbul
dari persentuhan teknologi kapal, pesawat, atau kereta api dengan industri
transportasi. Selain itu, bahan ajar pada Teknik Transportasi juga dapat
mencakup topik-topik yang terdapat dalam kajian transportasi di Teknik
Penerbangan, Teknik Transportasi Laut, dan Teknik Perkeretaapian, walaupun
persentasenya mungkin tidak sebanyak topik-topik tentang transportasi berbasis
jalan.
Rekayasa atau teknik transportasi
umumnya didefinisikan sebagai penerapan prinsip-prinsip sains dan teknologi
dalam perencanaan, desain fungsional, pengoperasian, dan pengelolaan berbagai
fasilitas untuk segala bentuk mode transportasi (jalan, rel, air, dan udara)
dengan tujuan untuk menjamin pergerakan manusia dan barang yang aman, cepat,
nyaman, mudah, ekonomis dan ramah lingkungan.[16]
Frasa “segala bentuk mode transportasi” tersebut menunjukkan bahwa cakupan
studi transportasi dalam Teknik Sipil memang lebih global. Namun, hal itu
tidaklah dimaksudkan untuk mengerdilkan pentingnya studi transportasi dalam
cakupan Teknik Dirgantara, Teknik Transportasi Laut, Teknik Perkeretaapian,
maupun Manajemen dan Ekonomi Transportasi. Toh, paradigma transportasi pada
dewasa ini semakin sistemis dan multi-modal.
Terlihat bahwa teknik
transportasi merupakan bidang studi yang multidisipliner dan relatif baru yang
telah memperoleh landasan teoretis, perangkat metodologis, dan area yang luas
dari keterlibatan negara, publik, dan swasta. Konsep-konsepnya diambil dari
berbagai bidang, seperti ekonomi, geografi, riset operasi, perencanaan wilayah,
sosiologi, psikologi, statistik dan probabilitas, dipadukan dengan perangkat
analisis yang umum digunakan dalam bidang teknik. Implementasi keilmuannya
melibatkan berbagai aktivitas penting dari para pembuat kebijakan, manajer,
administrator, perencana, insinyur, analis, pekerja konstruksi, operator,
petugas pemeliharaan, hingga regulator dan badan-badan pengawas.[17]
Kurikulumnya dapat mencakup
sistem transportasi perkotaan, statistik transportasi, matematika transportasi,
sistem transportasi nasional, teknologi sarana transportasi, sumber daya
manusia transportasi, perhitungan biaya dan tarif transportasi, hubungan tata
guna lahan dengan transportasi, metode survei dan analisis data transportasi,
sistem informasi geografis, lingkungan dan energi transportasi, riset operasi,
transportasi penumpang, ekonomi transportasi, manajemen lalu lintas jalan,
manajemen operasi transportasi, manajemen rantai pasok, studi kelayakan
transportasi, manajemen proyek transportasi, kebijakan transportasi,
digitalisasi dan sistem transportasi cerdas, perangkat lunak untuk solusi
transportasi, dan transportasi barang.
Dalam pemaknaannya yang lebih
luas di matra udara, kurikulum transportasi dapat meliputi sistem bandar udara,
regulasi penerbangan, rencana induk bandar udara, leadership airport,
mekanika teknik dasar, pengetahuan dasar penerbangan, desain dasar bandara,
operasi bandara, fasilitas bandara internasional, pelayanan lalu lintas
penerbangan, regulasi bandara, studi kelayakan bandara, manajemen proyek
bandara, aksesibilitas bandara, pemeliharaan kelistrikan bandara, penyelamatan
bandara dan penanggulangan kebakaran, pemeliharaan alat bantu navigasi udara,
keamanan penerbangan, pemeliharaan pavements & unpaved areas,
standarisasi dan sertifikasi bandara, perkembangan teknologi bandara, dan
teknik perawatan pesawat.
Dalam bidang transportasi laut,
kurikulum yang ada umumnya memuat mekanika tanah, mekanika teknik, desain
pelabuhan, teknik fondasi, teknik gelombang, sistem operasi terminal umum, dredging
& reclamation curah cair, konstruksi pelabuhan, desain breakwater,
teknik pantai, peti kemas dan peralatan peti kemas, sistem informasi pelabuhan
dermaga, gudang dan lapangan penumpukan, sistem operasi terminal penumpang,
rencana induk pelabuhan, studi kelayakan pelabuhan, biaya dan tarif pelabuhan, shipping
operation, sistem dan regulasi pelabuhan, dangerous goods, riset
operasi, dan sumber daya kelautan.
Sementara itu, kurikulum
transportasi perkeretaapian dapat mencakup sejarah perkembangan perkeretaapian,
pengetahuan dasar sistem operasi kereta api, sains lingkungan, statika dan
mekanika bahan, mekanika tanah, perancangan struktur beton, gambar teknik,
pemetaan dan survei, teori rangkaian listrik, teknik dan konstruksi,
persinyalan kereta api, teknik fondasi konstruksi jalan rel, hidrologi,
konstruksi jembatan kereta api, railway tunnelling, construction
railway station yard, teknik dan konstruksi telekomunikasi kereta api,
regulasi dan perundang-undangan kereta api, konstruksi bangunan stasiun, teknik
perawatan trek, perencanaan infrastruktur ramah lingkungan, perencanaan kereta
api, keselamatan transportasi, dan kereta api berkecepatan tinggi (high
speed train).
Begitu pula hasil survei yang
dilakukan oleh C. Jotin Khisty terhadap para praktisi transportasi di Amerika
Serikat pada 1980-an, juga memperlihatkan bentang studi transportasi yang luas
dan interdisipliner. Para praktisi tersebut, berdasarkan pengalaman mereka, mengusulkan
topik-topik yang mereka anggap sebagai pokok studi dalam rekayasa transportasi,
yang meliputi desain geometris jalan raya, karakteristik pengoperasian
kendaraan, studi kapasitas jalan raya, desain persimpangan jalan raya,
perencanaan transportasi, peralatan kendali lalu-lintas, ekonomi transportasi,
interaksi tata guna lahan dengan transportasi, teknik evaluasi, manajemen
sistem transportasi, deskripsi sistem transportasi, karakteristik arus
lalu-lintas, keamanan lalu-lintas, prosedur-prosedur kontrak, spesifikasi,
karakteristik operasional mode transportasi, angkutan massal, perencanaan
bandara, transportasi dan pemberdayaan manusia, dan sejarah transportasi.[18]
Dengan demikian, semakin jelas
bahwa sebagai cabang ilmu, rekayasa transportasi memiliki keterkaitan yang erat
dengan sosiologi, psikologi, politik, manajemen, ekonomi, planologi,
arsitektur, rekayasa sistem, teknik sipil, matematika dan statistika, teknik
dirgantara, teknik perkapalan dan kelautan, teknik perkeretaapian, rekayasa
informatika dan elektronika, teknik mesin, dan lain-lain. Kita lihat cakupan
interdisipliner teknik transportasi begitu luas, meliputi sisi “keilmuan lunak”
yang berkenaan dengan manusia dan kemasyarakatan, dan sisi “keilmuan keras”
yang berhubungan dengan teknik dan sains eksak.
Dengan luasnya kajian yang ada di
dalamnya, pendekatan studi transportasi sulit untuk berdiri sendiri, meskipun
pada praktiknya, terdapat kelompok studi yang mengkhususkan pendekatan
manajemen dan bisnis saja – yang dianggap mewakili sisi lunak transportasi –
atau pendekatan teknis saja – yang berkenaan dengan sisi keras transportasi.
Namun, pada perkembangan studinya, masing-masing pendekatan tersebut mengarah
pula kepada pendekatan sistemis. Dengan demikian, pada setiap program studi
atau institut yang mengkhususkan diri di bidang manajemen atau teknik
transportasi itu, kita akan mendapati topik-topik studi yang digelar dalam
kerangka sistem transportasi.
Pendekatan sistem (system
approach) adalah suatu cara yang sistemis dan menyeluruh untuk memecahkan
masalah yang melibatkan suatu sistem. Sistem adalah suatu perangkat yang
terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, disebut komponen, yang
menjalankan sejumlah fungsi dalam rangka mencapai suatu tujuan. Analisis sistem
adalah penerapan metode ilmiah guna memecahkan masalah-masalah yang rumit dan
interdisipliner di dalamnya. Tujuan (goal) dari sistem yang dianalisis
harus dirumuskan dalam pernyataan-pernyataan operasional yang terukur dan dapat
dicapai (disebut objektif).[19]
Setiap objektif dari suatu sistem
umumnya memiliki ukuran-ukuran efektivitasnya sendiri (measure of effectiveness
/ MOE). MOE merupakan suatu ukuran yang menunjukkan hingga sejauh mana setiap
tindakan yang diambil dapat memenuhi objektifnya. Ukuran-ukuran yang
berhubungan dengan hilangnya keuntungan atau lepasnya peluang untuk setiap
alternatif disebut ukuran biaya (measure of costs / MOC). MOC merupakan
konsekuensi dari keputusan dalam memilih alternatif itu. Suatu kriteria atau
persyaratan menghubungkan MOE dan MOC dengan cara menetapkan suatu aturan yang
digunakan untuk memilih salah satu dari beberapa tindakan alternatif yang biaya
dan efektivitasnya telah diketahui. Suatu tipe kriteria atau persyaratan yang
khusus untuk mematok tingkat terendah (atau tertinggi) dari performa sistem
yang dapat diterima maujud sebagai objektif definitif, yang disebut sebagai
standar.[20]
Standar bagi suatu sistem umumnya
ditetapkan dalam regulasi otoritas. Regulasi itu diwujudkan melalui suatu
kebijakan (policy) dari pihak yang berkuasa atau berwenang sebagai prinsip
pengarah atau langkah-langkah yang digunakan untuk mencapai objektif sistem.
Pelaksanaan standar atau regulasi itu tentu perlu dievaluasi, karena umpan
balik dan pengendalian sangat diperlukan agar performa sistem efektif. Tindakan
mengevaluasi status aktual dari suatu sistem dan menentukan arah perubahannya
disebut sebagai penentuan kebijakan.[21]
Kebijakan terkait sistem itu pada
akhirnya akan memberikan dampak terhadap manusia, masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya, terutama pengguna langsung dari sistem itu. Hal itu karena terdapat
konsep-konsep rumit yang membentuk keinginan dasar dan menggerakkan perilaku
manusia sebagai pengguna sistem. Seiring perubahan pada sistem itu, insan yang
berhubungan dengannya juga dapat mengalami perubahan nilai. Lebih jauh lagi,
setiap kebijakan dalam merumuskan regulasi atau standar itu pasti dipengaruhi
oleh nilai-nilai dari pihak yang menentukannya, baik itu nilai sosial, nilai
budaya, nilai tamadun, dan lain-lain.[22]
Meskipun studi sains dan teknik
kontemporer selalu menekankan objektivitas, setiap keilmuan yang melibatkan
manusia, sebagai makhluk yang memiliki sisi pandangan subyektif, tidak akan terlepas
dari nilai-nilai yang melandasi pemikiran manusia itu, termasuk dalam melakukan
analisis sistem transportasi. Paradigma yang terbentuk dari nilai-nilai itu
akan mempengaruhi cara penentu kebijakan dalam mengidentifikasi masalah-masalah
dan nilai-nilai komunitasnya yang terkait dengan sistem itu. Seterusnya,
paradigma itu akan memberi warna dalam proses penentuan tujuan, objektif,
kriteria, standar, dan regulasi bagi sistem.[23]
Berbagai patokan itu pada
gilirannya akan menuntun otoritas dalam merancang, mengkaji, dan memilih
alternatif aksi. Pengujian terhadap objektif dan alternatif yang lama serta
penentuan atau modifikasi objektif dan alternatif baru hingga keseluruhan
perulangan analisis, sampai dihasilkan bentuk sistem yang dinilai paling tepat,
juga tidak terlepas dari paradigma, nilai, asumsi, dan berbagai hal subyektif
lainnya. Besarnya peran paradigma atau nilai-nilai dalam studi dan implementasi
rekayasa transportasi itu akan semakin terlihat jika kita meninjau pergeseran
paradigma transportasi dari paradigma lama yang berkutat pada motorisasi
mekanis menuju paradigma baru yang multi-modal dan lebih mementingkan manusia, komunitas,
dan lingkungan.
Dengan demikian, sistem
transportasi dapat dipandang sebagai suatu pengejawantahan dari tatanan nilai
suatu kelompok kecil penentu kebijakan, yang dapat mempengaruhi perkembangan
tatanan nilai dari kelompok masyarakat yang lebih besar. Dengan kata lain,
studi tentang transportasi, seberapa pun objektifnya, tetaplah sarat dengan
nilai. Sains dan rekayasa transportasi dalam berbagai bentuknya, perlu kita
pandang sebagai keilmuan yang memiliki paradigma tertentu. Karena itu,
penyelidikan terhadap paradigma transportasi kontemporer, serta hubungannya
dengan struktur peradaban secara umum, perlu dilakukan.
[1] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi
Edisi Ketiga Jilid 1, Terjemahan Fidel Miro, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal
xi-xiii
[6] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...
, hal. 5
[9] Web: https://www.itera.ac.id/itera-buka-pendaftaran-jalur-mandiri-khusus-prodi-s1-teknik-perkeretaapian/
[15] Web: https://www.sydney.edu.au/business/our-research/institute-of-transport-and-logistics-studies.html
[16] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 5
[17] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 6
[18] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal xv
[19] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 7
[20] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 7
[21] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 8
[22] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 7
[23] C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi ...,
hal. 8
Comments
Post a Comment