Pembentukan Terminologi dalam Bahasa Arab: Tinjauan Paper

 

Kata terminologi atau istilah berkaitan dengan kata bahasa Inggris, term dan terminology, dan kata bahasa Arab, iṣṭilāḥ atau muṣṭalaḥ. Kata iṣṭilāh sebagai “proses pembentukan istilah”, dapat diartikan sebagai ittifāq qawmin ʿalā tasmiyati-sh-shay’ bi-ism ma yunqalu ʿalā mawḍīʿih al-awwal, wa ittifāq ṭāifah ʿalā waḍʿi-l-lafẓ bi-izā’i al-maʿnā, wa ikhrāju-l-lafẓ min maʿnā lughawī ilā ākhar, li-munāsabah baynahumā, yaitu “itifak suatu kaum atas penamaan sesuatu hal menggunakan nama atau kata (isim) yang dipindahkan/digeser dari subjek (pemaknaan) awalnya, persetujuan suatu kelompok untuk menempatkan suatu lafaz dalam kaitannya dengan suatu makna, atau mengeluarkan lafaz (kata) itu dari satu makna linguistik kepada makna linguistik yang lain, agar sesuai di antara mereka”.[1]

Kesepakatan itu dimaksudkan untuk menempatkan kata secara tertentu dalam kaitannya dengan artinya, sementara pergeseran makna linguistik ke makna lain itu dilakukan untuk memperjelas hal yang dimaksud. Dengan demikian, istilah dapat dimaknai sebagai suatu ekspresi atau lafaz kata yang maknanya telah diubah atau ditransmisikan dari subjek makna asalnya untuk memerikan suatu subjek makna tertentu atau untuk maksud-maksud tertentu dan perubahan tersebut disetujui oleh suatu kelompok khusus. Dengan kata lain, istilah itu adalah suatu lafaz kata yang digunakan untuk memerikan suatu subjek makna oleh sekelompok orang yang menyepakatinya (lafẓ muʿayyan bayn qawm muʿayyinīn). Agar suatu ekspresi dapat menjadi istilah, terdapat beberapa persyaratan penting: verbalisme, perubahan makna, dan kesepakatan.[2]

Pembentukan istilah adalah bagian penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan, terutama dalam penerjemahan dan penyerapan konsep-konsep baru – umumnya dari peradaban atau kebudayaan yang lebih kuat – atau pemaknaan atau pemahaman baru terhadap konsep-konsep lama yang terkait dengan pergeseran paradigma dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Hal itu misalnya, dapat dilihat dalam proses penerjemahan dan penyesuaian konsep-konsep dalam sains dan filsafat Yunani, Persia, dan India ke dalam struktur keilmuan Islam, terutama di masa Umayyah dan Abbasiyyah. Proses tersebut berperan dalam mengakomodasi masuknya banyak kosa kata baru dan membentuk suatu struktur sains dan falsafah Islam yang unik. Demikian pula, proses itu penting dalam konteks kontemporer, terutama terkait dengan upaya Islamisasi sains Barat modern, yang didominasi oleh terminologi bermuatan pandangan hidup sekuler.

Keadaan demikian itu tentu menimbulkan tantangan tersendiri. Di satu sisi, bahasa Arab adalah bahasa Quran, sehingga mempertahankan kemurniannya sangat penting bagi upaya peningkatan pemaknaan umat terhadap ayat-ayat Quran dan penguatan pandangan hidup Islam. Sementara itu, di sisi lain, penguasaan sains dan teknologi sebagai salah satu langkah Islamisasi ilmu pengetahuan mau tidak mau menghadirkan banyak istilah asing yang ditransfer dari bahasa-bahasa Barat, terutama Inggris, Jerman, dan Perancis. Permasalahan yang sama juga berlaku untuk bahasa dunia Islam lain, termasuk bahasa Melayu dan Indonesia. Dan karena bahasa itu tidak lepas dari pandangan alam, metodologi pembentukan istilah baru yang mampu menghadapi tantangan ilmu pengetahuan kontemporer, tetapi tetap berakar pada sumber-sumber pokok ajaran Islam, menjadi penting untuk ditelaah.

Terdapat beberapa metode pembentukan istilah dalam bahasa Arab yang dapat diteliti: (1) menurunkan ekspresi baru dari akar kata Arab asalnya atau dari akar kata yang telah diarabkan untuk memerikan konsep baru (al-ishtiqāq); (2) mengarabkan kosa kata asing berdasarkan tabiat bahasa Arab (at-taʿrīb, Arabisasi); (3) menggabungkan beberapa elemen linguistik yang berfungsi secara independen untuk menghasilkan unit konsep baru (an-naḥt, pencampuran atau penggabungan);  dan (4) penggunaan sumber leksikal dan modifikasi konsep kata asal (ekstensi semantik)  untuk menghasilkan cakupan konsep baru, atau meminjam istilah dari dalam bahasa sendiri untuk digunakan dalam disiplin bidang yang berbeda (al-majāz, metafora atau istinbāṭ, deduksi).[3]

Al-Ishtiqāq (Derivasi Makna)

Derivasi merujuk pada pembentukan kata dari kata yang sudah ada sebelumnya yang menghasilkan suatu kata baru, misalnya bangsa, kebangsaan, dan bangsawan. Dalam bahasa Arab, kelompok Basrah memandang bahwa sumber dari derivasi makna adalah infinitif (masdar), sementara kelompok Kufah menyatakan bahwa sumber derivasi makna adalah kata kerja (fiʿl). Pengertian leksikal dari derivasi dalam bahasa Arab adalah pembuatan kata baru dari kata lain atau dari akar kata (radikal). Proses ini dianggap sebagai cara paling natural untuk mengembangkan bahasa. Bahasa Arab kerap disebut sebagai lughāt al-ishtiqāq, bahasa derivasi, karena kemampuan pembentukan kata baru dari akar katanya yang luas.[4]

Terdapat beberapa bentuk utama derivasi: (1) al-ishtiqāq aṣ-ṣaghīr (derivasi sederhana), (2) al-ishtiqāq al-kabīr (derivasi luas / metatesis), dan (3) al-ishtiqāq bi-t-tarjamah (parafrase / lokusi melingkar).

Al-Ishtiqāq aṣ-Ṣaghīr

Derivasi sederhana digunakan secara ekstensif di masa Abbasiyyah untuk membentuk kamus baru dalam bidang filsafat, sains, dan teknologi. Ini merupakan proses paling praktis dalam membentuk istilah baru, yang telah digunakan sepanjang sejarah bahasa. Dalam proses ini, konsonan radikal tidak diubah, tetapi diturunkan dan dibangun. Akar kata bahasa Arab secara tradisional mewakili tiga konsonan (fā’, ʿayn, dan lām) sesuai pola morfologi yang berlaku. Cara derivasi yang paling mudah adalah bahwa semua kata berbagi akar kata trilateral dari kata kerja faʿala (melakukan) dan hanya bervariasi dalam tambahan huruf-huruf yang berfungsi sebagai indikator morfemis. Hal itu seperti akar kata ḍaraba (ḍ-r-b) “memukul” yang dapat menurunkan bentik ḍarb (pukulan) (kata benda), miḍrab (pentungan), dan maḍrūb (dipukul).[5]

Bentuk turunan kata kerja itu biasanya ada lima belas, tapi tiga yang terakhir jarang digunakan: 1) faʿala فعل; 2) faʿʿala فعّل; 3) fāʿala فاعل; 4) afʿala أفعل; 5) tafaʿʿala تفعّل; 6) tafāʿala تفاعل; 7) infaʿala إنفعل; 8) iftaʿala إفتعل; 9) ifʿalla إفعل; 10) istafʿala إستفعل; 11) ifʿālla إفعال; 12) ifʿawʿala إفعوعل; 13) ifʿawwala إفعوّل; 14) ifʿanlala إفعنلل; dan 15) ifʿanlā إفعنلى.[6]

Meskipun derivasi semestinya hanya dilakukan menurut aturan klasik, di abad pertengahan, jenis derivasi baru ditambahkan kepada aturan yang ada. Jenis baru ini didasarkan atas derivasi dari kata kerja abstrak dengan menambahkan akhiran seperti iyyah atau āniyyah untuk membentuk kata baru. Jenis derivasi ini amat produktif untuk membentuk kata benda abstrak, seperti qur’āniyyah (Qurani) dari qur’ān (Quran), ruḥāniyyah (spiritualitas) dari rūḥ (ruh), mas’ūliyyah (tanggung jawab) dari mas’ūl (irang yang bertanggung jawab), jāhiliyyah (kebodohan) dari jāhil (orang yang bodoh).[7] Penerjemahan naskah sains dan filsafat zaman itu juga menelurkan istilah seperti huwiyyah dari huwa, māhiyyah dari mā huwa, dan seterusnya yang memerlukan penjelasan tersendiri.

Namun, banyak kata benda konkret primer yang bertentangan dengan aturan yang dikemukakan oleh filolog Arab yang menunjukkan bahwa kriteria al-qiyās (analogi) tidak boleh diterapkan dari akar nominal. Ini karena beberapa pola derivasi klasik ini agak terbatas dan tidak selalu berlaku untuk kosa kata modern. Konsep sintaksis al-qiyās dapat didefinisikan sebagai metode dengan mana kata-kata baru dibentuk atau diturunkan sesuai dengan kata-kata yang sudah ada. Selain itu, juga terdapat konsep sintaksis al-samāʿ (pendengaran) yang biasa digunakan sebagai kebalikan al-qiyās. Istilah-istilah yang tergolong al-samāʿ menyiratkan bahwa ia memiliki bentuk yang tidak beraturan, yaitu menyimpang dari pola yang dikenal yang digunakan dalam derivasi. Kita mungkin melewatkan fakta bahwa al-samāʿ lebih kuat daripada al-qiyās karena mayoritas ahli bahasa Arab menyetujui gagasan bahwa ketika al-samāʿ sudah dipakai, al-qiyās menjadi tidak valid.[8]

Dengan demikian, pola saja tidak dapat mengatasi perubahan radikal dalam fitur gramatikal yang dialami bahasa Arab saat ini. Langkah-langkah tertentu telah diambil dengan cara mendorong ciri-ciri evolusioner tertentu, untuk meningkatkan proses penciptaan kosa kata baru. Derivasi dari kata benda konkret segera ditolak di masa lalu dan sulit untuk menemukan derivasi berbasis kata benda. Namun kini, derivasi kata benda banyak digunakan karena dianggap sebagai salah satu cara paling praktis untuk memperkenalkan istilah baru dalam bahasa Arab. Misalnya, dari kata benda berikut kita dapat memperoleh kata kerja ini: ista’sada (menjadi berani seperti singa) dari asad (singa), ṣallaba (menyolidkan) dari ṣalābah (kesolidan), sajjala (mencatat) dari sijil (catatan), dan taʿamlaqa (menjadi raksasa) dari ʿimlāq (raksasa).[9]

Akademi Bahasa Arab Kairo telah menetapkan beberapa kerangka bentuk nominal al-qawālib al-ismiyyah untuk digunakan secara analogis dalam neologisme. Beberapa contohnya sebagai berikut.

1.      Kerangka fiʿālah memiliki arti keahlian atau keterampilan; dengan memasukkan akar ke dalam pola ini kita dapat memperoleh nama-nama berbagai kerajinan atau keahlian seperti tijārah (perdagangan), ṭibāʿah (percetakan), ʿimārah (keahlian bangunan), ṣināʿah (industri), ḥidādah (pertukangan/pandai besi), sibākah (pekerjaan pengecoran), dan nijārah (pertukangan).[10]

2.      Bentuk faʿlān digunakan untuk istilah-istilah yang menunjukkan gerakan atau emosi, seperti ṭayarān (penerbangan), hayajān (kemarahan); ghalayān (mendidih), dan ghathayān (mual).[11]

3.      Bentuk fuʿāl digunakan untuk istilah-istilah yang menyatakan penyakit, seperti zukām (batuk), judzām (lepra), nukāf (parotitis), dan ruʿāf (epistaksis; rhinorrhea).[12]

4.      Bentuk faʿʿāl digunakan dalam menurunkan istilah-istilah yang menunjukkan profesi atau mencirikan aktivitas kebiasaan, seperti jarrāh (ahli bedah), ṭayyār (pilot), sawwāq (sopir) dan baḥḥār (pelaut). Banyak neologisme juga dibuat melalui derivasi di MSA, misalnya dari pola yang menunjukkan lokalitas seperti maṣnaʿ (pabrik), maṭbaʿah (pers), majmaʿ (akademi), masraḥ (teater), maṭār (bandara), mawqif (halte bus) dan maḥaṭṭah (stasiun).[13]

Perlu dicatat bahwa jenis-jenis derivasi seperti ini (kata benda diturunkan menjadi kata kerja) secara luas digunakan dalam bahasa lain seperti bahasa Inggris terutama dalam menciptakan terminologi ilmiah dan teknis baru seperti: computer dan computerize, hydrogen dan hydrogenize, standard dan standardize, volcano dan vulcanize, serta Pasteur dan pasteurize.[14]

Namun demikian, potensial teoritis dari pembentukan kata lewat metode derivasi ini tidak diimbangi oleh capaian praktisnya. Dalam kurun tiga puluh tahun sampai 1965, Akademi Bahasa Arab di Kairo dan Damaskus hanya menyetujui 2500 item derivatif di antara mereka. Di sisi lain, metode penggandaan kata ini acapkali menimbulkan duplikasi istilah-istilah teknis, seperti lima istilah turunan untuk telepon genggam, mubāyl (transliterasi dari Inggris), naqqāl, jawwāl, maḥmūl, khilyawi (dalam bahasa Arab), sililur, dan burṭabl (transliterasi dari Perancis, portable dan cellulaire).[15]

Al-Ishtiqāq al-Kabīr

[] TBD; cari di sumber lain

Al-Ishtiqāq bi-t-Tarjamah (Sirkumlokusi)

Metode ini disebut juga al-ishtiqāq al-maʿnawī (turunan maknawi). Sirkumlokusi (lokusi berputar) adalah metode pengenalan istilah baru ke dalam bahasa Arab dengan memberikan arti pada istilah asing tersebut. Ini adalah fenomena universal dalam bahasa alami yang mencakup semua aspek kosa kata. Metode ini yang merupakan salah satu metode yang menghasilkan banyak istilah sejak periode Abbasiyah dan telah diakui secara resmi oleh akademi-akademi bahasa Arab. Pengakuan ini terlihat dari banyaknya terminologi asing terutama neologisme majemuk di mana upaya konvensional untuk mereduksinya menjadi satu istilah telah gagal. Misalnya, kata benda resepsionis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai muwaẓaf (maskulin) atau muwaẓafah (feminin) al-istiqbāl (harfiah, pegawai resepsi). Kadang-kadang sebuah kata bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Arab melalui keseluruhan pernyataan, misalnya istilah burglar menurut kamus Oxford Inggris-Arab diterjemahkan sebagai liṣyastu ʿala al-manāzil laylan (seorang pencuri yang masuk ke rumah-rumah pada malam hari). Demikian pula contoh-contoh berikut juga disetujui oleh akademi-akademi Arab: Cartoon: rusūm mutaḥarrikah, Brakes: makābiḥ al-ḥarakah, Fax: barīd muṣawwar, dan Microphone (mukabbir aṣ-ṣawt).[16]

Terlepas dari kenyataan bahwa sirkumlokusi digunakan untuk memecahkan masalah neologisme komposit, itu juga menyebabkan masalah dualisme terminologi dalam bahasa Arab. Hal ini karena penerjemah atau penemunya tidak terikat oleh aturan apa pun saat menerjemahkan istilah asing. Banyak istilah Arab gabungan memiliki varian atau tidak cukup mutakhir dalam penggunaan mereka. Misalnya, frasa refleks terkondisikan (conditioned reflex) diterjemahkan ke dalam bahasa Arab kadang-kadang sebagai al-inʿikās ash-shart dan kadang-kadang sebagai al-inʿikās aẓ-ẓarfi. Dengan demikian, sirkumlokusi tampaknya kurang memadai dan mengarah pada kebilangan istilah karena ia menghasilkan istilah yang lebih panjang daripada aslinya. Biasanya, frase dan bukan kata yang menyajikan masalah sintaksis. Selain itu, penerjemahan neologisme ini sering menyimpang dari makna fungsionalnya yang sebenarnya. Beberapa penerjemah menciptakan terjemahan sewenang-wenang mereka sendiri yang tidak sesuai dengan cetakan dan aturan bahasa Arab.[17]

Singkatnya, ada semacam konsensus di antara ahli tata bahasa Arab bahwa penciptaan kosa kata baru melalui ranah derivasi harus dilakukan menurut tiga prinsip: (i) derivasi aktual dari akar yang ada; (ii) derivasi melalui kebangkitan kata-kata kuno yang diberi arti konsep baru; dan (iii) menciptakan neologisme melalui parafrase istilah asing. Jelas bahwa derivasi kata benda lebih luas daripada derivasi verbal. Dalam praktiknya, derivasi verbal mungkin antara 10 dan 25 persen dari akar yang diberikan. Secara teoritis, derivasi verbal terbatas pada lima belas bentuk akar trilateral standar yang memberikan persentase kecil kata-kata turunan dari kata kerja, sisanya termasuk dalam kategori kata benda.[18]

At-Taʿrīb (Arab-i-s-isasi)

Penerjemahan karya-karya asing ke dalam bahasa Arab bukanlah fenomena baru di dunia Arab, itu telah terjadi pada zaman kuno ke periode yang membentang dari awal abad kedelapan hingga akhir abad kesembilan. Ada dua sekolah penerjemahan yang terkenal: di dan di Spanyol Muslim (Andalusia), di mana minat untuk mengumpulkan karya terjemahan terus berlanjut. Arabisasi hadir sebagai upaya untuk menghidupkan kembali bahasa Arab untuk mengambil posisi sebagai media kegiatan administrasi, pendidikan, dan kebudayaan. Dalam domain ini, kita bingung dengan dua istilah bahasa Inggris yang mengacu pada al-taʿrīb: arbicization dan arabization. Meskipun beberapa peneliti menggunakannya secara bergantian, yang pertama lebih tepat karena mengacu pada bahasa Arab sedangkan yang terakhir mengacu pada orang-orang Arab. Arab-i-s-isasi menurut definisi adalah adaptasi istilah non-Arab ke bahasa Arab dengan menerapkan aturan sistem fonologis dan kadang-kadang morfologi bahasa Arab pada istilah tersebut.[19]

Arab-i-s-isasi mengacu pada perluasan leksikal yang melibatkan peliputan / penempelen / penarikan (rendering) atau pembentukan kata-kata baru baik dari akar yang ada, atau melalui terjemahan istilah asing, dan adopsi kata-kata yang sudah ada melalui pinjaman dari bahasa asing atau menghidupkan kembali dan revitalisasi penggunaan istilah lama dalam bahasa yang sama. Metode tersebut juga didefinisikan sebagai semacam naturalisasi yang terjadi pada tingkat bunyi atau tingkat konsep. Pada tingkat bunyi, ejaan dan pelafalan istilah asing diubah menjadi ejaan dan pelafalan bahasa Arab. Pada tingkat konsep. tingkat, konsep istilah tersebut dipinjam dan diterjemahkan sekaligus ke dalam bahasa Arab.[20]

Dapat juga dikatakan bahwa Arab-i-s-isasi merupakan asimilasi istilah asing melalui peminjaman atau penerjemahan. Asimilasi kosa kata asal asing adalah salah satu faktor terpenting yang berkontribusi pada modernisasi bahasa Arab secara cepat. Di antara metode perluasan leksikal oleh MSA, yang secara tradisional dikenal adalah at-taʿrīb. Menurut banyak ahli, metode ini dianggap sebagai teknik yang paling tepat dalam menciptakan dan memperkenalkan neologisme asing dalam bahasa Arab dan dapat memenuhi beberapa tujuan berikut: (i) menjaga kemurnian bahasa Arab dan mengembangkan bahasa Arab dalam hal kekayaan kosa kata ; (ii) membakukan terminologi ilmiah dan teknis dan (iii) menghidupkan kembali warisan budaya Arab-Islam.[21]

Dalam hal ini, perbedaan harus dibuat antara Arab-i-s-isasi dan transliterasi. Transliterasi mengacu pada konversi huruf asing ke dalam huruf-huruf bahasa target, yaitu adaptasi istilah non-Arab ke dalam bahasa Arab dengan menerapkan aturan fonologis dan morfologis bahasa istilah tersebut. Misalnya, komputer ditransliterasikan ke dalam bahasa Arab sebagai kumbyutar dan disebut lafaẓ dakhīl (istilah asing) dan bukan sebagai istilah arab seperti al-hāsūb (secara harfiah, kalkulator). Perlu disebutkan bahwa derivasi dari istilah-istilah Arab umumnya dibatasi karena mereka tidak dapat dibuat sesuai dengan akar bahasa Arab dan sistem polanya. Istilah fāks (faks) dalam bahasa arab tidak menghasilkan pola apa pun.[22]

Dalam hal ini, ahli tata bahasa Arab telah menetapkan aturan tertentu untuk mengetahui apakah suatu istilah berasal dari bahasa Arab atau istilah asing yang diarabkan. Kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut: (i) istilah arab harus diproduksi dengan cetakan struktural (qawālib) dan pola (awzān) bahasa Arab dan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa Arab. Misalnya, istilah asing birsīm (makanan ternak) tidak mengikuti pola morfologis bahasa Arab karena tidak memiliki akar trilateral bahasa Arab yang sama. Oleh karena itu, ia dianggap lafaẓ aʿjamī (istilah asing). (ii) Arti dan rujukan istilah (istilah aslinya) harus disetujui oleh lebih dari satu bahasa universal seperti Inggris, Prancis, dan Jerman.[23]

Cukup menarik untuk mengetahui bahwa nama keluarga ilmuwan Prancis Louis Pasteur telah menjadi istilah arab. Oleh karena itu, dari kata Pasteur kita dapat diturunkan kata kerja yubastir (pasteurisasi, sebagai kata kerja) dan bastara (pasteurisasi, merujuk pada proses) mubastar (dipasteurisasi), dan mubastir (pihak yang melakukan pasteurisasi). Contoh lain misalnya: kata benda oksida uksīd juga dapat diterapkan pada aturan morfologi Arab sehingga kita dapat menurunkan yu’aksid (mengoksidasi), aksada (oksidasi / oksidasi), mu’aksad (teroksidasi / teroksidasi) dan mu‘aksid (oksidator / pengoksidasi).[24]

Secara umum, Arabi-i-s-isasi dipandang sebagai metode yang diadopsi untuk memperkenalkan istilah-istilah baru ke dalam bahasa Arab. Ini adalah proses menerjemahkan istilah asing menggunakan bentuk Arab. Misalnya, istilah-istilah berikut ini diarabkan melalui derivasi dari akar kata asing, yaitu kata pinjamannya: Philosophia (dari Yunani) menjadi falsafah, drachma (dari Indo Farsi) menjadi dirham, Asphalt menjadi isfalt, democracy menjadi dīmuqrātiyah, dan perestroika menjadi bristruyka / brustruyka.[25]

Selain itu, juga terdapat contoh istilah-istilah yang diarabkan melalui derivasi turunan Arab: ar-ru’ya (pandangan) dari akar kata ra’ā (melihat) dan ash-shafāfiyyah (transparansi) dari akar kata syaffa yang berarti mampu melihat menembus objek atau substansi tipis.[26]

Istilah bahasa Arab juga harus mengikuti fonotaktik bahasa Arab. Istilah-istilah Berikut ini dianggap non-Arab: istilah Arab tidak dimulai dengan huruf nūn diikuti dengan huruf rā’ seperti pada nama perempuan: narjis dan nirmīn yang dipinjam kata asing. Istilah bahasa Arab tidak boleh diakhiri dengan huruf dāl diikuti dengan huruf zay seperti pada muhandiz. Istilah ini harus ditulis sebagai muhandis (insinyur) karena huruf dal diikuti oleh huruf sin. Istilah Arab tidak boleh diturunkan dari bentuk morfologi berikut: fuʿalān seperti dalam khurasān (sebuah kota di Iran), fāʿīl seperti dalam hābīl (Abel), faʿāwīl seperti dalam banātīl (celana panjang), dan faʿalān seperti dalam salmān (nama laki-laki).[27] Namun demikian, istilah-istilah tersebut akan tetap menjadi kata-kata Arab selama mereka menggunakan akar-akar derivasinya, dan selama mereka diturunkan menurut pola-pola bahasa Arab.

Sesuai dengan apa yang telah kita lihat di atas, istilah asing yang melalui proses Arab-i-s-isasi harus mengalami perubahan tertentu agar sesuai dengan aturan fonotaktik dan grafologi bahasa Arab. Ini juga disebut naturalisasi yang merupakan proses penundukan istilah asing ke dalam sistem fonologi dan tata bahasa Arab. Prosedur ini memiliki kelemahan tambahan bahwa bahasa Arab sering tidak sejalan dengan bahasa-bahasa utama dunia lainnya yang umumnya telah mengadopsi istilah-istilah Latin atau Yunani dalam klasifikasi ilmu binomial. Arab-i-s-isasi dilihat dari sudut yang berbeda: sarjana anti-Arab-i-s-isasi mengklaim bahwa hal itu dapat mencemari bahasa dengan istilah asing dan mereka menganggapnya hanya sejenis transliterasi, sementara, pihak pro metode itu menganggapnya pengayaan bahasa dan sebagai sarana agar bahasa Arab bisa mendapatkan kembali peran utamanya di dunia modern saat ini. Peran ini dapat diperoleh dengan mengadvokasi MSA sebagai media pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi.[28]

An-Naḥt (Pencampuran / Penggabungan)

Lebih sering daripada tidak penulis Arab maupun non-Arab menggunakan istilah pemajemukan (compounding) untuk merujuk pada proses pembentukan kata yang secara tradisional dikenal dalam bahasa Arab dengan nama al-naḥt. Blending (pencampuran) adalah istilah yang banyak digunakan dalam studi linguistik deskriptif untuk merujuk pada unit linguistik yang terdiri dari unsur-unsur yang berfungsi secara independen dalam keadaan lain. Ada beberapa ketidaksepakatan antara ahli bahasa Arab tentang arti yang tepat dari blending. Untuk beberapa, metode itu harus melibatkan kontraksi dan karena itu analog dengan istilah Inggris blending, sedangkan yang lain menggunakannya untuk merujuk ke penggabungan yang langsung dan sederhana.[29]

Sebenarnya, pencampuran bukanlah fenomena khas Arab saja tetapi juga bahasa lain seperti bahasa Inggris dari mana kita mengekstrak istilah-istilah berikut: kata benda majemuk seperti walking stick, lamp-post, teatime, bedroom, rainfall dan washing machine; serta gabungan kata kerja seperti come in, check out dan sebagainya. Selanjutnya, istilah pencampuran atau penggabungan dapat secara tepat digunakan untuk meracik campuran unit yang dalam bahasa Arab disebut sebagai al-murakkab al-majz. Terdapat beberapa contoh dalam bahasa Inggris: blunt (blind + stunt) asal tidak diketahui; glaze (glare + gaze) dibuat oleh Shakespeare dari penggambarannya atas kaca; slide (slip + glide) dari kata Anglo-Saxon slidan Anglo-Saxon; brunch (breakfast + lunch); smog (smoke + fog), motel (motor + hotel), dan transistor dari (transfer + resistor).[30] Dalam bahasa Indonesia, smog misalnya setara dengan asbut (asap + kabut).

Di sisi lain, blending hanya dilihat sebagai penggabungan dua kata untuk membentuk sebuah kata dengan makna baru, misalnya biologi yang berasal dari dua kata Yunani bios yang berarti hidup dan logos yang berarti ilmu. Kata benda Yunani geografi berasal dari kata Yunani geo yang berarti bumi dan graphei yang berarti menulis. Salah satu argumen penentang pemaknaan blending yang demikian ini adalah bahwa jika salah satu huruf asli dari sebuah kata telah dihilangkan, artinya akan sepenuhnya dilanggar. Meskipun ada beberapa kata yang berguna yang dibuat dengan pencampuran seperti istilah Arab yang terkenal barmā’ī (bersifat amfibi), yang dibentuk dari barr (tanah) dan mā’ (air), kita mungkin tidak mendapat manfaat dari fenomena linguistik dalam bahasa Arab ini.[31]

Sebagian ahli lain memberikan perhatian khusus pada al-naḥt sejauh menganggapnya sebagai bentuk derivasi. Namun, blending tidak bisa menjadi bentuk derivasi karena dalam proses derivasi, kata baru diturunkan dari kata lain, sedangkan blending adalah untuk menurunkan kata baru dari dua kata atau lebih. Pemajemukan itu dapat dibagi menjadi empat kelas: (i) al-naḥt al fiʿli (campuran verbal); (ii) al-naḥt al-waṣfi (campuran kata sifat); (iii) al-naḥt al-ism (campuran nominal) dan (iv) al-naḥt an-nasabī (campuran referensi).

Pertama, al-naḥt al-fiʿli (campuran verbal) adalah pembentukan kata kerja yang mewakili sekelompok kata yang dapat berupa kalimat nominal atau verbal. Perhatikan ayat berikut dari Al-Quran: {wa idhā al-qubūr buʿthirat} (dan ketika kuburan terbalik). Di sini, kata kerja baʿthara (terbalik) berasal dari kata kerja baʿatha (bangkit) dan uthīra (mengaduk debu). Contoh lain seperti ḥawqalah dari lā ḥawla wa lā quwwata illa bil-lāh. (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali pada Allah); sabḥala merujuk pada frasa subhān Allah (kami memuji Allah yang maha kuasa) dan basmalah dari frasa bismi-Allāh al-rahmān al-rahīm (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).[32]

Kedua, al-naḥt al-waṣf (campuran kata sifat) adalah pembentukan kata sifat dari dua kata. Kata-kata ini dapat saling melengkapi, memberikan konotasi atau penekanan yang diinginkan. Perhatikan contoh berikut: ṣildam (berkuku kuat) terdiri dari ṣald (keras) dan ṣadam (mencolok); ẓabṭara (orang kuat) berasal dari kata ẓabaṭa (mengendalikan) dan ḍabara (orang yang tinggi dan tegap).[33]

Ketiga, al-naḥt al-ismī (gabungan nominal) terdiri dari pembentukan kata benda dari dua kata yang saling melengkapi, misalnya: julmūd (batu besar) terdiri dari jaluda (menjadi kuat) dan jamuda (menjadi kokoh); shaqḥaṭab (domba jantan bertanduk panjang) berasal dari kata shaqqa (memotong) dan ḥaṭab (kayu).[34]

Keempat, al-naḥt an-nasabī (perpaduan referensi) adalah hubungan seseorang atau sesuatu dengan tempat, mazhab, dan sebagainya yang berbeda. Misalnya, ash-Shafʿantī adalah orang yang menganut mazhab ash-Shāfiʿiyyah dan Ḥanfantī adalah orang yang menganut mazhab Abu Hanifah.[35]

Jenis gabungan kata yang disingkat ini terutama digunakan untuk membentuk frasa keagamaan daripada untuk mendapatkan terminologi ilmiah baru. Perlu disebutkan, dalam hal ini, bahwa pencampuran didasarkan pada as-samāʿ (transfer pendengaran) dan al-qiyās (analogi) yang berarti bahwa tidak ada aturan baku untuk menciptakan istilah baru. Namun, sebagian besar istilah yang dibentuk pada awalnya adalah kata kerja atau infinitif (masdar) yang diturunkan dari akar berkomponen empat. Sebagian ahli menyajikan aturan berikut yang harus diikuti sejauh mungkin dalam membangun pencampuran: (i) menggunakan dalam proses ini, sebanyak mungkin, huruf asli dari istilah yang terlibat; (ii) jika istilah turunannya adalah kata benda, maka harus sesuai dengan salah satu pola kata benda dan (iii) jika istilah turunannya adalah kata kerja, harus mengikuti pola faʿlala atau tafaʿlala.[36]

Berkenaan dengan kemungkinan pencampuran dalam situasi bahasa saat ini, metode itu dapat diterapkan dalam lingkup terminologi modern. Beberapa ahli bahasa Arab melihat pencampuran sebagai metode yang berguna yang harus digunakan tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga untuk bahasa secara umum. Bahasa Arab dapat memanfaatkan metode ini untuk membentuk kata majemuk melalui awalan. Misalnya, perangkat negatif praktis lā (harfiah: tidak) digunakan sebagai awalan untuk membentuk terminologi bahasa Arab yang berguna. Fungsinya mirip dengan prefiks negatif bahasa Inggris seperti: a-, ir-, de-, in-, non-, un-, anti-, dll. dan akhiran less. Hal itu misalnya: lā-akhlāqī (amoral), lā-dīnī (tidak beragama), lā-markaziyyah (desentralisasi), lā-silkī (wireless), lā-insīnī (tak manusiawi), dan lā-fikriyyah (tanpa pemikiran).[37]

Selain itu, formasi seperti ini juga dapat diterapkan dengan kata sandang definitif, al-, seperti pada al-lāwaʿī (ketidaksadaran) dan al-lāṣuʿubiyyah (anti-ʿaṣābiyyah, anti fanatisme kesukuan atau golongan lain). Demikian pula, kata ghibb (setelah) dapat menggantikan akhiran bahasa Inggris post seperti pada ghibmadrasī atau ghibmadrasa (pasca sekolah) dan ghibjalīdī atau ghibjald (pasca glasial). Prefiks bahasa Inggris dapat diganti dengan prefiks bahasa Arab qab dari kata qabla (sebelum). Jadi, kita harus mendapatkan qabtārīkhī atau qabtārīkh sebagai ganti māqabla at-tārīkh (prasejarah) dan qabislām sebagai ganti māqabla al-Islām (pra-Islam).

Secara keseluruhan, menarik dan indikatif untuk menyebutkan bahwa beberapa dari kata-kata yang dibuat dengan pencampuran ini atau yang disebut al-manhūt (istilah yang dibentuk dalam gabungan) diterima secara umum di kalangan penutur bahasa Arab meskipun faktanya hampir tidak ada aturan tertentu yang mengaturnya. Meskipun demikian, pencampuran dapat membentuk istilah baru dalam bahasa Arab karena memiliki cakupan penggunaan yang luas untuk mengekspresikan konsep yang berbeda. Salah satu konsep tersebut adalah membuat akronim bahasa Arab. Akronim adalah kata-kata yang berasal dari huruf awal beberapa kata, seperti radar (radio detection and ranging) dan laser (light amplification by stimulated emission of radiation). Biasanya, akronim ditransliterasikan sebagai kata pinjaman.[38]

Dalam hal ini, Bahasa Arab Standar mendapat manfaat dari upaya baru-baru ini untuk menggunakan beberapa huruf Arab untuk menggantikan item lengkapnya. Dalam beberapa tahun terakhir, pencampuran telah menghasilkan akronim yang dimodifikasi dalam bahasa Arab. Ini digunakan untuk membuat istilah Arab baru, nama perusahaan dan badan seperti: istamataʿa yang merupakan singkatan dari samiʿa (mendengarkan) dan tamataʿa (menikmati), ḥamās yang merupakan singkatan dari ḥarakah musalaḥah Islāmiyah (Gerakan Islam Bersenjata) HAMAS, wafā yang merupakan singkatan dari wakālat al-Anbā' al-filisṭiniyyah (Kantor Berita Palestina), dan dāʿsh (ISIS) dawlah Islamiyah fi al-ʿirāq wa ash-Shām (Negara Islam di Irak dan Suriah).[39]

Meskipun begitu, terlepas dari semua contoh yang diberikan di atas, pencampuran tetap merupakan teknik yang paling tidak efektif dalam menciptakan terminologi baru dalam bahasa Arab. Hal ini tampaknya disebabkan oleh tiga alasan utama: (1) sifat bahasa Arab itu sendiri yang memiliki aturan dan pola tetap yang tidak dapat diubah atau diabaikan dengan mudah demi proses ini; (2) pencampuran, tidak seperti teknik lainnya, tidak digunakan secara mendalam dalam bahasa Arab karena tidak ada aturan yang disepakati untuk mengatur prosesnya; (3) bahasa Arab dipandang sebagai bahasa turunan sehingga dalam beberapa hal tidak menerima kata-kata baru yang diciptakan melalui proses penggabungan. Ini karena penggunaan metode ini tampak canggung dan ambigu karena fakta bahwa sebagian besar kata yang dibuat dengan memadukan tidak mengikuti pola akar trilateral.[40]

Al-Majāz (Metafora/Majas)

Pidato kiasan seperti metafora dan metonimi dapat berguna dalam menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Arab. Al-majāz juga disebut istinbāt (deduksi), penggunaan sumber leksikal asli untuk menghidupkan kembali arkaisme dan perluasan semantik untuk membentuk istilah ilmiah. Kata-kata kuno digunakan untuk menunjukkan konsep-konsep baru dan akibatnya menggantikan konsep-konsep lama yang sudah punah. Oleh karena itu, pendekatan al-majāz adalah mengubah makna istilah yang ada, yaitu mengambil istilah Arab yang sudah ada dan memodifikasi atau memperluasnya untuk mencakup makna baru. Dalam at-taʿrīb, istilah dipinjam dari bahasa lain untuk digunakan secara umum dalam disiplin ilmu yang sama, sedangkan pendekatan al-majāz sering melibatkan peminjaman istilah dari bahasa yang sama untuk digunakan dalam disiplin ilmu yang berbeda.[41]

Contoh awal metode al-majāz yang berhasil, misalnya kata benda qāṭira yang awalnya menunjukkan barisan terdepan unta dan, dengan perluasan kiasan, diterapkan pada kereta api. Contoh lain adalah jarīdah yang dalam bahasa Arab Klasik berarti cabang palem yang dilucuti yang digunakan untuk prasasti dan kemudian berarti koran. Kata benda ṭayyarah yang menunjukkan kuda betina yang sangat cepat diterapkan pada pesawat terbang. Demikian pula, istilah ʿirq (pembuluh darah) yang awalnya berarti akar tanaman memperoleh arti medis pembuluh darah mungkin karena analogi bentuk dan fungsi. Kata benda kuno sayyarah yang menunjukkan karavan yang bepergian di padang pasir diterapkan pada mobil. Juga kata benda hātif yang berarti pemanggil yang tak terlihat diganti dengan istilah asing transliterasi tilifūn (telepon) yang juga banyak digunakan. Prosedur ini dapat dianggap sebagai tanda yang sehat dan mekanisme baru untuk memperkaya kosakata ilmiah dalam bahasa Arab.

Namun, metode ini biasanya terbatas pada makna material konkret dari suatu istilah. Selain itu, banyak istilah yang diajukan oleh akademisi gagal diterima dalam bahasa tersebut. Contohnya termasuk irzīz (suara hujan atau guntur) untuk telepon dan frasa panjang shāṭir wa mashṭūr wa mā baynahumā ṭāzaj untuk sandwich (roti lapis). Kata benda sandwich bahasa Inggris (nama seorang penjudi) dan kata benda Prancis pantaloon (nama seorang aktor teater) keduanya ditransliterasikan ke dalam bahasa Arab sebagai sandawitsh dan banṭalūn, yang terakhir diarabkan melalui kata pinjaman sebagai bintāl.[42]

Catatan

Menarik melihat bahwa terdapat beberapa perluasan makna yang senada dengan penggunaan ḍāmir (makna asal: unta kurus) untuk mencakup transportasi yang kepayahan secara umum atau low cost carrier. Hal itu seperti kata benda qāṭira yang awalnya menunjukkan barisan terdepan unta dan, dengan perluasan kiasan, diterapkan pada kereta api; kata benda ṭayyarah yang menunjukkan kuda betina yang sangat cepat, diterapkan pada pesawat terbang; kata benda kuno sayyarah yang menunjukkan karavan yang bepergian di padang pasir, diterapkan pada mobil.



[1] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic”, American Internasional Journal of Contemporary Research, Vol. 6, No. 2, April 2016, p. 76; Lihat juga al-Jurjānī, ʿAlī ibn Muḥammad ash-Sharīf, Muʿjam at-Taʿrīfāt, tahkik Muḥammad Ṣiddīq al-Minshāwī, (Kairo: Dār al-Faḍīlah, tanpa tanggal), hal., 27

[2] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 76; Lihat juga al-Jurjānī, 27

[3] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 76-77

[4] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 77

[5] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 77

[6] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 77

[7] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 77-78

[8] Elmgrab 78

[9] Elmgrab, 78

[10] Elmgrab, 78

[11] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal.  78

[12] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 78

[13] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 78

[14] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 78-79

[15] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 79

[16] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 79

[17] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 79

[18] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 79

[19] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 79

[20] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[21] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[22] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[23] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[24] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[25] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[26] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[27] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[28] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 80

[29] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[30] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[31] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[32] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[33] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[34] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[35] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 81

[36] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 82

[37] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 82

[38] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 82

[39] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 82

[40] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 82-83

[41] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 83

[42] Ramadan Ahmed Elmgrab, “The Creation of Terminology in Arabic, ... hal. 83

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Mewariskan Nilai, Merawat Harapan