Positivisme dan Realitas Alam Luar

Terjemahan Awal atas Risalah Max Planck yang Memuat Kritiknya atas Positivisme: Positivismus und Reale Aussenwelt

POSITIVISME DAN REALITAS ALAM LUAR

KULIAH OLEH MAX PLANCK, DISAMPAIKAN PADA TANGGAL 12 NOVEMBER 1930

DI HARNACK, RUMAH MASYARAKAT KAISER WILHELM UNTUK PROMOSI ILMU PENGETAHUAN

LEIPZIG: PERUSAHAAN PENERBIT M.B.H. (AKADEMISCHE VERLAGSGESELLSCHAFT M.B.H.), 1931

[] P1

Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan!

Dunia yang kita tinggali ini aneh. Ke mana pun kita memandang, di semua bidang kebudayaan spiritual dan material, kita menemukan diri kita berada dalam masa krisis yang parah, yang menampakkan banyak tanda keresahan dan ketidakamanan di seluruh kehidupan pribadi dan publik kita. Beberapa ingin melihatnya sebagai awal dari peningkatan besar, sementara yang lain melihatnya sebagai pertanda penurunan yang tak terelakkan. Seperti [yang telah terjadi] dalam agama dan seni untuk waktu yang lama, demikian pula sekarang dalam sains hampir tidak ada prinsip yang tidak diragukan oleh siapa pun, hampir tidak ada omong kosong (Unsinn) yang tidak dipercaya oleh siapa pun, dan muncul pertanyaan apakah ada sama sekali kebenaran yang secara umum dapat dianggap tidak dapat disangkal dan mampu memberikan pijakan yang kokoh melawan gelombang skeptisisme yang melonjak di mana-mana [tersebut]. Logika saja, seperti yang kita temui dalam bentuknya yang paling murni dalam matematika, tidak dapat membantu kita. Karena bahkan jika [logika] itu sendiri dianggap tidak dapat disangkal, ia tidak dapat melakukan lebih dari sekadar menghubungkan [pernyataan-pernyataan]; [sementara] agar [pernyataan-pernyataan itu] menjadi bermakna dalam hal konten, perlu titik acuan yang tegas. Karena bahkan rantai yang paling kokoh pun tidak dapat memberikan pegangan yang andal jika tidak dipasang ke titik aman [yang pasti, tepat, dan tetap].

[] P2

Sekarang di mana kita menemukan landasan kokoh yang dapat kita gunakan sebagai titik awal pandangan kita tentang alam dan dunia? Dengan pertanyaan ini, fokus kita mungkin tertuju pada sains alam yang paling eksak, fisika. Harus diakui, [keilmuan] ini pun tak luput dari krisis umum. Tingkat ketidakpastian tertentu juga muncul di bidang-bidang mereka, dan pendapat tentang pertanyaan-pertanyaan epistemologis [yang muncul] terkadang sangat beragam. Prinsip-prinsip mereka yang sampai sekarang diterima secara umum, bahkan kausalitas itu sendiri, dibuang ke laut di beberapa tempat. Ya, fakta bahwa hal seperti ini dapat terjadi dalam fisika dipandang oleh sebagian orang sebagai gejala tidak dapat diandalkannya semua pengetahuan manusia. Sebagai seorang fisikawan, saya diizinkan untuk membuat beberapa komentar tentang situasi di mana fisika menemukan dirinya dalam kaitannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan [tersebut], dari sudut pandang yang diberikan kepada saya oleh keilmuan saya. Mungkin petunjuk tertentu akan dihasilkan dari [bidang] ini, yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan di bidang-bidang aktivitas pikiran manusia yang lain.

[] P3

Positivisme dan Realitas Alam Luar

I

Sumber dari semua pengetahuan – dan karena itu juga asal dari setiap ilmu – terletak pada pengalaman pribadi. Ini [pengalaman] adalah hal-hal yang langsung diberikan [oleh dunia luar kepada diri], hal paling nyata yang dapat dibayangkan, dan titik awal pertama untuk menghubungkan rangkaian pemikiran yang membentuk sains. Untuk bahan-bahan yang dengannya setiap sains dikerjakan, kita menerimanya baik secara langsung melalui persepsi indra kita atau secara tidak langsung melalui laporan dari tempat lain, melalui guru kita, melalui tulisan, melalui buku. Tidak ada sumber pengetahuan lain.

Dalam fisika, kita berurusan dengan pengalaman-pengalaman yang disampaikan kepada kita di alam mati melalui indra kita dan yang terungkap dalam pengamatan dan pengukuran yang kurang lebih tepat / eksak. Isi dari apa yang kita lihat, dengar, rasakan adalah yang langsung disajikan, yaitu realitas yang tak tersentuh. Pertanyaan yang muncul sekarang: Apakah fisika bertahan atas dasar ini? Apakah tugas ilmu fisika secara mendalam dicirikan ketika seseorang mengatakan bahwa [bidang] itu mencakup [aktivitas] membawa hubungan hukum yang setepat dan sesederhana mungkin ke dalam isi dari berbagai pengamatan alam yang tersedia?

[] P4

Dalam [risalah] berikut ini kita ingin menunjuk / merujuk / menyebut arah epistemologi itu – yang menjawab pertanyaan-pertanyaan [di atas] ini secara afirmatif dan yang saat ini diwakili dengan tekad penuh oleh sejumlah fisikawan dan filsuf terkenal, dengan memandang ketidakpastian umum dari situasi saat ini – sebagai "positivisme". Kata tersebut memang sudah ada sejak Auguste Comte. Kata tersebut telah digunakan dalam berbagai arti, namun kejelasan pengucapan / penjelasan berikut ini mengharuskan kita untuk melampirkan arti yang pasti pada kata tersebut, dan yang diberikan adalah salah satu yang paling umum digunakan.

Untuk menguji pertanyaan apakah dasar yang ditawarkan oleh positivisme cukup luas untuk mendukung seluruh bangunan fisika, kita tidak dapat menemukan cara yang lebih baik daripada melihat ke mana positivisme membawa kita ketika kita meninjaunya, mempercayainya sepenuhnya, dan menerimanya sebagai satu-satunya dasar fisika. Dengan metode ini, saya ingin mengundang Anda hari ini untuk mencobanya. Pertama-tama, kita ingin mengambil posisi positivisme. Dalam melakukannya, tentu saja kita harus berusaha untuk melanjutkan dengan cara yang sangat logis, yaitu tidak memberi ruang pada penilaian yang hanya bersifat kebiasaan dan emosional. Namun, kita akan menemukan beberapa kesimpulan aneh; tetapi kita dapat yakin bahwa kontradiksi logis tidak dapat terjadi pada kita. Karena kita selalu berada dalam ruang lingkup dari apa yang telah dialami, dan dua pengalaman secara logis tidak pernah dapat saling bertentangan. Dan di sisi lain, kita sama yakinnya [bahwa] tidak ada pengalaman apa pun yang dikecualikan dari pertimbangan kita, kita pasti tidak mengabaikan sumber pengetahuan manusia mana pun.

[] P5

Di situlah letak kekuatan positivisme. Dia berurusan dengan semua pertanyaan yang bisa dijawab dengan observasi, dan sebaliknya: setiap pertanyaan apa pun yang dia anggap bermakna bisa dijawab dengan observasi. Jadi, bagi positivisme tidak ada teka-teki mendasar, tidak ada pertanyaan gelap, semuanya terletak di siang bolong baginya.

Harus diakui, tidak mudah untuk menjalankan konsepsi ini secara detail. Bahkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, kita terus-menerus menyimpang darinya. Ketika kita berbicara tentang suatu objek, misalnya tentang sebuah meja, yang kita maksudkan [dalam pikiran sebagai meja] adalah sesuatu yang berbeda dari isi pengamatan yang kita lakukan atas meja tersebut. Kita bisa melihat mejanya, kita bisa menyentuhnya, kita merasakan kekukuhannya, kekerasannya, kita merasakan sakit saat kita membenturnya, dll. Oleh karena itu, dalam terang positivisme, meja [tersebut] tidak lain adalah kompleks dari sensasi yang kita kaitkan dengan istilah meja. Jika kita menghilangkan semua persepsi indra, sama sekali tidak ada yang tersisa. Pertanyaan tentang apakah meja itu "benar-benar" tidak masuk akal. Begitu pula dengan semua konsep fisik secara umum. Seluruh dunia di sekitar kita [bagi positivisme] tidak lain adalah lambang pengalaman [empiris] yang kita miliki tentangnya.

[] P6

Tanpa mereka [yaitu pengalaman empiris], lingkungan tidak ada artinya. Jika pertanyaan yang berkaitan dengan lingkungan tidak dapat ditelusuri kembali ke pengalaman, pengamatan, maka itu tidak ada artinya dan tidak akan diterima. Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi metafisika apa pun dalam positivisme.

Mari kita lihat langit yang berbintang. Ini memberi kita gambaran tentang titik cahaya atau piringan cahaya yang tak terhitung jumlahnya, yang bergerak di langit dengan cara yang kurang lebih dapat diukur dengan tepat dan yang radiasinya juga dapat kita ukur menurut intensitas dan warna. Dilihat secara positivistik, pengukuran ini tidak hanya menjadi dasar, tetapi juga konten faktual astronomi dan astrofisika yang sebenarnya dan satu-satunya. Apa yang kita rancang / buat / gunakan untuk memahami hasil pengukuran adalah [semata-mata] bahan [buatan] manusia, penemuan bebas [baru]. Entah apa pun yang kita katakan tentangnya, misalnya, baik kita sepakat dengan pernyataan Ptolemy – bahwa “Bumi adalah pusat dunia yang tenang, dan matahari dengan semua bintang bergerak mengelilinginya” – ataupun jika kita sepakat dengan pernyataan Copernicus – bahwa “Bumi adalah titik kecil yang tidak penting di alam semesta, yang bergerak sekali satu hari berputar [berotasi] terhadap [poros] dirinya sendiri dan berputar [berevolusi] mengelilingi matahari setahun sekali – itu [semua] hanyalah cara berbeda dalam merumuskan pengamatan bagi [penganut] positivisme. [Amatan] Ini membentuk satu-satunya fakta, dan manfaat teori Copernicus hanyalah terdiri dari fakta bahwa model rumusannya telah terbukti lebih sederhana dan lebih umum dapat diterapkan, karena dalam model ekspresi Ptolemeus, lebih banyak komplikasi akan diperlukan dalam perumusan. dari hukum astronominya.

[] P7

Menurut [paham positivisme] ini, Copernicus tidak dianggap sebagai penemu yang inovatif, tetapi [hanya] dianggap sebagai penemu yang brilian. Positivisme tidak terlalu memperhatikan pergolakan besar jiwa-jiwa yang diprovokasi oleh ajarannya, tentang pertempuran sengit yang terjadi di atasnya, seperti tentang perasaan hormat yang tenang yang dibangunkan oleh pemandangan langit berbintang di antara penonton yang saleh ketika dia menyadari bahwa [pada] setiap [pengamatan tentang] bintang di Bima Sakti ada matahari seperti matahari kita, dan bahwa setiap nebula spiral mewakili Bima Sakti lainnya, dari mana cahaya membutuhkan waktu jutaan tahun untuk mencapai kita, sementara bumi dengan semua umat manusia kemudian tenggelam menjadi hal yang hampir tidak dapat dipahami di tengah bangunan kosmik ini.

Namun, ini adalah pemikiran yang melintasi ranah estetika dan etika. Pada titik ini, di mana pertanyaan epistemologis terlibat, kita tidak boleh memberi mereka kelonggaran. Jadi, mari kita lanjutkan pemikiran [positivisme] logis kita.

Karena, menurut doktrin positivis, persepsi indrawi, sebagai yang diberikan pertama kali / secara primer [dari alam luar kepada diri pengamat], menandakan [suatu] realitas langsung, pada prinsipnya tidaklah benar untuk berbicara tentang ilusi indrawi. Apa yang terkadang bisa menipu kita bukanlah sensasi-sensasi kita itu sendiri, tetapi kesimpulan yang terkadang kita tarik darinya.

[] P7-8

Jika kita memegang batang lurus di dalam air pada suatu sudut dan melihatnya tertekuk pada titik pencelupan, [dalam doktrin positivisme, dianggap bahwa] tekukan itu tidak dibuat-buat oleh pembiasan cahaya, tetapi tekukan itu sebenarnya ada di sana sebagai persepsi optik, dan itu hanyalah cara ekspresi yang lain; dan [ekspresi lain] yang lebih nyaman untuk beberapa aplikasi, [adalah] jika kita merumuskannya sedemikian rupa sehingga sensasi itu berperilaku seolah-olah batangnya lurus dan seolah-olah sinar cahaya yang memasuki mata kita dari bagiannya yang terendam menjalani suatu defleksi saat melewati permukaan air tersebut.

[] P8

Inti dari [contoh-contoh] ini dan semua pertimbangan [yang] serupa adalah bahwa, dari sudut pandang positivisme, dua mode ekspresi [yang berbeda bahkan bisa jadi berlawanan seperti itu] pada dasarnya sepenuhnya [dianggap] sama dan tidak ada gunanya membedakan antara mereka dari sudut pandang [lain] apa pun selain dari kepraktisan / kemanfaatan / kenyamanan penerapan, misalnya penerapannya terhadap rasa / gagasan ingin memenuhi suatu keputusan.

Namun dalam praktiknya, upaya untuk menjalankan teori "seolah-olah" ini dengan serius akan menimbulkan konsekuensi yang agak aneh dan tidak nyaman. Tetapi faktanya tetap bahwa [absurditas penyetaraan dua ekspresi yang berbeda atas suatu pengamatan yang sama] itu tidak dapat disangkal dari sudut pandang yang murni logis. Jadi, mari kita lanjutkan dan lihat, di mana kita akhirnya sampai.

Tidak diragukan lagi bahwa pertimbangan [positivisme] yang sama berlaku untuk objek-objek alam yang hidup. Sebuah pohon misalnya, dalam pandangan positivisme, hanyalah kompleks sensasi: kita dapat melihatnya tumbuh, mendengar gemeresik daunnya, menghirup aroma bunganya. Tetapi jika kita mengabaikan semua sensasi ini, sama sekali tidak ada yang tersisa yang dapat kita sebut sebagai "pohon an sich” itu sendiri.

[] P9

Dan apa yang berlaku di dunia tumbuhan juga harus berlaku di dunia hewan. Berbicara tentang keberadaan yang mandiri, tentang kehidupannya sendiri, hanya disarankan kepada kita untuk alasan kepraktisan. Cacing yang ditendang [menjadi] bengkok, Anda bisa melihatnya. Tapi tidak ada gunanya menanyakan apakah cacing itu merasakan sakit. Karena hanya [cacing] itu yang merasakan rasa sakitnya sendiri, dan rasa sakit seekor binatang dianggap ada hanya karena asumsi ini mewakili ringkasan yang mudah dari berbagai karakteristik yang menyertai [penampakannya], seperti kedutan, distorsi, suara yang diucapkan, hal-hal [respons] yang sama yang dipicu oleh rasa sakit seperti pada kita sendiri. Namun, [bila] kita beranjak dari hewan ke manusia, [ada perbedaan]. Di sini [kasus manusia] pun, positivisme menuntut pembedaan yang murni antara persepsi sendiri dan persepsi orang lain. Karena hanya pengalamannya sendiri yang [dianggap] nyata, [sementara] pengalaman orang lain hanya disimpulkan secara tidak langsung, mereka adalah sesuatu yang berbeda secara fundamental dan akibat [ketidaklangsungan]-nya juga harus diperhitungkan [untuk menempatkan laporan pengamatan pihak lain itu] di antara penemuan yang berguna [dalam perumusan sains].

Sepasti [apa pun] konsepsi [positivistik] ini dapat diterapkan sepenuhnya tanpa harus takut akan kontradiksi logis, bagaimanapun juga [ia] berakibat fatal bagi ilmu fisika. Karena jika [ilmu] ini tidak memiliki tujuan apa pun selain deskripsi pengalaman indrawi [empiris] yang paling sederhana, maka, tegasnya, ia [fisikawan] hanya dapat memiliki pengalamannya sendiri sebagai objeknya.

[] P10

[Hal itu] Karena hanya pengalamannya [pengamat langsung] sendiri yang terutama / secara primer diberikan. Sekarang jelas bahwa seseorang tidak dapat membangun ilmu yang lengkap di atas pengalaman indranya sendiri, tidak peduli seberapa serba guna seseorang, dan karena itu seseorang dihadapkan pada alternatif melakukan [pengamatan] tanpa ilmu yang komprehensif sama sekali, atau apa pun [posisi] positivis yang paling ekstrim, [sehingga saintis itu] hampir tidak akan mengerti [secara komprehensif], atau untuk masuk ke dalam kompromi [yaitu menganggap bahwa pengamatan orang lain juga valid] dan juga untuk memasukkan pengalaman [orang] asing [ke] dalam dasar sains, meskipun secara tegas sudut pandang asal [positivisme] – [yaitu] hanya mengakui apa yang diberikan [dalam pengamatan secara] primer – ditinggalkan. Karena pengalaman [orang] asing hanya diberikan secara sekunder, melalui laporan tentangnya. Di sini, kemudian, sebuah faktor baru [mesti] disisipkan: kredibilitas dan reliabilitas laporan, baik lisan maupun tulisan, dalam definisi ilmu pengetahuan, dan dengan ini, dasar positivisme, keterusterangan materi ilmiah, dipatahkan secara logis pada satu titik.

Tetapi jika kita mengabaikan kesulitan ini sejenak, jika kita berasumsi bahwa semua laporan pengalaman fisik dapat diandalkan, atau setidaknya satu [seseorang] memiliki cara yang sempurna untuk menghilangkan [laporan hasil pengamatan orang lain] yang tidak dapat diandalkan, maka tentu saja semua fisikawan yang diakui sebagai jujur dan dapat diandalkan [yang] memiliki [karakteristik laporan yang dapat diandalkan] itu sekarang dan [di] masa lalu, mereka berhak untuk mempertimbangkan pengalaman mereka [maksudnya agar laporan mereka dapat dipertimbangkan dalam perumusan sains], dan tidak ada alasan untuk mengecualikan beberapa [di antara mereka].

[] P11

Secara khusus, tidak sepenuhnya dibenarkan untuk memberikan pertimbangan yang kurang lengkap kepada seorang peneliti ketika peneliti lain tidak ditakdirkan untuk memiliki pengalaman [pengamatan] yang serupa dengannya.

Dari sudut pandang ini sama sekali tidak dapat dimengerti dan dibenarkan bahwa, misalnya, apa yang disebut sinar-N, [yang] ditemukan oleh fisikawan Prancis Blondlot pada tahun 1903 dan dipelajari secara luas pada saat itu, sekarang diabaikan sama sekali. Rene Blondlot, profesor di Universitas Nancy, tentu saja adalah seorang peneliti yang luar biasa dan andal, dan penemuannya merupakan pengalaman yang sama baiknya dengan fisikawan lainnya. Kita tidak boleh mengatakan bahwa dia menjadi korban halusinasi; karena tidak ada halusinasi dalam fisika positivistik, seperti yang telah kita lihat. Sebaliknya, sinar-N harus diperlakukan sebagai realitas yang diberikan secara primer. Dan jika tidak ada yang bisa mereproduksinya selama bertahun-tahun sejak Blondlot dan sekolahnya [mazhabnya], orang tidak akan pernah tahu, dari sudut pandang positivistik, apakah suatu hari nanti mereka akan membuat dirinya teralami / teramati lagi dalam keadaan khusus / tertentu.

Orang harus menerima bahwa jumlah pribadi [orang] yang pengalamannya berharga bagi ilmu fisika hanya bisa sangat kecil. Tentu saja, yang dipertimbangkan hanya orang-orang yang mengabdikan diri secara khusus pada ilmu ini, karena pengalaman orang lain di bidang ini kurang lebih buruk. Selain itu, semua ahli teori disingkirkan sejak awal; karena pengalaman mereka pada dasarnya hanya sebatas konsumsi tinta, kertas dan materi otak [spekulasi pemikiran], tetapi tidak mengandung bahan baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

[] P12

Jadi hanya fisikawan eksperimental yang tersisa, dan terutama mereka yang memiliki instrumen yang sangat sensitif untuk penyelidikan khusus. Jadi, pengalaman yang relevan dengan kemajuan ilmu fisika pada dasarnya terbatas pada beberapa individu saja.

Tapi bagaimana bisa dipahami [alasan] pengalaman Oersted, yang mengamati pengaruh arus galvanis pada jarum kompasnya, atau Faraday, yang menghadapi efek induksi elektromagnetik untuk pertama kalinya, atau Hertz, yang melihat dengan kaca pembesar percikan listrik kecil di titik fokus cermin parabolanya, menyebabkan sensasi dan pergolakan di dunia fisika internasional? Positivisme hanya dapat memberikan jawaban yang sangat berbelit-belit dan sangat tidak memuaskan atas pertanyaan ini. Dia harus menarik kredibilitas teori yang menawarkan prospek bahwa pengalaman tunggal dan tidak penting ini akan mengarah pada sejumlah besar pengalaman penting dan konsekuensial pada orang lain. Tetapi di sisi lain, teori positivis dibedakan dan membanggakan dirinya pada fakta bahwa ia ingin memberikan tidak lebih dari deskripsi pengalaman yang benar-benar hadir [secara primer], dan pertanyaan mengapa pengalaman tertentu dari seorang fisikawan individual, bahkan dalam kasus deskripsi yang sangat primitif, memiliki arti langsung [primer] bagi semua fisikawan lain di seluruh dunia, tetap tidak teruji dari sudut pandang mereka dan harus ditolak karena secara fisik tidak berarti.

[] P13

Alasan fenomena mencolok ini mudah dilihat. Positivisme yang dijalankan secara konsisten menafikan konsep dan keharusan suatu tujuan, yaitu bahwa fisika independen dari individualitas peneliti. Dia terpaksa melakukan ini karena dia pada dasarnya tidak mengakui realitas lain selain pengalaman fisikawan individual. Saya tidak perlu mengatakan bahwa pernyataan ini dengan tegas menjawab pertanyaan apakah positivisme cukup untuk membangun ilmu fisika; karena ilmu yang pada prinsipnya menyangkal predikat objektivitas [pada] dirinya dengan demikian berbicara [dengan] penilaiannya sendiri. Fondasi yang diberikan positivisme pada fisika, meskipun cukup beralasan, terlalu sempit; ia harus diperbesar dengan tambahan, yang artinya adalah bahwa sains harus dibebaskan sejauh mungkin dari kontingensi yang disebabkan oleh rujukan pada satu individu manusia yang dibawa ke dalam mereka. Dan itu terjadi melalui langkah mendasar ke dalam metafisika, tidak melalui logika formal, tetapi melalui penalaran yang sehat, yaitu melalui hipotesis bahwa pengalaman kita sendiri tidak membentuk dunia fisik, bahwa mereka hanya memberi kita informasi tentang dunia lain, di belakangnya dan yang mana independen dari kita, dengan kata lain dunia luar yang nyata ada.

[] P14

Dengan melakukan itu kita memotong/membuang [sifat] "seolah-olah" [dari] positivisme dan menghubungkan tingkat realitas yang lebih tinggi dengan apa yang disebut penemuan fungsional, yang telah kita bahas [dalam] beberapa contoh spesifik di atas, alih-alih [sekadar] deskripsi langsung dari sensasi langsung [primer]. Fisika: tidak harus menggambarkan pengalaman, tetapi harus mengenali dunia luar yang nyata.

Namun, kesulitan epistemologis baru kini muncul. Karena positivisme akan selalu benar jika mengatakan bahwa tidak ada sumber pengetahuan lain selain sensasi indra. Dua proposisi: "Ada dunia luar yang nyata [yang] terlepas / terpisah / berada di luar dari kita" dan "Dunia luar yang nyata tidak segera dapat dikenali [secara langsung / primer]" bersama-sama membentuk poros dari seluruh ilmu fisika. Tetapi mereka berdiri dalam kontras tertentu satu sama lain dan pada saat yang sama mengungkapkan elemen irasional yang melekat dalam fisika serta dalam setiap sains lainnya, dan yang berdampak bahwa sains tidak pernah sepenuhnya mampu menyelesaikan tugasnya. Kita harus menerima ini sebagai fakta yang tidak dapat digoyahkan, dan yang tidak dapat disingkirkan, seperti yang diinginkan oleh positivisme, dengan membatasi tugas sains secara tepat sejak awal.

[] P15

Kerja-kerja sains menampilkan dirinya kepada kita sebagai perjuangan tanpa henti untuk tujuan yang [tampak] tidak akan pernah tercapai dan, pada prinsipnya, [memang] tidak akan pernah tercapai. Karena tujuannya [yang sebenarnya] adalah metafisik, itu terletak di balik semua pengalaman.

Tetapi bukankah [dalam] semua sains dinyatakan [bahwa] tidak ada artinya untuk mengatakan bahwa [kerja-kerja sains] itu hanya mengejar hantu yang terbang [melayang / gamang]? – Sama sekali tidak. Karena justru dari perjuangan terus-menerus inilah buah-buahan berharga tumbuh dalam jumlah yang terus bertambah, yang memberi kita bukti nyata, tetapi juga [menjadi] satu-satunya bukti bahwa kita berada di jalan yang benar dan bahwa kita terus bergerak sedikit lebih dekat ke tujuan, yang mengisyaratkan jarak yang tak terjangkau. Bukan kepemilikan kebenaran, melainkan pencarian [kebenaranlah] yang berhasil menyuburkan dan membuat peneliti bahagia. Ini adalah kesadaran yang telah disadari oleh para pemikir yang berwawasan jauh sebelum Lessing memberinya karakter klasik dalam perkataannya yang terkenal.

II

Tujuan ideal fisikawan adalah pengetahuan tentang dunia luar yang nyata; tetapi satu-satunya alat penelitiannya, pengukurannya, tidak pernah memberitahunya [pemahaman] apa pun secara langsung [primer] tentang dunia nyata [fisik], tetapi selalu hanya pesan tertentu yang kurang lebih tidak pasti, atau, seperti yang pernah dikatakan Helmholtz, tanda-tanda yang disampaikan dunia nyata kepadanya, dan dari situ dia kemudian mencoba menarik kesimpulan, seperti ahli bahasa yang harus mengurai dokumen yang berasal dari kebudayaan yang sama sekali tidak dikenal.

[] P16

Apa yang dia asumsikan dan harus [dia] asumsikan sejak awal, jika pekerjaannya ingin berhasil, adalah bahwa dokumen tersebut [mesti] memiliki makna tertentu yang masuk akal. Fisikawan juga harus berasumsi bahwa dunia nyata [fisik] mematuhi hukum-hukum tertentu yang dapat kita pahami, bahkan jika dia tidak memiliki prospek untuk sepenuhnya memahami hukum-hukum ini atau bahkan menetapkan sifatnya dengan kepastian mutlak sejak awal.

Percaya pada hukum dunia nyata, dia sekarang membentuk sistem konsep dan kalimat, yang disebut gambaran dunia fisik, yang dia lengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan terbaiknya sedemikian rupa sehingga, ketika diganti dengan dunia nyata, itu memberinya pesan yang sama sejauh mungkin mengirim daripada ini. Sejauh dia berhasil melakukan [penafsiran dokumen] ini, dia mungkin, tanpa takut sanggahan faktual, membuat pernyataan dia benar-benar mengenali satu sisi dari dunia nyata, meskipun, tentu saja, pernyataan seperti itu tidak pernah dapat dibuktikan secara langsung. Tanpa terlihat arogan, seseorang mungkin mengungkapkan keheranan dan kekagumannya terhadap betapa tingkat kesempurnaan yang tinggi dari pikiran manusia yang ingin tahu telah mampu membentuk gambaran fisik dunia sejak zaman Aristoteles. Dari sudut pandang positivisme, gagasan tentang pandangan dunia fisik dan perjuangan terus-menerus untuk mendapatkan pengetahuan tentang [Realitas Total, des Realen] yang nyata tentu saja merupakan sesuatu yang asing dan tidak berarti. Karena [bagi positivisme] di mana tidak ada objek, tidak ada yang bisa digambarkan [dalam pengalaman].

[] P17

Dengan demikian, tugas gambaran dunia fisik dapat dicirikan sebagai bahwa ia harus membangun hubungan terdekat yang mungkin antara realitas dunia nyata [der realen Welt] dan dunia pengalaman indrawi [der Welt der sinnlichen Erlebnisse].Yang terakhir inilah yang pada awalnya memasok materi, dan pemrosesan materi [kemudian] berlangsung. Pada hakikatnya, segala sesuatu dipisahkan dan dihilangkan dari kompleks pengalaman fisik yang muncul karena sifat khusus dari kasus individual, yaitu sifat alat indra manusia atau alat ukur yang digunakan.

Selebihnya, gambaran fisik dunia harus memenuhi dari awal hanya satu syarat, yaitu secara logis bebas dari kontradiksi di semua bagiannya. Jika tidak, pematung diberikan kebebasan sepenuhnya, ia dapat melanjutkan dengan otonomi tak terbatas dan tidak perlu memaksakan batasan apa pun pada imajinasinya. Tentu saja, ada juga tingkat kesewenang-wenangan dan ketidakpastian yang signifikan dalam hal ini, dan karenanya sifat tugas / predisposisi – (Aufgabe: kecenderungan terhadap operasi mental tertentu yang melekat pada sifat suatu tugas atau disampaikan melalui instruksi untuk melakukannya; tugas atau penugasan) – terbukti jauh lebih sulit daripada yang mungkin terlihat dari perspektif naif. Bahkan dengan langkah pertama, yang terdiri dari menggabungkan hasil pengukuran individu ke dalam hukum terpadu, spekulasi bebas harus dimulai, karena peneliti segera dipaksa untuk melampaui apa yang diberikan dalam pengalaman [pengamatan]. Dia menghadapi tugas yang sama seperti ketika dia harus menghubungkan sejumlah titik individual yang ditarik oleh sebuah kurva.

[] P18

Seperti diketahui, tidak peduli seberapa dekat titik-titik itu, selalu ada banyak kurva yang tak terhingga. Bahkan jika seseorang menggunakan alat perekam yang berada dalam gerakan konstan, yang secara independen merekam kurva lengkap, misalnya, jika kurva suhu dicatat, kurva ini tidak pernah tajam [yaitu bukan satu garis kurva yang tipis], melainkan garis yang kurang lebih tebal di mana ada ruang untuk [memuat] jumlah kurva tajam [tipis] yang tak terbatas.

Untuk mengambil keputusan khusus dari ketidakpastian ini, tidak ada peraturan yang dapat digunakan secara umum. Hanya pemikiran khusus yang dapat membantu di sini, pemikiran yang mengarah pada pengenalan hipotesis berdasarkan kombinasi ide-ide khusus tertentu, yang sejak awal menentukan sifat-sifat tertentu untuk kurva yang diinginkan dan dengan demikian memilih yang sangat spesifik dari [kemungkinan] jumlah kurva [yang tak] tak terhingga. Pemikiran baru seperti itu berasal dari luar semua logika; untuk dapat memahaminya, fisikawan harus memiliki dua kualitas: keahlian dan imajinasi kreatif. Pertama, ia juga harus terbiasa dengan jenis pengukuran lainnya, dan kedua, ia harus memiliki gagasan untuk membawa dua jenis pengalaman pengukuran yang berbeda ke dalam sudut pandang yang sama. Setiap hipotesis yang kuat berasal dari kombinasi yang baik dari dua gambaran pengalaman yang berbeda.

[] P18-19

[Kombinasi pengalaman seperti] Ini juga dapat ditelusuri dalam banyak kasus secara historis secara mendetail, dari Archimedes, yang menggabungkan penurunan berat badannya sendiri di dalam air dengan penurunan berat mahkota emas tiran Syracuse yang terbenam di dalam air, hingga Newton, yang menggabungkan [pengamatan] kejatuhan tentang sebuah apel dari pohon yang memiliki gerakan [seperti] bulan melawan bumi [dengan konsep gerakan benda langit], kepada Einstein, yang menggabungkan keadaan benda [terdampak] gravitasi dalam kotak diam dengan keadaan benda bebas gravitasi dalam kotak yang dipercepat ke atas, atau untuk Bohr, yang menggambarkan [persepsinya tentang] sirkulasi elektron di sekitar inti atom yang digabungkan dengan [konsepsi tentang] orbit planet mengelilingi matahari.

[] P19

Ini tentu akan menjadi upaya yang menarik untuk melacak secara rinci, bagi sebanyak mungkin hipotesis signifikan dalam fisika, hubungan ide-ide yang menjadi asal mereka, meskipun tugas seperti itu memiliki kesulitan besar. Karena sejak dahulu kala, para ahli kreatif, karena alasan pribadi tertentu, tidak suka mengungkapkan kepada publik alur pemikiran terbaik yang mereka gunakan untuk memutar [mengelaborasikan] hipotesis mereka, yang seringkali juga mengandung hal-hal yang tidak penting.

Sejauh kegunaan hipotesis diperhatikan, [perspektif kombinasi ide] itu hanya dapat diuji dengan menurunkan konsekuensinya. Ini dilakukan dengan prosedur yang murni logis, terutama matematis, yang menggunakan hipotesis sebagai titik awal dan mengembangkan teori yang selengkap mungkin. Kemudian pernyataan-pernyataan khusus [diturunkan] dari teori yang dapat dihubungkan dengan pengukuran [tersebut], dan tergantung pada apakah hubungan tersebut ditemukan memuaskan atau tidak, [lalu] kesimpulan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan ditarik [dari] pada hipotesis awal.

[] P20

Keadaan ini mengungkapkan di atas segalanya fakta luar biasa [bahwa] kemajuan sains fisika tidak terjadi dalam perkembangan yang terus maju, sesuai dengan pendalaman dan penyempurnaan pengetahuan kita secara bertahap, tetapi itu berlangsung dengan cara yang tersentak-sentak dan eksplosif. Setiap hipotesis baru yang muncul mewakili semacam letusan mendadak, lompatan ke dalam kegelapan, yang secara logis tidak dapat dijelaskan. Kemudian sebuah teori baru lahir, yang, setelah terungkap, berkembang dengan mantap dan kurang lebih tak terelakkan dan akhirnya mengetahui nasibnya dari pengukuran. Selama hasilnya menguntungkan, hipotesis [tersebut] semakin mendapat otoritas, dan perkembangan teori [itu] terus menyebar. Namun, segera setelah kesulitan muncul di suatu tempat dalam interpretasi hasil pengukuran, keraguan, ketidakpercayaan, kepedihan kritis muncul. Ini adalah tanda-tanda sekaratnya [teori] yang lama dan matangnya hipotesis baru, yang tugasnya menyelesaikan krisis dan melahirkan teori lain yang mempertahankan keunggulan [teori] yang lama dan memperbaiki kekurangannya. Dengan demikian perkembangan pengetahuan fisik terjadi dalam interaksi yang konstan, terkadang dalam skala kecil, terkadang dalam skala besar, dalam perjalanannya untuk menyelidiki dunia luar yang nyata. Ini dapat ditelusuri sepanjang sejarah fisika.

[] P21

Hanya mereka yang telah mengikuti secara rinci kesulitan dan konflik di mana teori Lorentzian yang indah tentang elektrodinamika benda [akhirnya berhasil] bergerak masuk ke dalam [yaitu dibuktikan oleh hasil] pengukuran akan dengan benar menghargai perasaan lega penebusan yang dibawa oleh pembentukan hipotesis relativitas. Dan sesuatu yang sangat mirip dapat diamati dengan hipotesis kuantum, kecuali bahwa saat ini kita belum sepenuhnya melewati krisis.

Karena pembuat hipotesis memiliki tangan bebas sepenuhnya sejak awal sehubungan dengan kata-kata [pernyataan] hipotesis, ia dapat beralih dengan kedaulatan penuh dalam memilih konsep dan kalimat yang akan diperkenalkan, asalkan tidak menunjukkan kontradiksi logis. Tidaklah benar, seperti yang kadang-kadang diklaim di kalangan fisikawan, bahwa ketika menyusun hipotesis fisik, seseorang hanya boleh menggunakan istilah-istilah yang maknanya telah ditentukan sejak awal melalui pengukuran, yaitu yang independen dari teori apa pun, [dan yang telah] didefinisikan dengan cukup baik. Karena pertama, setiap hipotesis, sebagai bagian dari pandangan dunia fisik, adalah produk dari jiwa manusia yang benar-benar bebas berspekulasi, dan kedua, tidak ada kuantitas fisik apa pun yang dapat diukur secara langsung [primer]. Sebaliknya, pengukuran selalu memperoleh makna fisiknya hanya melalui interpretasi yang diberikan oleh teori. Siapa pun yang mengetahui [hasil pengamatan] di laboratorium [yang] presisi dapat bersaksi bahwa bahkan pengukuran yang paling langsung dan halus [sekalipun], seperti berat atau arus, agar berguna secara fisik, memerlukan sejumlah koreksi yang hanya [dapat] didasarkan pada teori, karenanya hipotesis, dapat diturunkan.

[] P22

Pembuat hipotesis memiliki kemungkinan dan alat yang hampir tidak terbatas, ia hanya sedikit bergantung pada kinerja fisiologis indranya seperti pada penggunaan alat pengukur fisik. Dengan mata [pandangan] mentalnya, dia melihat melalui dan mengontrol proses terbaik yang terjadi dalam struktur fisik, dia mengikuti pergerakan setiap elektron, dia mengetahui frekuensi dan fase setiap gelombang, ya, dia bahkan menciptakan geometrinya sendiri sesuka hati. Dan dengan alat spiritualnya, instrumennya dengan akurasi ideal, dia campur tangan dalam semua peristiwa fisik sesuka hati untuk melakukan eksperimen pikiran yang paling berani dan untuk menarik kesimpulan yang jauh dari hasil. Semua kesimpulan semacam itu, tentu saja, tidak ada hubungannya sama sekali dengan pengukuran aktual. Oleh karena itu, hipotesis itu sendiri tidak pernah dapat dibuktikan secara langsung benar atau salah dengan pengukuran; itu hanya bisa menjadi lebih atau kurang berguna.

Dan itu membawa kita ke sisi lain dari masalah ini. Kewaskitaan ideal mata [pandangan] spiritual sehubungan dengan semua proses di dunia fisik hanya terjadi karena [persepsi atas] dunia ini hanyalah citra dunia nyata yang dibentuk [dalam pengalaman diri] sendiri, sehingga pengetahuan penuh tentangnya dan kendali tak terbatas atasnya pada dasarnya merupakan persoalan yang natural [untuk dibahas] (Selbstverständlichkeit, yang dapat dimaklumi untuk muncul dengan sendirinya).

[] P23

Setiap hipotesis fisik hanya memperoleh makna untuk realitas, dan dengan demikian nilai aktualnya, ketika teori yang mengalir darinya dihubungkan dengan pengalaman pengukuran. Sekarang, seperti yang telah kita lihat, pengukuran mengajarkan kita tentang gambaran fisik dunia yang sama sedikitnya dengan [yang diajarkan oleh] dunia nyata; sebaliknya, setiap pengukuran menandakan proses tertentu dalam organ indra fisikawan yang melakukan pengukuran atau dalam alat ukur yang digunakannya, yang hanya satu yang pasti berhubungan dengan proses nyata yang akan diukur. Oleh karena itu, arti fisik dari suatu pengukuran tidak segera [langsung / primer] diberikan, tetapi menetapkannya adalah tugas sains, yang [porsinya] sama banyaknya dengan menyelidiki prosedur /alur / jalur / aliran (Ablaufs) hukum dari setiap proses lainnya. Dan juga metode penelitiannya sama, [yaitu dengan premis bahwa] seseorang harus memasukkan semua detail proses pengukuran dalam gambaran dunia fisik, jadi seseorang juga harus mencoba melihat melalui organ indra fisikawan pengukur atau alat pengukurnya dan proses yang terjadi di sana dengan mata spiritual penerawang ideal. Hanya dengan cara ini dimungkinkan untuk lebih dekat memahami hubungan hukum antara pengalaman pengukuran dan sifat dari proses yang diukur. Kesulitan epistemologis yang baru-baru ini dihadapi fisika teoretis melalui pengembangan hipotesis kuantum tampaknya didasarkan pada fakta bahwa mata [pandangan] fisik fisikawan pengukur telah diidentifikasi dengan cara yang jelas tetapi tidak dapat dibenarkan dengan mata [pandangan] spiritual fisikawan yang berspekulasi, sedangkan yang pertama adalah objek dari yang terakhir.

[] P24

Karena setiap pengukuran dikaitkan dengan intervensi kausal tertentu yang kurang lebih terlihat selama proses yang akan diukur, pada prinsipnya tidak mungkin untuk sepenuhnya memisahkan hukum proses fisik dari metode pengukurannya. Memang benar bahwa dalam kasus proses yang lebih kasar, seperti yang melibatkan banyak atom, metode pengukuran [tersebut] sebagian besar tidak relevan, dan oleh karena itu asumsi secara bertahap menjadi mapan dalam fisika teoretis sebelumnya, yang sekarang disebut zaman klasik, bahwa pengukuran memberikan wawasan langsung ke dalam proses nyata yang dapat diberikan. Tetapi dalam asumsi ini, seperti yang telah kita bahas secara rinci di atas, ada kesalahan mendasar, kesalahan yang persis kebalikan dari kesalahan yang dilakukan positivisme ketika mempertimbangkan pengalaman terukur saja dan mengabaikan proses nyata sama sekali. Sesedikit yang diizinkan, sangat kecil kemungkinannya untuk mematikan pengukuran sepenuhnya dan untuk sampai ke proses riil itu sendiri. Memang, dalam keberadaan aksi kuantum yang tak terpisahkan, bahkan ada batas yang sangat pasti dan dapat ditentukan secara numerik, di luar itu bahkan metode pengukuran fisik terbaik tidak dapat memberikan informasi apa pun tentang semua pertanyaan tentang detail proses riil. Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang tersisa adalah bahwa pertanyaan semacam itu sama sekali tidak memiliki arti fisik.

[] P25

Ini adalah titik di mana hasil pengukuran harus dilengkapi dengan spekulasi bebas untuk melengkapi gambaran dunia fisik sejauh mungkin dan, dengan demikian, sedikit lebih dekat untuk mewujudkan dunia nyata. —

Meninjau kembali kita dapat mengatakan bahwa kemajuan ilmu fisika dalam hal konten terutama bergantung pada pengembangan metode pengukuran. Dalam hal ini, kita sepenuhnya berbagi sudut pandang [dengan] positivisme. Tetapi perbedaannya adalah, menurut pandangan positivis, pengalaman pengukuran membentuk elemen utama yang tak terpisahkan di mana semua sains dibangun, sedangkan sebaliknya, dalam fisika aktual, pengukuran dianggap sebagai sesuatu yang lebih atau kurang terhubung secara rumit yang mengemukakan hasil akhir interaksi antara proses-proses di dunia luar dengan proses-proses di dalam alat ukur atau organ indra, yang [mana] penguraian dan interpretasinya yang tepat merupakan tugas utama penelitian ilmiah. Oleh karena itu, di atas segalanya, pengukuran harus diatur secara tepat, karena setiap pengaturan eksperimental mewakili formulasi khusus dari pertanyaan tertentu terhadap alam.

Tetapi pertanyaan yang masuk akal hanya dapat dicapai dengan bantuan teori yang masuk akal. Karena seseorang tidak boleh percaya seseorang dapat sampai pada penilaian tentang makna fisik dari suatu pertanyaan tanpa menggunakan teori sama sekali. Sebaliknya, cukup sering terjadi bahwa pertanyaan tertentu memiliki makna fisik menurut satu teori tetapi tidak menurut teori lain, dan karena itu maknanya berubah bersamaan dengan perubahan teori.

[] P26

Mari kita ambil misalnya, pertanyaan [tentang] mengubah logam tidak mulia, katakanlah merkuri, menjadi emas. Pertanyaan ini memiliki makna yang dalam di masa para alkemis, banyak peneliti telah mengorbankan kekayaan dan kesehatan mereka untuk menyelesaikannya. Setelah pengenalan teori konservasi atom, pertanyaan itu kehilangan maknanya dan umumnya dianggap bodoh untuk dikejar. Saat ini, sejak diperkenalkannya model atom Bohr, yang menurutnya atom emas berbeda dari atom merkuri hanya dengan tidak adanya elektron tunggal, pertanyaannya kembali menjadi begitu akut sehingga telah ditangani lagi dengan menggunakan alat penelitian paling modern. Anda juga dapat melihat di sini: pada akhirnya, mencoba lebih penting daripada belajar. Ya, bahkan percobaan yang gagal pun dapat, jika ditafsirkan dengan benar, memberikan wawasan yang paling penting.

Dengan demikian, upaya yang kurang lebih serampangan untuk membuat emas meletakkan dasar bagi ilmu kimia ilmiah, masalah mobilitas abadi yang tak terpecahkan memunculkan prinsip konservasi energi, dan upaya sia-sia untuk mengukur gerak absolut bumi memberikan kesempatan untuk menegakkan teori relativitas. Penelitian eksperimental dan teoritis selalu bergantung satu sama lain. Tidak ada yang bisa maju tanpa yang lain.

[] P27

Tentu saja, kadang-kadang [saintis] tergoda setelah itu, begitu wawasan baru muncul, [untuk] tidak hanya untuk menyatakan masalah tertentu yang berhubungan dengannya sebagai tidak berarti, tetapi juga ingin membuktikan ketidakberartiannya secara apriori. Tapi ini [cuma] ilusi. Dengan sendirinya, baik gerakan absolut bumi, yaitu gerakan bumi dalam kaitannya dengan eter cahaya, maupun ruang absolut Newtonian, secara fisik tidak berarti, seperti yang dapat dibaca dalam beberapa representasi populer dari teori relativitas. Yang pertama hanya menjadi demikian ketika teori relativitas khusus diperkenalkan, yang terakhir ketika teori relativitas umum diperkenalkan.

Seseorang dapat mengikuti di mana-mana bagaimana pandangan ilmiah tertentu, yang sepenuhnya dibenarkan dalam dirinya sendiri, telah berakar kuat selama berabad-abad dan karena itu sering diterima begitu saja, diguncang dan akhirnya ditekan oleh teori-teori baru yang lebih kuat.

III

Pertarungan pendapat bahkan belum berhenti di dasar semua penelitian ilmiah sebelumnya, [yaitu tentang] hukum kausalitas. Apakah hukum sebab-akibat berlaku, seperti yang selalu diasumsikan, untuk setiap proses fisik, hingga perincian terakhir, atau hanya memiliki ringkasan [umum], signifikansi statistik ketika diterapkan pada proses terbaik [terdetail] dalam atom? Pertanyaan ini juga tidak dapat diputuskan sebelumnya, baik secara epistemologis murni ataupun dengan pengukuran.

[] P28

Sebaliknya, itu sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan fisikawan yang berspekulasi dan membentuk bangunan hipotetisnya, [yaitu] apakah dia lebih suka melengkapi pandangan dunianya dengan dinamika yang ketat atau dengan kausalitas statistik. Satu-satunya hal yang penting adalah seberapa jauh dia berhasil. Dan itu hanya dapat diuji dengan pertama-tama secara tentatif memutuskan salah satu dari dua sudut pandang [tersebut] dan kemudian melihat konsekuensi apa yang didapat seseorang dari sudut pandang itu, seperti yang kita lakukan di awal diskusi kita saat ini, ketika memeriksa pencapaian yang telah dicapai [oleh] positivisme. Pada prinsipnya tidak ada bedanya yang mana dari dua sudut pandang yang dipilih pertama kali, dalam praktiknya orang akan memilih yang memberikan kepuasan lebih dari awal [lebih optimal]; dan bagi saya, saya ingin sangat percaya bahwa asumsi kausalitas yang ketat lebih disukai hanya karena legalitas dinamis berjalan lebih jauh dan lebih dalam daripada statistik, yang meninggalkan nilai-nilai kognitif tertentu sejak awal. Karena dalam fisika statistik hanya ada hukum yang berhubungan dengan banyaknya peristiwa. Meskipun peristiwa-peristiwa individual secara tegas diperkenalkan dan diakui seperti itu, pertanyaan tentang jalur hukumnya dinyatakan tidak berarti sejak awal. Itu tampaknya sangat tidak memuaskan bagi saya. Saya juga tidak melihat sedikit pun alasan untuk meninggalkan asumsi legalitas yang ketat, baik dalam gambaran fisik maupun spiritual dunia.

[] P29

Tentu saja, hukum kausal yang tegas tidak secara langsung dapat diterapkan pada rangkaian pengalaman. Hanya koneksi statistik yang dapat dibangun di antara [rangkaian] pengalaman. Bahkan pengukuran paling tajam pun selalu mengandung kesalahan acak yang tidak dapat dikendalikan. Tetapi, seperti yang telah kita lihat, secara obyektif, sebuah pengalaman adalah sebuah proses yang dihasilkan dari banyak elemen yang berbeda, dan bahkan jika setiap elemen individual terhubung menurut hukum kausal yang ketat dengan elemen individual lain dari pengalaman berikutnya, pengalaman selanjutnya yang sama sekali sangat berbeda dapat muncul dari pengalaman yang sangat spesifik yang dianggap sebagai penyebab, tergantung pada sifat komposisi dasarnya.

Tetapi, di sini muncul pertanyaan yang tampaknya menentang asumsi kausalitas yang ketat, setidaknya di bidang intelektual, dengan penghalang yang tidak dapat diatasi pada prinsipnya, dan yang ingin saya bahas sebentar karena kepentingan manusianya yang tertinggi: pertanyaan [tentang] kehendak bebas. Karena kebebasan berkehendak secara langsung dijamin oleh kesadaran kita sendiri, yang merupakan contoh terakhir dan tertinggi dari fakultas kognitif kita.

Apakah kehendak manusia benar-benar bebas atau ditentukan secara ketat? Kedua alternatif ini tampaknya benar-benar eksklusif satu sama lain, dan karena yang pertama jelas harus ditegaskan, asumsi kausalitas yang ketat tampaknya telah direduksi secara ad absurdum setidaknya dalam satu kasus.

[] P30

Banyak upaya telah dilakukan untuk memecahkan dilema ini, sering kali dengan mencoba menetapkan batas di mana validitas hukum kausalitas tidak dapat melampauinya. Baru-baru ini, perkembangan fisika modern juga diperhitungkan dan kehendak bebas digunakan secara langsung sebagai pendukung asumsi kausalitas statistik murni. Karena saya sudah memiliki kesempatan untuk menekankan pada kesempatan lain, saya tidak setuju dengan pandangan seperti itu. Jika itu benar, kehendak manusia akan direndahkan menjadi sebuah organ kebetulan / probabilitas yang buta. Menurut pendapat saya, pertanyaan tentang kehendak bebas tidak ada hubungannya dengan pertentangan antara fisika kausal dan statistik, maknanya jauh lebih dalam, itu sama sekali tidak bergantung pada hipotesis fisik atau biologis apa pun.

Solusi untuk dilema yang disebutkan [itu] terletak, seperti yang saya yakini pada kesepakatan esensial dengan para filsuf terkenal, di sisi yang sama sekali berbeda. Pemeriksaan lebih dekat menunjukkan bahwa alternatif yang disajikan di atas, apakah kehendak manusia itu bebas atau apakah itu ditentukan secara kausal, didasarkan pada disjungsi yang tidak dapat diterima secara logis. Kedua kasus yang kontras ini tidak saling eksklusif. Apa artinya: kehendak manusia ditentukan secara kausal?

[] P30-31

Ini hanya dapat berarti bahwa setiap tindakan kehendak manusia dengan segala motifnya dapat diramalkan dan diprediksi, tetapi tentu saja hanya oleh seseorang yang melihat melalui [perspektif / pengalaman] orang yang bersangkutan dengan semua karakteristik fisik dan mentalnya, kesadarannya dan alam bawah sadarnya secara mutlak, yang oleh karena itu memiliki mata [pandangan] spiritual yang benar-benar menerawang, katakanlah Mata [Pandangan] Ilahi.

[] P31

Kita dapat dan harus mengakuinya tanpa argumen. Di hadapan Tuhan, semua orang, bahkan yang paling sempurna dan paling cemerlang, termasuk Goethe dan Mozart, adalah makhluk primitif yang pikiran paling rahasia dan emosi terbaiknya berbaris teratur di hadapan Mata / Penglihatan-Nya seperti mutiara di [untaian] kalung. Ini tidak mengurangi martabat orang-orang hebat ini. Tetapi orang harus selalu ingat bahwa adalah lancang dan tidak masuk akal jika, berdasarkan pertimbangan ini, seseorang ingin mencoba meniru Mata [Pandangan] Ilahi dan memikirkan Pikiran [dan] Roh Ilahi sepenuhnya. Kecerdasan manusia biasa bahkan tidak akan mampu memahami pikiran terdalam, bahkan jika mereka dikomunikasikan kepadanya, dan dalam hal ini prinsip penentuan proses mental menghindari pemeriksaan apa pun dalam banyak kasus; itu juga bersifat metafisik seperti proposisi bahwa ada dunia luar yang nyata. Tetapi secara logis [keterbatasan pandangan mental manusia itu] tidak dapat dibantah, dan bahwa hal itu sangat penting [untuk] dibuktikan dengan fakta sederhana bahwa itu sebenarnya adalah dasar dari semua penelitian ilmiah tentang hubungan antara proses-proses mental.

[] P31-32

Tidak ada penulis biografi yang akan menyelesaikan pertanyaan tentang motif di balik tindakan mencolok pahlawannya dengan menghubungkannya dengan kebetulan; sebaliknya, dia akan selalu mengaitkan kurangnya penjelasan yang memuaskan baik dengan ketidaklengkapan bahan sumber yang tersedia ataupun kurangnya wawasan dengan batas pemahamannya sendiri, dan dengan cara yang sama, dalam kehidupan praktis, kita selalu menyesuaikan perilaku kita terhadap sesama manusia dengan asumsi bahwa kata-kata dan tindakan mereka ditentukan / disebabkan oleh sebab-sebab yang sangat pasti, yang terletak pada diri mereka sendiri atau pada lingkungan mereka, meskipun sering kali [sebab itu] tidak dapat kita kenali / ketahui.

[] P32

Di sisi lain, apa artinya [pernyataan bahwa]: Kehendak manusia itu bebas? Tetapi [di saat yang sama] hanya siapa pun yang diberi kesempatan untuk melakukan [satu di antara] dua tindakan dapat memilih satu atau yang lain atas kebijakannya sendiri. Ini sama sekali tidak konsisten dengan pernyataan kita sebelumnya. Kontradiksi hanya akan ada jika manusia dapat melihat melalui dirinya sendiri seutuhnya seperti Mata / Pandangan Ilahi. Karena dengan begitu dia dapat meramalkan tindakan kehendaknya sendiri berdasarkan hukum kausal, dan kehendaknya tidak lagi bebas. Namun, kasus ini dikecualikan dari sudut pandang yang murni logis. Karena bahkan mata / pandangan yang paling baik pun tidak dapat lagi melihat melalui dirinya sendiri [dibandingkan] daripada alat apa pun yang dapat bekerja dengan sendirinya. Objek dan subjek aktivitas kognitif tidak pernah bisa identik, karena seseorang hanya dapat berbicara tentang pengetahuan ketika objek yang diketahui tidak dipengaruhi oleh proses dalam subjek yang mengetahui.

[] P33

Oleh karena itu, pertanyaan tentang validitas hukum kausal dalam Penerapan pada tindakan kemauan / kehendak sendiri tidak ada gunanya sejak awal, sama seperti tidak ada gunanya sejak awal untuk menanyakan apakah seseorang dapat mengatasi dirinya sendiri dengan memanjat dengan benar, atau apakah seseorang dapat menyusul bayangannya sendiri dalam suatu perlombaan.

Pada prinsipnya, setiap orang dapat menerapkan hukum sebab-akibat pada semua proses di lingkungannya, baik fisik maupun mental, sesuai dengan kecerdasannya, tetapi hanya jika mereka tidak dipengaruhi oleh penerapan ini, yaitu. Ini [lingkungan luar diri] adalah satu-satunya objek yang secara konseptual, pada prinsipnya, menghindari kendala hukum kausalitas baginya, tetapi justru objek [internal diri manusia] yang merupakan miliknya [adalah] yang paling berharga dan pribadi dan di atas / [dengan] administrasi [pengaturan / penataan] yang tepat yang [akan] menjadi sandaran kedamaian dan kebahagiaannya. Oleh karena itu, hukum kausal tidak dapat memberinya pedoman apa pun untuk tindakannya, itu tidak dapat membebaskannya dari tanggung jawab moral yang dibebankan kepadanya oleh hukum yang sama sekali berbeda, yang tidak ada hubungannya dengan hukum kausal, dan yang dimiliki / dibawa [oleh] setiap orang bersamanya [dalam] hati nurani dirinya, cukup jelas dikenali jika dia ingin memahaminya.

Ini adalah penipuan diri yang berbahaya untuk mencoba menyingkirkan keharusan / tanggung jawab moral yang tidak nyaman dengan menerapkan hukum alam yang tak terhindarkan.

[] P34

Seorang anak manusia yang melihat masa depannya sendiri pasti telah ditentukan sebelumnya oleh takdir, atau orang-orang yang mempercayai ramalan kejatuhan mereka ditentukan oleh hukum kodrat, sebenarnya hanya menyatakan bahwa mereka tidak mampu mengerahkan keinginan yang tepat untuk bangkit.

Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan! Kita telah mencapai titik di mana sains menyatakan dirinya tidak kompeten dan menunjuk di luar dirinya ke wilayah-wilayah yang luput dari pertimbangannya. Bahwa dia dapat melakukan pengendalian diri seperti itu, menurut saya, harus menginspirasi kita semua untuk lebih percaya diri pada keandalan hasil yang dia peroleh di bidangnya sendiri. Tetapi di sisi lain, kita melihat pada saat yang sama bahwa berbagai bidang di mana jiwa manusia aktif tidak dapat sepenuhnya diisolasi satu sama lain, melainkan terhubung secara erat. Kita telah mulai dari suatu bidang sains spesialis tunggal dan kita dipimpin / dituntun oleh pertanyaan-pertanyaan yang murni bersifat fisik melalui dunia indrawi di luar ke dunia metafisik [yang] nyata, yang, karena ketidakmungkinan mengetahuinya / mengenalinya secara langsung [primer, kontak fisik], tampak bagi kita [seolah-olah] sebagai sesuatu yang [begitu] misterius dan tinggi / luhur yang tidak dapat dipahami, sementara itu, dalam upaya kita untuk menggambarkannya, ia juga menandakan harmoni dan keindahan batin yang mendalam. Dan akhirnya kita sampai pada pertanyaan tertinggi yang harus ditanyakan kepada siapa saja yang ingin berpikir serius tentang makna hidupnya.

[] P35

Dengan cara yang sama, Anda yang jauh dari fisika, saya harap, akan mendapat kesan bahwa bahkan [suatu] disiplin khusus [sekalipun], jika dikejar secara menyeluruh dan teliti, dapat menggali harta berharga yang bersifat estetis dan etis, dan selanjutnya, bahwa krisis besar dalam kebudayaan spiritual, yang kita pikirkan di awal dan yang kita tindak lanjuti, pada akhirnya hanya berfungsi untuk mempersiapkan jalan bagi persatuan / penggabungan / integrasi (Zusammenschluß) menuju persatuan / penggabungan / integrasi baru yang lebih tinggi.

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Siklus Tantangan dan Respons Peradaban Menurut Arnold Joseph Toynbee