Siklus Tipologi Peradaban Menurut Pitirim Sorokin


Dalam bukunya “The Crisis of Our Age”, Pitirim Sorokin membagi tipologi suatu sistem peradaban, kebudayaan, dan fine arts menjadi tiga macam, ideasional (realitas sepenuhnya spiritual), sensate (realitas sepenuhnya material), dan idealistis (integrasi dan kombinasi antara ideasional dengan sensate). [Sorokin, 1941: hal.30-79 dan Sartini, 2011: hal.39-46] Tipologi itu mencerminkan masyarakat yang menghasilkan peradaban, kebudayaan, atau fine arts tersebut, serta pandangan hidup atau falsafah yang mereka anut. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan adanya fluktuasi zaman, yaitu naik-turun, pasang-surut, dan timbul-tenggelam pada tipologi suatu peradaban. Tipologi ideasional dan material ibarat dua kutub yang berlawanan, sedangkan gerak sejarah peradaban seperti pendulum yang mengarah dari satu kutub ke kutub lain dan secara dinamis menuju suatu keseimbangan idealistis baru antara keduanya.
Tipologi Ideasional
Tipologi ideasional mempunyai dasar pemikiran bahwa kenyataan itu bersifat non-material, transenden, dan sepenuhnya spiritual, sehingga nilai-realitas sejati adalah Ketuhanan. Dengan begitu, topik peradaban, kebudayaan, dan fine arts ideasional adalah “the supersensory kingdom of God” (kerajaan super-sensoris Tuhan). Kisah-kisahnya berkisar pada Tuhan dan entitas-entitas sakral lain, seperti malaikat, santo, pendosa, dan jiwa; juga berbagai misteri penciptaan, inkarnasi, kebangkitan, penyaliban, penyelamatan, dan berbagai kejadian transenden lainnya. Tipologi ini bersifat seutuhnya religius, nyaris tidak memberi perhatian sama sekali pada manusia, benda-benda, dan kejadian-kejadian dunia sensoris empiris. Dengan demikian, tidak ada genre, saga, maupun potret dari pribadi empiris yang dapat ditemukan padanya dalam bentuk yang terang.
Tujuan peradaban yang demikian bukanlah untuk memberikan kesejahteraan, membahagiakan, menghibur dan seterusnya, melainkan penyatuan yang lebih dekat dengan Tuhan. Peradaban ini merupakan bagian dari suatu “religion” dan fungsi dari pelayanan religi. Peradaban yang begitu adalah komuni antara jiwa manusia dengan dirinya dan Tuhan. Ia sakral dalam isi dan wujudnya. Ia juga tidak memberi ruang sensualisme, erotisme, satire, komedi, karikatur, maupun berbagai hal lain yang dianggap tidak relevan. Nada emosionalnya saleh, sangat halus, dan estetis. Ia berpusat pada kependetaan, biara, kuil, dan segenap institusi otoritas keagamaan. Gayanya bersifat, dan harus senantiasa, simbolis. Ia semata suatu tanda tampak atau sensoris dari nilai-nilai dunia super-sensoris yang tak tampak. Tuhan dan fenomena-fenomena super-sensoris tidak memiliki wujud material, tidak dapat ditangkap indra, dan tidak dapat digambarkan secara naturalistis. Mereka hanya bisa didenotasikan secara simbolis.
Perwujudan peradaban dan kebudayaan ini terbenam dalam dunia super-sensoris yang abadi. Menurut Sorokin, nilai dan karakternya statis dan taat pada kekudusan, sementara bentuk tradisinya keramat. Ia seutuhnya internal, sehingga secara eksternal terlihat sederhana, arkais, tanpa pemotongan sensoris apa pun, kemegahan, dan lagak-kesombongan. Kata kuncinya adalah kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan. Tuhan merupakan realitas tertinggi. Sistem ini terbagi atas: (1) ideasional asketis, yaitu mengurangi atau meninggalkan kebutuhan dan keinginan duniawi supaya mudah diserap ke dalam dunia transenden; (2) ideasional aktif, yaitu mengurangi atau meninggalkan kebutuhan dan keinginan duniawi sekaligus mengubahnya agar selaras dengan dunia transenden.
Tipologi Sensate
Tipologi sensate memiliki karakteristik tipikal yang hampir berlawanan dengan tipologi ideasional, karena premis-premis mayor peradaban, kebudayaan, dan fine arts bertipologi sensate berseberangan dengan premis ideasional. Dasar pemikirannya adalah dunia material yang ada di sekitar manusia sebagai satu-satunya kenyataan yang ada. Kehidupan dan gerakan sensate sepenuhnya dalam kesadaran dunia empiris. Keberadaan kenyataan yang tak terindra atau yang transenden disangkal. Kata kuncinya serba jasmaniah, mengenai keduniawian, berpusat pada pancaindra; saga, manusia, kejadian, potret seutuhnya empiris. Tujuannya adalah untuk mencapai perbaikan kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi. Ia diceraikan dari agama (religion), moral, dan nilai-nilai sejenisnya.
Gayanya naturalistis, visual, bahkan ilusionis, bebas dari segala simbolisme super-sensoris. Ia semata memproduksi fenomena-fenomena empiris. Ia dinamis secara natur, tidak mengenal adanya tata nilai yang abadi, segalanya relatif menurut hasrat duniawi manusia. Ia berpusat dalam kemegahan, kemewahan, kebesaran kolosal, kecanggihan teknis, dan berbagai pengagungan eksternal lain. Sistem ini terbagi atas: (1) material aktif, yaitu usaha untuk mengubah dunia fisik guna memenuhi kepuasan dan kesenangan manusia; (2) material pasif, yaitu menikmati kesenangan duniawi tanpa memperhatikan tujuan jangka panjang; (3) material sinis, yaitu pengejaran tujuan duniawi dibenarkan oleh rasionalisasi idealistis.
Tipologi Idealistis
Tipologi idealistis adalah bentuk integrasi, kombinasi, dan atau intermediasi antara tipologi ideasional dan sensate. Dunianya sebagian super-sensoris dan sebagian sensoris, tapi hanya pada aspek-aspek realitas sensoris yang paling agung dan mulia. Ia berpusat pada bagaimana manusia dan realitas empiris menjalani interaksi dengan Tuhan dan berbagai entitas super-empiris. Aspek empiris manusia itu diarahkan pada bentuk empirisme yang tidak banal, tidak semena-mena bebas terjang-menerjang, tapi dalam kerangka akal-budi dan empirisme yang juga agung dan mulia. Gayanya sebagian simbolis dan sebagian alegoris, sebagian realistis dan sebagian naturalistis. Kata kuncinya adalah harmoni dan kompromi. Hal ini dapat dipahami sebagai pandangan bahwa realitas ada yang bersifat transenden dan ada yang material. Keduanya melingkupi kehidupan manusia dalam realitas budaya dan peradaban. Nada emosionalnya adalah kekaleman, ketenangan, dan ketenteraman. Ia merepresentasikan sistesis ideasional dan aspek luhur material. Sistem ini terbagi menjadi: (1) idealistis murni atau sejati, dasar pemikiran antara ideasional dan material secara sistematis dan logis, saling berhubungan dan berintegrasi; (2) ideasional tiruan, kedua dasar pemikiran antara ideasional dan material berlawanan, tidak terintegrasi secara sistematis, tapi hidup berdampingan, atau dapat dikatakan juga sebagai dualis.
Pola-pola kebudayaan yang dibangun Sorokin ini dikatakan bersifat pasang-surut. Apabila sifat ideasional dipandang lebih tinggi dari material dan sifat idealistis ditempatkan di antaranya, maka terdapat gambaran naik-turun, timbul-tenggelam, dan pasang-surut. Dalam gerak sejarah, tidak ditunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Gerak sejarah atau realitas kebudayaan berkembang bolak-balik antara dunia dengan mentalitas ideasional dan material. Masing-masing kutub mempunyai efeknya sendiri sehingga ibarat pendulum, perjalanan sejarah akan mengarah dari satu kutub ke kutub lain. Menurutnya, kebudayaan material dapat saja banyak membuat ekses atau akibat negatif, tapi dunia ideasional juga dapat berbuat salah. Masyarakat dengan kesadaran akan berproses menuju idealistis sebagai sintesis keseimbangan kedua kutub itu. Namun, segala permasalahan yang dihadapi sehari-hari akan menyebabkan terjadinya fluktuasi kecenderungan masyarakat terhadap tiap aspek dari kedua kutub itu, sehingga proses siklus menuju keseimbangan baru selalu terjadi.

Tulisan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan soal siklus dan gelombang peradaban. Sebelumnya, dapat dibaca uraian pada “Perspektif Siklus dan Teori Gelombang Nikolai Konratiev”.
Untuk perbedaan agama (religion) dengan din dapat dilihat pada tulisan sebelumnya “El Significado de la religión en el islam según en el pensamiento de Naquib al-Attas” dan versi bahasa Indonesianya.
Referensi
Sartini. 2011. Inventarisasi Tokoh dan Pemikiran Tentang Perkembangan Kebudayaan. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan. Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Sorokin. 1941. The Crisis of Our Age: The Social and Cultural Outlook (New York: E.P.Dutton & Co, Inc.)

Comments

Popular posts from this blog

TIGA KATA SEMBOYAN DAN SEBUAH IRONI

Permodelan Matematis Teorema Kendali

Siklus Tantangan dan Respons Peradaban Menurut Arnold Joseph Toynbee