Nasib Studen Indonesia di Nederland

 

Tulisan Soekiman Wirjosandjojo di Pedoman Masyarakat, Medan, 7 Februari, 1940

Sebagaimana pernah kami bentangkan dalam pertemuan yang menyambut kedatangan kami dari Eropa tempo hari di Jakarta, Mataram, dan Surabaya, maka dengan perantaraan pers ini pula perlulah kiranya kami sampaikan amanat dari kaum studen kita di Nederland itu kepada sidang ramai di Indonesia, berhubung dengan peri keadaan atau lebih jelas kesukaran hidup mereka di sana itu.[1]

Rupanya krisis ekonomi dunia yang menjelang sejak tahun 1929 itu ada memberi pengaruh jelek juga pada nasib serta keadaan kaum studen kita di sana, karena sejak itu waktulah sokongan yang mereka dapat dari orang tua atau sanak keluarganya dari Indonesia makin lama makin kurang hingga tak dapatlah buat ongkos hidup yang sekedar pantas bagi kaum studen itu di negeri Belanda.[2]

Sebagaimana orang tentu mengetahui, bahwa tingkat penghidupan (levenstandaard) di sana lebih tinggi daripada di Indonesia, lebih-lebih dalam musim salju (winter) di mana antara lain-lain orang menghendaki pemanasan hawa (kamerverwarming) dan lain-lain alat pakaian yang serba tebal, yang semuanya itu meminta ongkos yang sangat tinggi.[3]

Maka untunglah, bahwa sebagian besar dari kaum studen kita di sana itu sudah sementara tahun berjalan telah berhasil mendirikan sebuah Clubhuis dengan nama Clubhuis “Indonesia”, dalam mana dapat memberi kesempatan kepada kaum studen kita buat membikin pertemuan dan menyediakan makanan dengan ongkos yang seringan-ringannya, hingga dapat menolong hidupnya beberapa studen yang tidak cukup mendapat bantuan dari Indonesia atau yang sama sekali tidak mendapat bantuan dari sanak keluarganya.[4]

Sungguh sangat berhargalah pendirian Clubhuis ini karena kecuali dibuat amal, pun dapat mengibarkan nama “Indonesia” di negeri Belanda, tetapi mengingat beratnya beban yang menjadi tanggungannya pendirian ini, terutama dalam musim perang seperti sekarang, maka bagi menjaga tegak berdirinya pendirian tersebut sudah barang tentu tidak saja menghendaki sepenuh-penuhnya perhatian daripada rakyat kita di sini, tetapi pun sokongan tenaga dan harta dari mereka yang agak mampu sangat-lah diharapkan kaum studen dan Clubhuis-nya di sana itu.[5]

Demikian itulah pesan dari kaum studen kita di Nederland pada waktu kami hendak bertolak dari sana, buat disampaikan kepada sidang ramai di sini, dan alangkah besar hati mereka itu mendengar kabar, bahwa sekarang ini kami telah tiba kembali dengan selamat di Indonesia dan merasa girang atas segala apa yang telah kami lakukan kepadanya, sebagaimana ternyata daripada surat-surat yang kami kutipkan seperti di bawah ini:[6]

Leiden, 1 Desember 1939

Tuan Dr. Soekiman Yth.!

Dengan besar hati kami menerima kabar, tuan sudah selamat datang kembali di Indonesia.

Maka atas nama anggota-anggota dan pengurus Clubhuis “Indonesia”, bersama ini kami mengucapkan banyak terima kasih, mendapat sokongan dari tuan yang begitu perlu di dalam waktu yang sukar ini.

Dengan salam kebangsaan

Atas nama Pengurus Clubhuis “Indonesia”

Penulis,

(w.g.) Z. Zain.

Lagi satu surat dari seorang studen yang tidak perlu kami tunjukkan namanya di sini, dan tertulis dalam bahasa Belanda dengan zonder perubahan dari kami seperti berikut.[7]

Den Haag, 27 Dec. 1939

Geachte Heer Soekiman,

In de krant he bik gelezen, dat U en Mevrouw behouden wel in Indonesia bent anngekomen. Ik hoop, dat het U ook nu goed gaat. Wat mij betreft, gaat her minder rooskleurig, en ik zit wel diep in de put. Ik zit n.l. al gedurende 3 maanden zonder geld, en toch moet ik elken dag eten en mijn kolen en kamerhuur betalen, wil ik niet uithongeren of op straat gezet worden om te bevriezen in dezen winter. Het is wel om wanhopig te worden! Wel hebben ze me thuis verzekerd, dat er voor mij gezorgd is. Maar intusschen zijn er 3 maanden voorbij gegaan zonder dat ik eenig geld heb mogen ontvangen. Men vergeet, geloof ik, dat ik hier heelemaal allen ben zonder familie die mij eventueel gratis een bordje rijst will geven en een plaatsje opruimen bij de warme haard in dese koude.

Het is door deze nood, dat ik U schrijft in de hoop, dat U mij zoundt kunnen helpen, hierin.

Bijvoorbaat dank ik U hartelijk voor alles.

Met hartelijke groeten

Uw.

(Nama pengirim tidak diumumkan)

 

Keterangan Redaksi:

Maksudnya dengan ringkas di dalam bahasa kita, sesudah dinyatakannya bahwa ia membaca di dalam surat kabar tentang kesampaian tuan dr. Soekiman di Indonesia kembali; maka dinyatakannya berhubung dengan keadaan dirinya sudah 3 bulan lamanya tidak ada mempunyai uang, dan di dalam pada itu setiap hari ia mesti makan; mesti sediakan arang untuk pemanasan badan; mesti bayar sewa kamar.[8]

Benar, bahwa familinya dari rumah katanya telah menjanjikan akan memberikan bantuan tetap, tetapi dalam masa 3 bulan ia tak pernah menerima uang, meski sepeser buta sekali pun. Dengan terharu dinyatakannya, familinya boleh jadi tidak ingat, bahwa ia hanya sebatang-kara saja tinggal di rantau, tidak ada seorang famili pun di rantau yang bisa diharapkan dapat memberikan sepiring nasi, memberikan tempat kediaman dan menyediakan alat-alat untuk memanaskan badan di dalam masa yang dingin ini. Diharapkannya selanjutnya, supaya nasibnya itu diperhatikan, dan akhirnya diberikan perbantuan.[9]

Demikian surat-surat yang kami pandang perlu kami umumkan dengan perantaraan pers, barangkali kiranya di antara pembaca, terutama yang agak mampu dapat tertarik oleh sari-sari dari surat itu dan berkenan atau merasa wajib turut menyokong terhadap nasib studen-studen kita di Nederland, hendaknya dialamatkan saja kepada Clubhuis “Indonesia” di Leiden, agar dapat digunakan buat keperluan mereka bersama di sana.[10]

 

Pemandangan Redaksi:

Sesungguhnya, nasib studenten kita di luar negeri itu, lebih-lebih di dalam zaman seperti sekarang, sangat menyedihkan sekali. Banyak di antara mereka yang tidak menerima belanja lagi dari pihak orang tua ataupun famili, terbawa oleh beberapa keadaan yang memaksa.[11] Pembaca kita tentu dapat membayangkan, betapa sukarnya hidup di negeri orang dengan tak ada mempunyai uang.[12] Kesulitan itu lebih terasa lagi bagi kaum studenten, karena di samping itu mereka mesti pikirkan soal pelajarannya, dan di hadapan mereka terbayang suatu penghargaan batin dari Tanah Air. Untuk melanjutkan pelajaran, perlu sekali kepada ketenangan pikiran, dan ketenangan itu sekarang tidak diperoleh, sebab otaknya itu mesti diparo pula untuk memikirkan apa yang akan dimakan besok pagi, dengan apa sewa rumah akan dibayar dan lain-lain sebagainya. Peristiwa yang demikian tidak hanya mengenai studenten kita di Nederland saja, tapi demikian juga di Mesir dan di lain-lain tempat. Lukisan kesukaran yang diuraikan di atas, baru satu di antaranya; sedang di samping itu ada pula studenten kita yang tidak hanya 3 bulan, tapi sudah bertahun tidak menerima belanja.[13]

Di dalam “Timbangan Redaksi” dua minggu yang silam, kita pun turut menganjurkan, supaya di tiap-tiap daerah terutama dibangunkan dengan segera plaatselijke studiefonds, yang akan berusaha memberikan perbantuan kepada pemuda-pemuda kita yang sukar kehidupannya di luar negeri itu. Syukur sekali, kalau ada di antara kaum dermawan bangsa kita yang tergerak hatinya memberikan pertolongan. Soal ini tidaklah dipandang soal lingkungan famili dari golongan studenten yang tersangkut, tapi ia adalah soal masyarakat kita.[14]

Cuma saja inisiatif untuk menyusun usaha perbantuan itu, kita harapkan istimewa dari golongan yang paling dekat, sebab tiap-tiap kita tinggal di satu-satu daerah tentu mengetahui, bahwa dari daerah kita itu ada mempunyai studen di luar negeri, yang rasa-rasanya akan diketahui juga, apakah kehidupannya itu ada dalam keadaan baik atau kesukaran?[15]

 



[1] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot, (Malang: YP2LPM, 1984), hal.56

[2] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.56

[3] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.56

[4] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.56

[5] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.56-57

[6] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.57

[7] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.58

[8] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.59

[9] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.59

[10] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.59

[11] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.59

[12] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.59-60

[13] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.60

[14] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.60

[15] Soekiman Wirjosandjojo, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriot ..., hal.60

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Mewariskan Nilai, Merawat Harapan