Model Gelombang Joshua Goldstein dalam Siklus Sejarah
“Goldstein menyajikan tabel yang mendeskripsikan siklus hegemoni historis sejak 1648. Untuk masa depan, proyeksi Goldstein yang paling luar biasa ialah suatu naikkan produksi dari 1995 hingga 2020, suatu fase perang dari 2000/05-2025/30, dan suatu naikkan harga pada 2010-2035. Namun, dia mencapai kesimpulan tak definit bahwa, perang akan terjadi pada suatu periode antara tahun 2000 hingga 2030.”
“Pertumbuhan yang lebih cepat mendorong naiknya kegentingan konflik antara kekuatan-kekuatan besar yang saling bersaing, dalam perebutan pasar, sumber daya, dll. Hal ini berujung pada meningkatnya kemungkinan perang. Fatalitas perang yang lebih tinggi pada gilirannya meredam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan yang lebih rendah berujung pada konflik yang kurang dahsyat, yang kemudian membawa pertumbuhan yang lebih cepat. Lalu itu kembali lagi sebagai suatu siklus. Urutan ini terjadi secara kasar selama 50 tahun – satu gelombang panjang – untuk satu kejadian penuh.”
[Joshua S. Goldstein, 1987: hal. 590-595]
Dia menyimpulkan: “Data tersebut ... secara kuat mendukung korelasi
dari “perang-perang antar kekuatan besar” – perang dengan minimal satu kekuatan
besar yang menjadi hegemoni dunia terlibat dalam salah satu sisinya – dengan naikkan
bukit gelombang ekonomi (economic upswing) ... kenaikan itu memili 25
kali besar dari fatalitas pertempuran tahunan dibandingkan saat turunan lembah
gelombang ekonomi (downswing).” Besarnya jumlah fatalitas dalam dua
perang dunia, keduanya berada dalam periode naikkan, secara kuat mempengaruhi
kesimpulan ini. Bahkan jika perang-perang abad ke-20 dipisahkan, pola yang sama
tetap timbul. Kemudian, “naikkan (upswing) itu memiliki tujuh kali laju
fatalitas tahunan dibandingkan saat turunan.”
Dalam dua karyanya, hanya muncul suatu asosiasi sedang antara siklus ekonomi dan pola hegemoni. Namun, dalam tesis tersebut, Goldstein berargumentasi bahwa tiga siklus yang masing-masingnya sekitar 150 tahun telah terjadi sejak 1648. Perang hegemoni pertama (Perang Tiga Puluh Tahun) membawa kepada kepemimpinan Belanda yang berakhir pada 1780-an. Perancis merupakan penantang selama periode tersebut, tapi Britanialah (salah satu partner koalisi) yang muncul sebagai kuasa hegemoni baru setelah 1815 (mengikuti pertempuran besar revolusi dan perang-perang Napoleon). Pengaruhnya berakhir setelah ditantang oleh Jerman, 1914-1945, saat sekali lagi salah satu anggota sekutu koalisi, Amerika Serikat (AS), muncul sebagai kekuatan dominan. Semua perang hegemoni itu – 1618-48, 1793-1815, dan 1914-45 – bersamaan dengan naiknya harga-harga, membawa kepada perubahan-perubahan dalam kepemimpinan sistemis. Goldstein menyajikan tabel yang mendeskripsikan siklus hegemoni historis sejak 1648. Untuk masa depan, proyeksi Goldstein yang paling luar biasa ialah suatu naikkan produksi dari 1995 hingga 2020, suatu fase perang dari 2000/05-2025/30, dan suatu naikkan harga pada 2010-2035. Namun, dia mencapai kesimpulan tak definit bahwa, perang akan terjadi pada suatu periode antara tahun 2000 hingga 2030.
Secara historis, satu kesulitan dalam prediksinya ialah bahwa
penggambaran ini memproyeksikan kepemimpinan Belanda hingga akhir abad ke-18,
meskipun Belanda secara aktual kehilangan kuasa hegemoninya pada akhir abad
ke-17. Kedua, ia menganggap periode perang 1914-45 sebagai periode kemakmuran,
meskipun sebagian besarnya menandai penurunan ekonomi terbesar dalam sejarah
modern. Anggapan Goldstein juga gagal untuk menjelaskan banyak perang dahsyat
yang terjadi dalam periode hegemoni: perang-perang Louis XIV, Perang Tujuh
Tahun, dan lima perang antara 1854 dan 1871.
Bagi Goldstein dan Modelski (lihat tulisan sebelumnya), kepemimpinan hegemoni secara umum berlangsung lebih lama
daripada satu ayunan naik dan turun. Dalam qanun Modelski, kuasa Portugal yang
selama 86 tahun mulai pada suatu turunan dan mencakup tiga turunan dan dua naikkan.
Hegemoni Belanda mulai pada suatu turunan dan berakhir pada turunan juga,
dengan satu naikkan di antaranya. Hegemoni pertama Britania mulai pada suatu
turunan, berproses melalui dua naikkan, dua turunan, dan lalu berakhir pada
suatu naikkan. Periode kedua Britania berawal dan berakhir pada suatu naikkan,
dengan dua turunan besar dan tambahan naikkan di antaranya. Dominasi AS bermula
pada suatu naikkan (menurut interpretasi tradisional) dan diprediksi akan
berakhir pada suatu naikkan (yang kemungkinan seperti saat perang), yang
mengikuti turunan saat ini. Satu alasan untuk pemisahan antara kondisi ekonomi
dengan hegemoni ialah bahwa siklus ekonomi telah menjadi lebih panjang, tidak
sesuai dengan pola hubungan dengan sejumlah fase kepemimpinan hegemoni
sebelumnya.
Ini juga menjadi masalah untuk model Goldstein. Belanda memiliki
tiga siklus ekonomi penuh, Britania dua, dan AS hanya satu. Tentu saja, mungkin
bahwa siklus ekonomi dan perang secara langsung berhubungan, tak peduli faktor
hegemoni. Selain itu, saat ayunan ekonomi telah mengalami dis-agregasi menuju
seri produksi dan harga, inflasi tampak semakin kuat terhubung dengan perang
daripada naikkan produksi, meski mungkin juga produksi naik lebih dulu, baru
diikuti harga-harga. Pada periode 1790-1922, Goldstein mengamati: “Semua
periode inflasi mayor (kecuali inflasi ringan 1898-1914) tampaknya terkait
dengan perang-perang kekuatan besar dunia.” Dia menambahkan: “Studi tersebut
tak mampu untuk mengidentifikasi gelombang panjang dalam seri produksi ...”
Periode pasca 1922 lebih ambigu; turunan berikutnya dapat
berlangsung hingga setelah perang dimulai (menurut interpretasi tradisional)
atau saat berakhirnya pada 1932 (menurut Rostow). Rostow melihat periode
1950/51-72 sebagai turunan baru meliputi Perang Korea dan Vietnam. Pada kedua
kejadian tersebut, hubungan antara naikkan gelombang ekonomi dan perang cukup
kacau. Teori yang menyatakan bahwa perang berkorelasi dengan kenaikan produksi
itu tidak berlaku seragam pada seri sebelumnya; teori bahwa perang berkorelasi
dengan kenaikan harga tidak berlaku setelah 1930. Dengan demikian, kita mesti
meninjau implikasi teoretis ketidakpastian ini.
Proposisi Joshua S. Goldstein
Sejak 1920-an, pertanyaan tentang gelombang panjang (siklus Kondratiev, lihat tulisan sebelumnya) yang secara kasar berdurasi 50 tahun dalam kehidupan ekonomi dan sosial telah menghasilkan kontroversi yang besar dan konsensus yang kecil. Joshua S. Goldstein telah meninjau-ulang secara detail debat-debat teoretis dan bukti-bukti empiris sebelumnya untuk pandangan-pandangan tentang gelombang panjang ini. Debat-debat teoretis sebelumnya telah berkutat seputar empat penjelasan yang saling bersaing.
Klaim-klaim tentang gaya kausal utama dalam gelombang panjang ini meliputi:
1.
Investasi kapital (Kondratiev, 1928/1984; Forrester, 1985)
2.
Inovasi (Schumpeter, 1939; Mensch, 1979)
3.
Perjuangan kelas (Trotsky, 1923/1973; Mandel, 1980)
4.
Perang (Akerman, 1932/1979; Goldstein, 1985)
Setiap mazhab memiliki kerangka kerja teoretis dengan kosa-katanya,
fokus perhatiannya, dan metodologinya masing-masing. Banyak pihak
berargumentasi bahwa kerja-kerja sebelumnya dalam bidang ini telah gagal untuk
mengelaborasikan suatu landasan teoretis yang koheren (apalagi yang bersatu)
untuk gelombang panjang. Riset empiris masa lalu telah mencoba untuk
mengidentifikasi gelombang panjang dalam data historis harga-harga, produksi,
perdagangan, inovasi, dan fenomena ekonomi lain. Hasilnya baur, bahkan cenderung
“kurang lengkap”. Gelombang panjang didapati paling konsisten pada seri harga,
dan telah diklaim oleh sejumlah periset dalam bidang produksi, inovasi, dan
perdagangan. Riset pribadi Goldstein telah mengidentifikasi gelombang panjang
dalam perang-perang kekuatan besar dunia. Para periset lain mengklaim telah
menemukan gelombang panjang yang terkait dengan kebijakan luar negeri AS, dan
dalam nilai-nilai sosial dan politik.
Meski demikian, kebanyakan saintis sosial tetap skeptis dengan
eksistensi gelombang panjang; di antara mereka yang menemukan manfaat dalam
gelombang panjang, terdapat kebingungan tentang variabel apa yang terpengaruh;
dan bahkan di antara mereka yang mempelajari variabel-variabel yang sama,
terdapat pertentangan substansial terkait waktu dan korelasi-korelasinya. Riset
empiris Goldstein mencoba untuk mengatasi kebingungan pada sejumlah area
tersebut.
Kerja Goldstein berkenaan dengan sejumlah pertanyaan: (1) Dapatkah gelombang panjang diidentifikasi dalam suatu ragam data seri waktu dari ekonomi dan politik? (2) Pada periode, negara, dan tipe variabel mana gelombang panjang dapat ditemukan? (3) Apa hubungan yang mengaitkan elemen-elemen yang berbeda pada ekonomi dan politik, dan dengan teori kausal apa hubungan tersebut bisa konsisten? Goldstein menggunakan 40 seri waktu ekonomi historis, dibarengi dengan data tentang perang-perang kekuatan besar, untuk mengidentifikasi gelombang panjang dalam perang, harga, perdagangan, dan produksi. Data untuk variabel-variabel lain, seperti inovasi, perdagangan, investasi, dan perjuangan kelas, hanya cukup untuk mendukung kesimpulan yang bersifat sementara, dan tidak diangkat dalam tulisan ini.
Hasil dari analisis ini mengindikasikan bahwa perang memainkan
peran sentral dalam gelombang panjang tersebut, bahwa stagflasi dapat dilihat
sebagai suatu fase dari gelombang panjang itu, dan bahwa perang meredam
pertumbuhan ekonomi. Suatu model teoretis konsisten dengan hasil-hasil empiris
tersebut – di mana gelombang panjang muncul dari efek bolak-balik antara perang
dan pertumbuhan ekonomi – didiskusikan pada akhir artikel.
Data dan Metode
Metode Goldstein untuk analisis gelombang panjang dalam data
empiris berbeda cukup jauh dari pendekatan-pendekatan tradisional hingga
inferensi statistis dalam sains sosial. Pertama, ia mengetengahkan hal yang
deskriptif alih-alih statistik inferensial, karena “semesta” dari sepuluh
gelombang panjang – bukan suatu sampel – ialah yang dipelajari. Hanya ada satu
sejarah dunia, dan dalam ranah itu pengerjaannya, meskipun kuantitatif,
hanyalah satu interpretasi historis.
Kedua, rendahnya ketersediaan dan kualitas data menghalanginya
untuk menerapkan pengujian statistik inferensial standar – suatu hipotesis
gelombang panjang melawan hipotesis nol gelombang. Alih-alih, ia menekankan pembuatan
suatu teori gelombang panjang yang masuk akal konsisten dengan bukti empiris
yang tersedia.
Ketiga, ia mendefinisikan siklus-siklus sosial dalam istilah “waktu
siklus” alih-alih dalam “periodisasi” waktu kalender. Definisinya soal siklus
sosial didasarkan pada tahapan-tahapan yang berulang dalam kehidupan sosial,
bahkan jika hanya secara kasar berkorelasi dengan siklus astronomis dan fisis
yang mendefinisikan waktu kalender.
Ini berarti bahwa ia mendefinisikan gelombang panjang sebagai suatu pola periode-periode fase historis yang berubah-ubah – naik dan turun – yang hanya secara kasar memiliki panjang yang sama.
Mendefinisikan Gelombang Panjang
Dalam konsepsi Goldstein, gelombang panjang merupakan suatu fenomena
pada analisis level dunia, dan mempengaruhi keseluruhan inti dari sistem global.
Kebanyakan data dikumpulkan secara nasional alih-alih pada level region inti
secara keseluruhan, dan ini memerlukan penggunaan data nasional secara dominan.
Ia menggunakan suatu skema tunggal penanggalan untuk gelombang panjang, dan
mengujinya terhadap beragam seri waktu nasional. Mengasumsikan bahwa gelombang
panjang itu mempengaruhi beragam negara inti secara sinkron, salah satunya
mesti mampu untuk mengidentifikasi jejak-jejak pada berbagai ekonomi nasional,
dan inilah yang ia temukan.
Goldstein mendefinisikan periode-periode fase gelombang panjang
melalui suatu “skema penanggalan dasar” – satu set tanggal-tanggal fase yang
bekerja pada semua seri waktu yang diuji. Tanggal-tanggal ini, ditunjukkan pada
Tabel 1, digambarkan secara apriori dari literatur gelombang panjang tersebut,
dan digunakan sebagai standar yang terhadapnya diujikan data historis. Skema
penanggalan dasar secara masuk akal cukup dekat dengan konsensus penanggalan
yang digambarkan dari 33 sarjana gelombang panjang.
Jika data empiris berkorelasi dengan gelombang panjang tersebut,
fase-fase naikkan (sebagaimana didefinisikan oleh skema penanggalan tersebut)
akan ditandai dengan pertumbuhan yang lebih cepat, sementara fase turunan
ditandai dengan pertumbuhan lambat atau negatif tapi tidak harus penurunan
aktual dari suatu variabel selama periode fase tersebut. Sepanjang seri waktu
yang berbeda (variabel, negara, dan periode waktu yang berbeda), laju
pertumbuhan mesti berubah-ubah dalam periode fase-fase yang berurutan. Metode
statistiknya dirancang untuk mengidentifikasi pola-pola yang demikian dalam
data seri waktu.
Pertimbangan Data
Pencarian terhadap bukti empiris historis dari gelombang panjang
dibatasi oleh limitasi data. Hanya data seri waktu panjang tahunan yang
mendukung pengujian secara layak terhadap hipotesis gelombang panjang. Namun,
data seperti itu berupa titik-titik, khususnya pada masa pra-industri. Untuk
harga, sejumlah seri waktu tahunan dapat ditelusuri hingga abad ke-6 (suatu
periode yang juga dicakup oleh data perang), tapi untuk produksi, tipe data ini
hanya ada untuk masa industri, sejak akhir abad ke-18.
Data itu digunakan dalam proyek riset Goldstein yang mencakup seri
waktu anual, secara umum sepanjang 100 hingga 200 tahun (periode abad ke-5
dicakup melalui suatu daerah tumpang dari seri-seri data yang berbeda dalam
periode yang berbeda). Ia mendaftar 40 seri waktu ekonomi yang didiskusikan
dalam artikel ini – 28 seri harga (14
indeks harga nasional dan 14 seri harga komoditas individual), 2 seri upah riil
yang dikoreksi untuk inflasi harga, dan 10 seri produksi – dan seri-seri waktu
tentang perang-perang kekuatan besar. Dalam jurnal itu, Goldstein fokus pada kedahsyatan
atau tingkat fatalitas pertempuran, suatu indikator dari skala keganasan yang
terjadi selama suatu perang, yaitu, “seberapa besar” suatu perang itu. Ia telah
menunjukkan di tempat lain bahwa dimensi kedahsyatan ini, alih-alih frekuensi
atau durasi, merupakan hal yang berkorelasi dengan gelombang panjang, dan bahwa
tindakan mengoreksi pertumbuhan populasi tidak secara substansial mengubah
korelasi itu.
Metode
Dalam rangka menguji perbedaan-perbedaan dalam laju pertumbuhan antara
periode fase yang berdekatan, diperlukan suatu metode untuk estimasi laju
pertumbuhan dalam setiap periode fase, dan suatu metode untuk membandingkan
laju tersebut pada fase-fase yang berubah-ubah.
Metodenya untuk estimasi laju pertumbuhan dalam setiap periode fase ialah dengan mengestimasi kemiringan linear seri-seri dalam periode tersebut, dan lalu menstandarkan kemiringan tersebut dengan makna seri-seri dalam periode fase tersebut. Laju pertumbuhan pada fase-fase yang berubah-ubah – untuk sekumpulan seri waktu yang mencakup sejumlah fase historis – dapat dianalisis sebagai suatu kelas, menggunakan suatu pengujian “paired t-test” untuk membandingkan fase-fase naikkan dan turunan yang berdekatan. Pengujian-pengujian ini menguji apakah suatu kelas seri waktu secara keseluruhan menunjukkan laju pertumbuhan yang berubah-ubah pada fase-fase gelombang panjang yang berurutan.
Namun, analisis dua fase yang sederhana ini tidak dapat menyediakan
informasi tentang urutan dan waktu dari variabel-variabel yang berbeda dalam
gelombang panjang tersebut, yang krusial dalam membandingkan teori-teori kasual
yang berbeda. Dalam rangka menginvestigasi hubungan temporal dalam gelombang
panjang tersebut, perlu untuk mengidentifikasi “korelasi tertunda” dari suatu
seri data dengan skema penanggalan dasar gelombang panjang tersebut.
Untuk mengidentifikasi korelasi tertunda di antara
variabel-variabel, Goldstein mengembangkan suatu statistik deskriptif, yang ia
sebut sebagai “struktur tunda” dari suatu seri waktu relatif terhadap fase-fase
nominal dari skema penanggalan dasar tersebut. Ini merupakan suatu kurva yang
menunjukkan seberapa baik seri data tersebut memenuhi fase-fase naikkan dan
turunan nominal, sebagai suatu fungsi pergeseran keseluruhan skema penanggalan
dasar maju dan mundur satu tahun dalam suatu waktu. Bagus atau tidaknya indikator
fit data itu
diturunkan dari perbedaan antara laju pertumbuhan pada fase-fase naikkan dan
turunan.
Gambar 1 menunjukkan suatu struktur tunda skematis. Sumbu
horizontal membentang dari minus (-20) hingga plus (+20) tahun dalam pergeseran
skema penanggalan; sumbu vertikal mewakili bagus atau tidaknya kecocokan/fit
(dari data pada penanggalan yang tergeser tersebut). Sejumlah poin atau region
pada sumbu horizontal tersebut dilabeli. Pertama, ialah puncaknya – penundaan
yang mana data paling baik memenuhi fase-fase tertunda. Kedua, ia
mengidentifikasi dengan suatu X penundaan tersebut, untuk mana suatu pemenuhan
minimal terhadap skema penanggalan ditemukan (rata-rata perbedaan laju
pertumbuhan antara turunan dan naikkan berikutnya ialah positif; bahwa antara
naikkan dan turunan berikutnya ialah negatif). Seperangkat penundaan dengan fit
minimal seperti itu disebutnya sebagai region X dari struktur tunda tersebut.
Secara terbalik, penundaan untuk mana suatu korelasi terbalik minimal ditemukan
disebut sebagai region O, dan titik minimal dari struktur tunda tersebut
mengindikasikan pemenuhan terbaik dari korelasi terbalik.
Struktur tunda tersebut menyediakan tiga tipe informasi tentang suatu seri. Pertama, lokasi puncak tersebut (jika ada puncak yang jelas) dan region X mengindikasikan apakah variabel tersebut lebih maju atau lebih mundur dari skema penanggalan dasar. Jika suatu kelas seri waktu seutuhnya cenderung untuk memiliki puncak dan region X yang terpusat dari nol di satu arah, ini menandakan suatu korelasi tertunda dari kelas variabel itu dengan gelombang panjang tersebut. Kedua, tinggi dari puncak tersebut (atau kedalaman suatu dasar lembah) menandakan besaran perbedaan antara laju pertumbuhan dalam fase-fase naikkan dan turunan, karena struktur tunda tersebut diplot pada skala yang seragam. Ketiga, struktur tunda tersebut mengindikasikan sensitivitas dari korelasi tersebut terhadap tanggal-tanggal titik balik partikular; kehalusan kurva tersebut dalam sejumlah penundaan sekitar puncaknya menunjukkan seberapa jauh puncak itu terhadap pergeseran penanggalan minor.
Akhirnya, di mana struktur-struktur tunda untuk suatu kelas seri
waktu secara konsisten menunjukkan suatu korelasi tertunda, ia kembali pada
pengujian “paired t-test” untuk menemukan apakah kelas tersebut secara
keseluruhan benar-benar berkorelasi secara masuk akal dengan suatu skema
penanggalan yang tertunda. Ia menghitung-ulang laju pertumbuhan tersebut melalui
fase-fase untuk semua seri dalam kelas tersebut, menggunakan suatu skema
penanggalan tertunda yang memenuhi, kemudian menggunakan t-test
sebagaimana di atas (dan membandingkan hasil-hasilnya terhadap t-test
yang tak tertunda).
Hasil-hasil
Berikut dijabarkan hasil analisis pada perang, harga, upah, dan
produksi dalam urutan tersebut. Urutan ini bermula dengan variabel-variabel
yang bermanifestasi paling kuat dan paling reguler dalam gelombang panjang, dan
bergerak menuju variabel-variabel yang mana bukti gelombang panjang itu
melemah.
Hasil Perang
Gambar 2 merupakan suatu grafik dari tingkat parahnya perang
kekuatan besar dunia seiring waktu. Ketinggian titik data setiap tahun
menandakan fatalitas pertempuran tahun itu. Dalam grafik ini, khususnya pada
abad-abad pertengahan, dapat ditemukan puncak-puncak perang yang berulang
setiap 50 tahunan, yang diindikasikan dengan “WP” (war peak) pada gambar
tersebut. Setiapnya merupakan suatu perang yang berkelanjutan dengan fatalitas
tinggi yang lebih dahsyat daripada yang mendahuluinya. Sampai Perang Dunia (PD)
II, korespondensi satu-satu antara puncak-puncak perang yang berulang ini
dengan puncak-puncak gelombang panjang (dari skema penanggalan dasar), yang
diindikasikan pada gambar tersebut oleh panah kecil di atas grafik. Untuk
sembilan gelombang panjang berurutan, sampai 1918, setiap puncak perang terjadi
dekat dengan akhir periode fase naikkan. Hanya puncak terakhir, PD II, yang
tidak memenuhi pola tersebut – akibat terlalu dekat setelah puncak PD I dan
datang pada permulaan alih-alih pada akhir naikkan gelombang panjang.
Kontras dengan variabel-variabel ekonomi, perang merupakan variabel
paling periodik (terhadap waktu kalender) yang diuji. Fungsi Auto Korelasi (Auto
Correlation Function, ACF) untuk seri kedahsyatan perang besar yang dicatat
(Gambar 3) menunjukkan suatu puncak sekitar 50-60 tahun, pada tingkat keyakinan
sekitar 0,95. Ini mengindikasikan bahwa fatalitas perang tahun itu yang
ditentukan dikorelasikan dengan fatalitas 50-60 tahun lebih awal. Data perang
dari 1815 (alih-alih 1495), berhubungan dengan data proyeksi Korelasi Perang
sebelum ekstensi Levy, tidak menunjukkan suatu puncak signifikan pada ACF. Ini
menjelaskan penilaian negatif sejumlah peneliti terhadap siklus-siklus perang.
Secara ironis, beberapa peneliti mencatat hasil-hasil negatif itu dan
memutuskan untuk tidak melihat secara statistik untuk siklus-siklus perang pada
data yang diperpanjang.
Hasil-hasil Harga
Data harga memenuhi periode-periode fase gelombang panjang secara
dekat selama semua periode historis, bahkan sebelum 1650. Indeks-indeks harga
berkorelasi dengan gelombang panjang itu secara lebih baik daripada harga-harga
komoditas individual (data dengan kualitas lebih rendah), dan korelasi yang
lebih tinggi terlihat pada abad-abad kemudian daripada abad-abad lebih awal,
khususnya di negara-negara semi-periferi Eropa, yang kemudian menjadi terserap
ke dalam intinya dan sinkron harganya. Untuk 28 seri harga itu bersamaan,
hasil-hasil pengujian t-test membandingkan fase-fase naikkan dan turunan
yang berpasangan (berdekatan), seperti ditunjukkan pada Tabel 2, begitu
signifikan.
Struktur tunda untuk seri-seri harga tersebut menunjukkan suatu pola konsisten dari korelasi yang tak tertunda, khususnya untuk kebanyakan indeks harga nasional yang paling sentral. Gambar 5 merupakan struktur tunda harga-harga konsumen Inggris selatan, seri paling panjang di dalam set data tersebut (1495-1954). Puncaknya tertunda hampir nol dan kurvanya halus (yaitu, in-sensitif terhadap pergeseran penanggalan minor). Gambar 6 memuat struktur-struktur tunda untuk empat indeks harga nasional paling penting. Dalam kasus Britania, Perancis, Amerika, dan (secara lebih lemah) Jerman, puncak struktur tunda tersebut sangat dekat dengan nol tunda, dengan suatu amplitudo yang sedikit lebih tinggi daripada harga-harga konsumen Inggris, yang juga didasarkan pada abad-abad yang lebih awal, saat korelasi dan kualitas data lebih lemah.
Untuk 14 indeks tersebut sebagai satu kesatuan, hasil-hasilnya secara sangat konsisten menunjukkan gelombang harga yang sinkron dengan penanggalan fase nominal yang tak tertunda. Pada 20 dari 28 seri (termasuk 13 dari 14 indeks nasional), puncak struktur tunda dalam tiga tahun dari nol. Dengan demikian, gelombang harga secara internasional sinkron dengan skema penanggalan dasar.Secara keseluruhan, hasil-hasil untuk perang dan harga mengindikasikan bahwa keduanya secara dekat berkorelasi (dalam waktu gelombang panjang), dengan perang mendahului harga beberapa tahun. Ini konsisten dengan riset-riset terakhir yang menghubungkan perang dan inflasi.
Hasil-hasil Upah
Meskipun terbatas hanya pada dua seri Britania, analisis upah-upah
riil memberikan hasil yang menarik. Upah-upah riil secara cukup dekat, tapi
terbalik, berkorelasi dengan skema penanggalan dasar selama semua periode
historis sejak 1700. Struktur tunda untuk upah-upah riil Inggris, ditunjukkan
pada Gambar 7, mengusulkan bahwa upah-upah riil secara aktual dapat mendahului
harga-harga sebesar 1 sampai 3 tahun, dan dengan demikian, berkorelasi lebih
dekat dengan perang daripada harga-harga. Namun, pembedaan yang jelas seperti
itu di luar jangkauan dukungan yang dapat diberikan oleh data yang ada, dan
Goldstein secara lebih berhati-hati, berpendapat bahwa pah-upah riil secara
dekat sinkron dengan, tapi terbalik terhadap, harga-harga dan perang.
Hasil-hasil t-test tak tunda, pada Tabel 2, signifikan pada level 0,05
dan terlambat sekitar 5 tahun serta tidak meningkatkan hasil-hasil t-test.
Korelasi terbalik dengan harga-harga tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu.
Hasil-hasil Produksi
Analisis laju pertumbuhan periode fase tak tunda untuk seri
produksi menunjukkan sedikit bukti korelasi dengan gelombang panjang. Dalam t-test
berpasangan untuk 10 seri produksi bersamaan, tanda t pada setiap dua tes
muncul secara lemah, tidak ada yang signifikan secara statistik, pada level
0,05 (lihat garis-garis nol tunda pada Tabel 4).
Namun, struktur tunda untuk variabel-variabel produksi
mengindikasikan korelasi tertunda sebagaimana terlihat pada lokasi puncak dan
region X pada Tabel 3. Untuk mayoritas seri tersebut (dan juga seri dengan
struktur tunda yang lebih kompleks terhadap pergeseran waktu minor), gelombang
produksi itu mendahului skema penanggalan dasar sedekade atau lebih.
Struktur tunda untuk seri produksi industri dunia (Gambar 8)
memuncak sekitar 10 hingga 15 tahun sebelum nol tunda tersebut, dan cukup rumit,
terhadap pergeseran waktu minor. Kemiripan yang mengejutkan dari dua seri itu
merupakan bukti kuat korelasi tertunda dalam produksi, karena data tersebut mencakup
dua periode berbeda (1740-1850 dan 1850-1975) dan datang dari dua sumber
berbeda.
Variabel-variabel produksi sebagai keseluruhan terlihat mendahului
penanggalan dasar nominal dari gelombang panjang sekitar 10 hingga 15 tahun
secara rerata. Tabel 4 memberikan hasil-hasil t-test untuk 10 seri
produksi yang ditinjau bersamaan, menggunakan pergeseran skema penanggalan 0,
-10, dan -15 tahun. Sementara korelasi nol tunda tidak signifikan secara
statistik, untuk pergeseran -10 tahun, perbedaan tersebut secara statistik
signifikan di bawah level 0,01 untuk regu D/U, dan 0,05 untuk regu U/D. Untuk
pergeseran -15 tahun, perbedaan tersebut signifikan pada kurang dari 0,01 untuk
regu D/U, dan tak cukup signifikan untuk regu U/D.
Hasil-hasil ini mendukung bahwa produksi berkorelasi dengan gelombang panjang tersebut, mendahului harga sebanyak 10 hingga 15 tahun sehingga mendahului kedahsyatan perang sekitar sedekade. Urutan dan waktu yang diusulkan oleh hasil-hasil di atas dirangkum pada Gambar 9.
Diskusi
Stagflasi – Suatu Interpretasi Baru
Penundaan antara gelombang panjang dalam produksi dan harga-harga
membuka jalan untuk menyelesaikan anomali sentral dalam literatur gelombang
panjang – stagflasi 1970-an. Produksi dunia terlihat stagnan sejak 1968, sementara
harga-harga naik cukup tajam sampai 1980, setelah mana jadi rata tiba-tiba.
Hasil-hasil tersebut mendukung usulan bahwa stagflasi bukanlah suatu anomali,
melainkan fenomena karakteristik dari fase naikkan harga yang terlambat, saat
produksi telah memuncak dan keganasan perang tengah tinggi.
Hal 590
Kejadian historis sebelumnya adalah hiperinflasi seputar Perang
Dunia (PD) I. Dalam kejadian sebelumnya, sebagian peneliti melihat pola yang
sama sekitar 1872 (akhir Perang Franco-Prusia). Sementara kejadian sebelum itu,
sekitar 1815 (akhir Perang Napoleon), dideskripsikan oleh sebagian periset
secara eksplisit sebagai kasus stagflasi. Stagflasi 1970-an secara kasar
beriringan dengan akhir Perang Vietnam, menandakan bahwa Perang Vietnam
memainkan peran penting dalam periode stagflasi itu.
Perang dan Pertumbuhan Ekonomi
Korelasi tertunda itu mengusulkan suatu teori baru gelombang
panjang, berdasarkan hubungan kausal dua arah antara variabel-variabel ekonomi
dan politik. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan mengantarkan pada kemungkinan
perang sekaligus terganggu oleh perang. Gambar 10 mengilustrasikan urutan
siklis produksi dan perang dalam teori ini. Pertumbuhan yang lebih cepat
mendorong naiknya kegentingan perang antara kekuatan-kekuatan besar yang saling
bersaing. Kedahsyatan perang yang lebih tinggi pada gilirannya meredam
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan yang lebih rendah berujung pada
perang yang kurang dahsyat, yang kemudian membawa pertumbuhan yang lebih cepat.
Urutan ini terjadi secara kasar selama 50 tahun – satu gelombang panjang –
untuk satu kejadian penuh. Sementara perang dan pertumbuhan ekonomi merupakan
variabel yang berpengaruh, harga-harga bereaksi terhadap perang, dan upah riil
bereaksi terhadap perang dan harga-harga.
Pengaruh Produksi terhadap Perang
Mengapa suatu naikkan pertumbuhan ekonomi mesti, sekitar sedekade selanjutnya, mengantarkan pada naikkan perang antar kekuatan-kekuatan besar? Jawaban Goldstein didasarkan pada ongkos perang. Perang-perang terbesar terjadi hanya saat negara-negara inti dapat membayar ongkosnya, yang mana setelah suatu periode tertentu yang cukup lama dari pertumbuhan ekonomi. Saat perbendaharaan penuh, negara-negara akan mampu untuk mengongkosi perang-perang besar; saat kas kosong, negara-negara tak akan sanggup membayar biaya perang seperti itu. Dengan demikian, saat pertumbuhan produksi berakselerasi, kapasitas pendukung perang dalam sistem akan meningkat, dan perang-perang yang besar akan menanti.
Sepanjang sejarah, perang-perang telah memakan banyak biaya. Pada
masa pra-industri, kebanyakan perang Eropa dilakukan oleh tentara bayaran yang
disewa oleh para penguasa monarki. Frasa favorit dalam era ini berbunyi “uang
dalam urat nadi perang”. Jika tentara sewaan itu tak dibayar, mereka tak akan
berperang – atau lebih buruk, mereka berbalik melawan tuan mereka. Sebagian peneliti
mendeskripsikan perang-perang Eropa abad ke-15 hingga 17 sebagai bergerak dalam
gelombang – ekonomi pulih dari satu perang dan dikeringkan oleh perang
berikutnya.
Dalam era industri, ongkos perang menempatkan regangan yang lebih besar terhadap sumber daya total masyarakat. Pada era industri, masyarakat Eropa mampu mempertahankan tingkatan produksi dan surplus ekonomi yang jauh lebih tinggi; dan ongkos perang ikut bersaing dengan pertumbuhan ini. Efek pertumbuhan ekonomi terhadap kedahsyatan perang ini mungkin diperbesar oleh efek tekanan lateral. Selama naikkan produksi, kekuatan-kekuatan utama dunia tumbuh jauh lebih cepat – meninggikan tingkat kompetisi untuk sumber daya dan pasar dunia, dan menaikkan imbalan atas kompetisi dan konflik internasional.
Kondratiev sendiri menyifati korelasi antara perang-perang besar
dengan naikkan gelombang panjang pada suatu proses yang sangat mirip dengan
tekanan lateral:
Gerak naikkan dalam kondisi bisnis, dan pertumbuhan daya-daya
produktif, menyebabkan penajaman perebutan pasar baru – secara khusus, pasar
material mentah ... Ini menghasilkan gangguan hubungan politik internasional,
suatu peningkatan dalam kejadian-kejadian konflik militer, dan konflik
bersenjata itu sendiri.
Selain itu, juga terdapat argumen bahwa “kemakmuran membentangkan
pasar, mengintensifkan kontrak, menajamkan konflik dan perang”.
Efek Perang terhadap Produksi
Beranjak ke dampak perang terhadap pertumbuhan ekonomi, mengapa perang-perang besar mesti meredam pertumbuhan produksi jangka panjang?
Jawaban Goldstein ialah, bahwa mitos populer Amerika yang berakar
pada pengalaman Perang Dunia II, bahwa “perang-perang itu bagus untuk ekonomi”,
banyak salah dipahami. Baik akal sehat maupun pengalaman sejarah menunjukkan
bahwa perang, secara arus kas, tidaklah bagus untuk ekonomi. Perang menyedot
sumber daya ekonomi. Sumber-sumber daya yang dialokasikan untuk perang tak
tersedia untuk kepentingan produktif (termasuk konsumsi dan investasi), dan
aset-aset ekonomi yang hancur akibat perang (rumah, pabrik, sawah, dll.) juga
begitu. Kondisi-kondisi perang, dengan kendali pemerintahan yang terpusat dan
mengorbankan sisi populasi, dapat membawa pada penggunaan penuh kapasitas
ekonomi secara singkat, tapi merusak pertumbuhan jangka panjang kapasitas itu.
Dampak negatif dari perang terhadap ekonomi telah diteliti selama
beberapa dekade. Sebagian peneliti berargumen bahwa perang cenderung mengalihkan
sumber daya dari saluran produktif ke saluran yang kurang produktif, sehingga
membuat negara mengalami kekurangan. Sebagian lagi menyatakan bahwa dalam
kondisi perang, kenaikan ekstrem harga-harga komoditas dan beban hutang perang
dapat berkombinasi untuk mengurangi daya beli dan mengganggu pertumbuhan jangka
panjang. Sebagian lain menekankan “efek dislokasi” dari perang terhadap
ekonomi, termasuk “pertumbuhan bisnis jangka panjang yang mengerdil) yang dapat
berlanjut hingga beberapa dekade setelah perang tersebut terjadi. Efek-efek ini
dicontohkan oleh efek tertunda dari Perang Dunia I dalam menghasilkan depresi
1930-an. Sebagian peneliti juga secara negatif menilai konsekuensi dari
perang-perang terhadap perkembangan jangka panjang. Mereka memberikan pandangan
bahwa kontribusi langsung dari perang terhadap ekonomi ialah, secara kas,
negatif.
“Perang adalah suatu proses memobilisasi dan menggunakan
sumber-sumber daya untuk tujuan destruktif. Bahwa esensinya ... sepanjang
periode yang panjang, para prajurit saling membunuh. Mereka menghancurkan
peralatan kapital, rumah-rumah, dan kapal-kapal. Mereka mengeringkan
sumber-sumber daya dari perawatan dan pembesaran stok kapital normal masyarakat.
Dampak perang pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang telah banyak
dianalisis secara statistik. Para peneliti banyak menggunakan data dan
metode-metode proyeksi korelasi perang untuk menganalisis pertumbuhan industri
pasca-perang (diukur lewat produksi besi hingga 1870, lalu data konsumsi
energi) di negara-negara besar sejak 1815. Menggunakan analisis regresi
multi-variasi untuk 44 kasus nasional, mereka menemukan bahwa, terkecuali untuk
PD II, efek perang terhadap pertumbuhan industri luar biasa negatif (hasilnya
baur jika PD II diikutkan). Kesimpulan ini sesuai dengan temuan studi-studi
sebelumnya.
Sebagian peneliti menggunakan analisis statistik di mana perang
dianggap sebagai intervensi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Lingkup studi
mereka didefinisikan dengan tersedianya data GNP – Britania sejak 1700, AS serta
Perancis sejak 1800, dan Jerman serta Jepang sejak 1875. Perang-perang global dibedakan
dari perang-perang antar-tahap yang lain. Mereka menemukan bahwa untuk
perang-perang global, intervensi itu secara statistik signifikan (p<0,05)
dalam 8 dari 13 kasus yang diuji (sebagian mengemukakan hasil yang berlawanan dalam
hal pengaruh PD I dan II terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara
spesifik). Akhirnya, disimpulkan secara tentatif bahwa perang global tak
terlihat membayar pertumbuhan.
Data tentang produksi nasional selama perang juga mendukung argumen bahwa perang lebih sering meredam daripada mempercepat pertumbuhan ekonomi. Data tentang hasil ekonomi total untuk Britania, Perancis, Jerman, dan AS menunjukkan bahwa selama PD I, hasil ekonomi Jerman dan Perancis jatuh lebih dari 10% dan 25% secara berurutan, sementara hasil Britania dan AS lanjut bertumbuh, tapi tidak cukup cepat untuk mencegah laju produksi dunia melambat secara keseluruhan. Dalam PD II, hasil-hasil Jerman dan Perancis masing-masing jatuh lebih dari 50%, sementara hasil UK bertumbuh dan hasil AS bertumbuh dengan tajam.
Pertumbuhan kuat AS selama PD II dapat diakibatkan oleh kombinasi
insulasi wilayah utama AS dari amukan perang, dan kehancuran tiba-tiba sejumlah
kompetitor besar di pasar dunia akibat perang. Perang mungkin menguntungkan secara
ekonomi jika perang tersebut terjadi di wilayah asing, melumpuhkan kompetitor
besar, dan salah satu pihak memenangkan perang itu. Selain itu, kemenangan
Amerika itu memungkinkan suatu restrukturisasi tatanan internasional Barat yang
stabil yang dipimpin oleh AS, yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan di 1950-an dan 1960-an. Namun, tidak ada satu pun yang
bermaksud bahwa perang itu sendiri secara umum baik untuk ekonomi.
Pengaruh Perang terhadap Upah Riil
Akhirnya, mengapa perang mesti berkorelasi secara terbalik dengan
upah riil dalam dinamika gelombang panjang? Jawabannya terlihat bahwa, saat
masa perang, taksasi secara langsung dan tak langsung untuk mendukung perang
mengurangi surplus ekonomi yang dialokasikan untuk para pekerja. Perang umumnya
pasti menaikkan pajak.
Kita dapat melihat inflasi sebagai suatu pajak tak langsung untuk
mengongkosi perang, dan cara menghindar untuk membayar dari taksasi saat ini.
Dari semua bentuk taksasi faktual, inflasi adalah yang paling mudah untuk
dipungut, paling cepat diwujudkan, dan paling sulit dielakkan. Sebagian
peneliti berargumen bahwa perang tanpa taksasi untuk menutup ongkos telah
menjadi sebab prinsip dari hiperinflasi di negara-negara industri dalam dua
abad terakhir, khususnya setelah Perang Vietnam.
Dengan demikian, taksasi langsung dan tak langsung untuk mendukung
perang membelokkan sumber daya ekonomi menjauh dari upah riil secara telat
dalam fase naikkan gelombang panjang. Seperti yang dikatakan oleh Sun Tzu, di
mana pasukan berada, harga-harga akan naik; di mana harga-harga naik, kekayaan
orang akan habis.
Kesimpulan
Pembahasan di atas menggambarkan suatu teori gelombang panjang yang
konsisten dengan bukti empiris. Teori ini mempertimbangkan gelombang panjang
yang diamati dalam perang, harga, dan upah riil, dan berpusat pada korelasi
tertunda antara produksi dengan perang. Hubungan dialektis antara perang dan
pertumbuhan ekonomi diajukan sebagai kausa sentral gelombang panjang. Dan
penundaan antara gelombang panjang dalam produksi dan harga-harga menunjukkan
suatu interpretasi terhadap stagflasi.
Medan gelombang panjang itu miskin data, dan ini secara tajam
membatasi apa yang mungkin dibahas. Kesimpulan Goldstein bersifat provisional.
Teori gelombang panjang tertunda yang diajukan menghitung data empiris yang
tersedia secara konsisten, dan merupakan suatu kemajuan di antara riset-riset
gelombang panjang sebelumnya. Meski begitu, ini tak dapat dianggap sebagai kalimat
yang sudah final dalam penelitian tentang gelombang panjang, dan semoga
sebagian teori Goldstein ini masih akan direvisi di masa depan menurut
bukti-bukti yang baru.
Sumber
Goldstein, Joshua S. (1987) Long Waves in War, Production, Prices,
and Wages: New Empirical Evidence; Journal of Conflict Resolution, Vol. 31 No.
4, Desember 1987 573-600; Sage Publications, Inc.
Rosecrance, Richard (1987). Long cycle theory and international
relations. International Organization, 41, pp 283-301
doi:10.1017/S0020818300027478
ReplyDeleteJACKPOT ynag besar hanya di AJOQQ :D
WA : +855969190856